Kesehatan Keselamatan
Kerja
Pengertian
Menurut Prabowo (2011) keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur.
Menurut Hendarman (2010), keselamatan kerja
merupakanrangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram
bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Sardjito (2012), keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan
kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi
mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.
Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan
adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik
seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia
(2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalahsuatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan
Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal
dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan.
Kesehatan
kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial
yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan
Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan
lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan
efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan
dapat secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu
diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat
produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat
pekerjaanya. (Sardjito, 2011)
Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. (Sardjito, 2011)
Tujuan
Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian
yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang
tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan
kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat
yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka
lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara
menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan
dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Nuraini, 2012).
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
(Nuraini, 2012).
Tujuan
kesehatan kerja adalah :
1. Memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan
pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun
kesehatan sosial.
2. Mencegah
timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh
tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan
perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang
disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan
dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjanya. Kesehatan kerja mempengaruhi manusia
dalam hubunganya dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik
maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan
lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun
perubahan dari kesehatan seseorang. (Nuraini,
2012).
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar
setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara
fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar
setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
3. Agar
semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar
adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Agar
meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar
terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
7. Agar
setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Tiga
Komponen Utama Yang Mempengaruhi Seseorang Bila Bekerja
Pada
hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika
yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif tiga komponen utama yang
mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu :
1. Kapasitas
kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
2. Beban
kerja: fisik maupun mental.
3. Beban
tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas, debu,
parasit, dan lain-lain.
Bila
ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang
optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada
akhirnya akan menurunkan
produktifitas kerja. (Prabowo, 2011).
Undang-Undang
Ketenagakerjaan
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan
yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam
bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan
yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang
pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi
UU No.12 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. (Prabowo, 2011).
Dalam
pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang
ada.
Peraturan
tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang
tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan. (Prabowo, 2011).
Walaupun
sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. (Nuraini, 2012).
Indikator
Penyebab Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara (2002), bahwa indikator penyebab
keselamatan kerja adalah:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang
berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
2. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada
tempatnya.
3. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
a. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang
baik Pengaturan penerangan.
Fasilitas
Atau Sarana/Prasarana Tenaga Kesehatan
Sarana/Prasana
Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi berbagai alat / media
elektronik yang harus ada di Tempat Kerja Kesehatan untuk penentuan jenis
penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat. (Sardjito, 2012).
1. Disain
Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang memadai dengan
sirkulasi udara yang adekuat agar suasana di dalam ruangan tersebut menjadi
nyaman.
2. Disain
Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap
segala sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran.
3. Harus
tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)
Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak
serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. (Sardjito,
2012).
1. Kapasitas
Kerja
Status
kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban
Kerja
Sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan
Kerja
Lingkungan
kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
(Sardjito,
2012).
Identifikasi
Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Kesehatan Dan Pencegahannya
Menurut
Sardjito (2012), kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan
dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di
laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
a. Kecelakaan
medis, jika yang menjadi korban pasien
b. Kecelakaan
kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam
kelompok :
1. Kondisi
berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Peralatan
/ Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b. Lingkungan
kerja
c. Proses
kerja
d. Sifat
pekerjaan
e. Cara
kerja
2. Perbuatan
berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat
terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat
tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan
dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap
dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa
contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
1. Terpeleset,
biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan
kerja yang dapat terjadi di tempat kerja kesehatan akibat :
a. Ringan
memar
b. Berat
fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
a. Pakai
sepatu anti slip
b. Jangan
pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
c. Hati-hati
bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata
konstruksinya.
d. Pemeliharaan
lantai dan tangga
2. Mengangkat
beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup
berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
a. Beban
jangan terlalu berat
b. Jangan
berdiri terlalu jauh dari beban
c. Jangan
mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah
sambil berjongkok
d. Pakaian
penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
Penyakit
Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat Kerja Kesehatan
Menurut
Sardjito (2012), penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri
dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit
dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan
berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh
antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan
tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda
dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas
ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan
Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja
tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan
penyakit. (Nuraini, 2012).
Menurut
Sardjito (2012), Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya
berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari
pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti
antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati;
faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik
dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi,
radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat
darurat, karantina dll.)
1) Faktor
Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan
favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama
kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari
pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui
kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores
atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial
di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan
kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai
risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang
praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
a. Seluruh
pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi.
b. Sebelum
bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat
badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan
desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
d.
Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
e. Pengelolaan
limbah infeksius dengan benar
f. Menggunakan
kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan
diri dari petugas.
2) Faktor
Kimia
Petugas
di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan
yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
Pencegahan :
a. ”Material
safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui
oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
b.
Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga
kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan
alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium)
dengan benar.
d. Hindari
penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
e. Menggunakan
alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Faktor
Ergonomi
Ergonomi
sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job
to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian
besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya
tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain).
4) Faktor
Fisik
Faktor
fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
a. Kebisingan,
getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
b. Pencahayaan
yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
c. Suhu
dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d. Terimbas
kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
e. Khusus
untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.
Pencegahan
:
a. Pengendalian
cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b. Pengaturan
ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c. Menurunkan
getaran dengan bantalan anti vibrasi
d. Pengaturan
jadwal kerja yang sesuai.
e. Pelindung
mata untuk sinar laser
f. Filter
untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
4. Faktor
Psikososial
Beberapa
contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan
stress :
a. Pelayanan
kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang.
Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b. Pekerjaan
pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
c. Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman
kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.
Pengendalian
Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Melalui Penerapan Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja (Hendarman, 2010)
1. Pengendalian
Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
a. UU
No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non
kesehatan
b. UU No. 01
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. UU
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
d. Peraturan
Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
e. Peraturan
penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
2. Pengendalian
melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :
a. Persyaratan
penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas
umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
b. Pengaturan
jam kerja, lembur dan shift
c. Menyusun
Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing
instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
d. Melaksanakan
prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian
alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll)
dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
e.
Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja
dan mengupayakan pencegahannya.
3. Pengendalian
Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :
a. Substitusi
dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
b. Isolasi
dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non
kesehatan (penggunaan alat pelindung)
c. Perbaikan
sistim ventilasi, dan lain-lain
4. Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu
upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang
sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.
Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi
penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat
pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini
dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
a. Pemeriksaan
Awal
Adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas
kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya
Pemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi :
1) Anamnese
umum
2) Anamnese
pekerjaan
3) Penyakit
yang pernah diderita
4) Alrergi
5) Imunisasi
yang pernah didapat
6) Pemeriksaan
badan
7) Pemeriksaan
laboratorium rutin
8) Pemeriksaan
tertentu:
9) Tuberkulin
test
10) Psikotest
b. Pemeriksaan
Berkala
Adalah
pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu
berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin
besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang
lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan
lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
c. Pemeriksaan
Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada
khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau
diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di
sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja
Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan
memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak
kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan
dan sebagainya.
Sutopo.
2012. Kesehatan Keselamatan Kerja. http://takiyaazkah.blogspot.co.id/2012/11/kesehatan-keselamatan-kerja-k3_8832.html
diunduh pada 26 Juni 2016.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.