KESELAMATAN KESEHATAN
KERJA
1.
Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
“Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
menurut Edwin B. Flippo (1995), adalah pendekatan yang menentukan standar yang
menyeluruh dan bersifat (spesifik), penentuan kebijakan pemerintah atas
praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat
panggilan,denda dan hukuman-hukuman lain.”“Secara filosofis, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) diartikansebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan jasmani maupunrohani tenaga kerja, pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya danbudaya menuju masyarakat adil dan makmur.
Sedangkan secara keilmuan K3diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usahamencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. (Forum,2008, edisi no.11)”
“Keselamatan kerja merupakan sarana utama
untuk pencegahankecelakaan seperti cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan kerjadalam hubungannya dengan perlindungan tenaga kerja adalah
salah satu segipenting dari perlindungan tenaga kerja. (Suma’mur, 1992)”
“Keselamatan kerja yang dilaksanakan
sebaik-baiknya akan membawaiklim yang aman dan tenang dalam bekerja sehingga
sangat membantu hubungankerja dan manajemen. (Suma’mur, 1992)”
“Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
menurut Keputusan MenteriTenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah
keselamatan dan kesehatankerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar
tenaga kerja dan oranglainnya di tempat kerja /perusahaan selalu dalam keadaan
selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara
aman dan efisien.”
“Konsep dasar mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja adalah perilaku yang tidak aman karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kondisi lingkungan yang tidak aman”.
(http://ohsas-18001-occupational-health-and-safety. com).
2. Pengertian Peralatan Perlindungan Diri
“Kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua
hal yang sangat penting. Oleh karenanya, semua perusahaan kontraktor
berkewajiban menyediakan semua keperluan peralatan/perlengkapan perlindungan
diri atau Personal Protective Equipment (Ervianto, 2005, hal 199).”
“Kontrol manajemen konstruksi dapat mengurangi ataupun mengeliminasi kondisi
rawan kecelakaan. Walaupun teknik manajemen dapat menjamin keselamatan, tetapi
akan lebih aman jika digunakan Alat Perlindungan Diri (APD). Jika kecelakaan
tetap terjadi setelah kontrol manajemen konstruksi diterapkan, yang harus
diperhatikan adalah mengkaji kelengkapan keamanan dan keselamatan. Peralatan
keamanan menyediakan keamanan dalam bekerja, jika
peralatan ini tidak berfungsi dengan baik,
maka resiko terjadi kecelakaan pada pekerja besar (Charles A. W, 1999, hal
401).” “Beberapa bentuk dari peralatan perlindungan diri telah memiliki standar
di proyek konstruksi dan tersedia di pabrik ataupun industri konstruksi. Helm
pelindung dan sepatu merupakan peralatan
perlindungan diri yang secara umum digunakan para pekerja untuk melindungi diri
dari benda keras. Di beberapa industri, kacamata pelindung dibutuhkan.
Kelengkapan peralatan perlindungan diri membantu pekerja melindungi dari
kecelakaan dan luka-luka, (Charles A. W, 1999, hal 401)”
“Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja
enggan menggunakan
peralatan perlindungan diri antara lain :
a. Sulit, tidak nyaman, atau mengganggu untuk
digunakan.
b. Pengertian yang rendah akan pentingnya
peralatan keamanan.
c. Ketidakdisiplinan dalam penggunaan.
(Charles A. W, 1999, hal 403).”“Alat
pelindung diri guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi dimana alat
pelindung diri harus dikenakan, harus ditentukan, dan direncanakan
secara sesuai, serta dirancang meliputi
training dan pengawasan untuk tetap terjamin
(http://www.ohsas-18001-occupational-health-and-safety.com/ )”.
3. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan
dari keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :
”Menurut Gary J. Dessler (1993), untuk
sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada
setiap pekerja dan untuk melindungi sumber daya manusia.” ”Menurut Suma’mur
(1992), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerj adalah :
a) Melindungi tenaga kerja atas hak dan
keselamatannya dalam melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan kinerja.
b) Menjamin keselamatan orang lain yang
berada di tempat kerja.
c) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan
secara aman dan efisien.” ”Menurut pendapat Suma’mur (1992), menyebutkan bahwa
dalam aneka pendekatan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain akan
diuraikan pentingnya perencanaan yang tepat, pakaian kerja yang tepat,
penggunaan alatalat perlindungan diri, pengaturan warna, tanda-tanda petunjuk,
label-label,
pengaturan pertukaran udara dan suhu serta
usaha-usaha terhadap kebisingan.”
”Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.
No. Kep. 463/MEN/1993, tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
sehingga akan tercapai ; suasana lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman
dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas
kecelakaan.”
4. Sistem Manajemen K3 (PERMEN 05 / MEN / 1996)
Sistem manajemen K3 adalah bagian sistem
manajemen yang meliputi organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan ,
prosedur proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan , penerapan,
pencapaian, pengkajian, pemeliharaan, kebijakan K3 dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja agar tercipta tempat kerja yang aman dan produktif.
5. Tujuan dan Sasaran Sistem Manajemen K3
Tujuan dan sasaran sistem manajemen K3 adalah
menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen , tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang
terintegerasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman dan efisien.
6. Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Konstruksi
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sekaligus melindungi
asset perusahaan. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pikiran dan pertimbangan
dikeluarkannya undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan
dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja
perlu terjamin pula
keselamatannya serta sumber produksi perlu
dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien , sehingga proses kerja
berjalan lancar ( Aditama, 2006 ) Standar dan prosedur keselamatan yang tinggi
adalah sasaran yang ingin dicapai dengan sepenuh tenaga seperti sasaran
manajemen lainnya. Tujuan kebanyakan proyek pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan
umum penduduk dari Negara yang bersangkutan, dengan memelihara aspek-aspek
pendukung dalam penyelenggaraan proyek; mulai dari pekerja, alat bantu kerja
sampai dengan material konstruksi. Haltersebut menimbulkan asumsi yang
sewajarnya apabila peningkatan kinerja dan optimalisasi prosedur K3 dapat
dimulai dari penyediaan alat perlindungan diri yang tepat bagi pekerja
konstruksi, agar kesehatan dan keselamatan mereka tetap terpelihara dengan
baik.
7. Penerapan
prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Masalah keselamatan kerja, merupakan masalah
yang selalu menarik untuk dibicarakan. Perlu adanya kesadaran mengenai
keselamatan kerja sebab pada kenyataannya tidak sedikit pelaku konstruksi yang
belu menyadari pentingnya keselamatan kerja. Bahkan masih banyak
pengusaha yang beranggapan bahwa penyediaan
alat keselamatan kerja bagi pekerja hanya sekedar pemenuhan peraturan saja,
tanpa mempertimbangkan segi ketepatan penggunaannya bagi pekerja konstruksi di
Indonesia. Selain dari faktor pelaku konstruksi, ternyata masih banyak
pekerja yang tidak memakai alat pelindung
diri dalam kerja dengan alasan faktor kenyamanan alat (
http://www.buletin12.co.id ). Oleh karena itu, dengan mempelajari ketepatan
produk peralatan K3 yang ada di Indonesia dengan baik, kesesuaian antara produk
tersebut dengan kondisi fisik pekerja Indonesia dapat lebih diperhatikan. Kebijakan
DEPNAKER di bidang K3 menganjurkan bahwa pendekatan preventif dari aspek K3
dapat dimulai dari pemilihan teknologi
dan prosedur penerapan yang baik ( Aditama,
2006,
8. Masalah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap
petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen
kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut
serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan
peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat
kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
9. Identifikasi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Kesehatan dan Pencegahannya
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
o Kecelakaan
medis, jika yang menjadi korban pasien
o Kecelakaan
kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja
dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
o Peralatan
/ Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
o Lingkungan
kerja
o Proses
kerja
o Sifat
pekerjaan
o Cara
kerja
2. Perbuatan berbahaya
(unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara
lain karena:
o Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan pelaksana
o Cacat
tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
o Keletihanan
dan kelemahan daya tahan tubuh.
o Sikap
dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan
yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
o Ringan
à memar
o
Berat à fraktura, dislokasi, memar otak,
dll.
Pencegahan :
o Pakai
sepatu anti slip
o Jangan
pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
o Hati-hati
bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata
konstruksinya.
o Pemeliharaan
lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
Pencegahan :
o Beban
jangan terlalu berat
o Jangan
berdiri terlalu jauh dari beban
o Jangan
mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah
sambil berjongkok
o Pakaian
penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
Satriawan. 2009.”Jurnal Keselamatan
Kesehatan kerja”. https://www.google.co.id/search?q=jurnal+k3+universitas+gadjah+mada&rlz=1C1CHMO_enID574ID574&espv=2&biw=1366&bih=677&source=lnms&sa=X&ved=0ahUKEwj5l5eira_NAhUELo8KHQT6DxcQ_AUIBSgA&dpr=1#
diakses tanggal 17 June 2016 10:29 PM
Budi,Ariesetia. 2013.” Defini,indikator
penyebab dan Tujuan Keselamatan Kesehatan kerja”. https://www.google.co.id/search?q=jurnal+k3+universitas+gadjah+mada&rlz=1C1CHMO_enID574ID574&espv=2&biw=1366&bih=677&source=lnms&sa=X&ved=0ahUKEwj5l5eira_NAhUELo8KHQT6DxcQ_AUIBSgA&dpr=1#
diakses tanggal 17 June 2016 10:38 PM
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.