HUBUNGAN INDUSTRIAL
(INDUSTRIAL RELATIONS)
1.PENDAHULUAN
Hubungan Industrial
(Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan
yang harmonis antara
pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai
ketenangan bekerja dan
kelangsungan berusaha (Industrial Peace).
Pada Undang‐Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal
1 angka 16 Hubungan Industrial
didefinisikan sebagai
“Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses
produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah
yang didasarkan pada
nilai‐nilai Pancasila dan
Undang‐Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
tahun 1945.”
Melihat pentingnya
kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus
dalam penanganannya,
karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang
terjadi di perusahaan.
Keseimbangan antara
pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar
terjadi hubungan yang
harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa
hubungan antara
pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling
mengisi satu dengan
yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau
jasa jika tidak
didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya.
Yang paling mendasar
dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitra‐sejajaran antara Pekerja
dan Pengusaha yang
keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu bersama‐sama ingin
meningkatkan taraf
hidup dan mengembangkan perusahaan.
2. RUANG LINGKUP
HUBUNGAN INDUSTRIAL
A. Ruang Lingkup
Cakupan
Pada dasarnya prinsip‐prinsip dalam hubungan industrial mencakup
seluruh tempat‐tempat
kerja dimana para
pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk
mencapai tujuan usaha.
Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah
dan pekerjaan.
B. Ruang lingkup
Fungsi
Fungsi Pemerintah :
Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
pengawasan, dan
melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undang‐undang
ketenagakerjaan yang
berlaku.
Fungsi Pekerja/Serikat
Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga
ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan
ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta
memperjuangkan
kesejahteraan anggota dan keluarganya.
Fungsi Pengusaha :
Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan
kerja dan memberikan
kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
C. Ruang Lingkup
Masalah
Adalah seluruh
permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan
hubungan antara
pekerja, pengusaha dan pemerintah.
Didalamnya termasuk :
a. Syarat‐syarat kerja
b. Pengupahan
c. Jam kerja
d. Jaminan sosial
e. Kesehatan dan
keselamatan kerja
f. Organisasi
ketenagakerjaan
g. Iklim kerja
h. Cara penyelesaian
keluh kesah dan perselisihan.
i. Cara memecahkan
persoalan yang timbul secara baik, dsb.
D. Ruang Lingkup
Peraturan/Per Undang‐undangan Ketenagakerjaan
a. Hukum Materiil
1. Undang‐undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
2. Peraturan Pemerintah/Peraturan
Pelaksanaan yang berlaku
3. Perjanjian Kerja
Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja.
b. Hukum Formal
1. Undang‐undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
2. Perpu No. 1 Tahun
2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006
3.TUJUAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Tujuan Hubungan
Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis,
kondusif dan
berkeadilan di perusahaan.
Ada tiga unsur yang
mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
a. Hak dan kewajiban
terjamin dan dilaksanakan
b. Apabila timbul
perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
c. Mogok kerja oleh
pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak
perlu digunakan untuk
memaksakan kehendak masing‐masing,
karena perselisihan yang
terjadi telah dapat
diselesaikan dengan baik.
Namun demikian Sikap
mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh
dalam mencapai
berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan.
Sikap mental dan
sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah :
1. Memperlakukan
pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2. Bersedia saling
menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan
pekerja secara terbuka
3. Selalu tanggap
terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
4. Saling
mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.
4.SARANA‐SARANA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Agar tertibnya
kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka perlu adanya
peraturan‐peraturan yang mengatur hubungan kerja yang
harmonis dan kondusif. Peraturan
tersebut diharapkan
mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap
sosial Hubungan Industrial.
Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus
mencerminkan dan
dijiwai oleh nilai‐nilai budaya dalam
perusahaan, terutama dengan nilai‐nilai
yang terdapat dalam
Hubungan Industrial.
Dengan demikian maka
kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilai‐nilai
budaya perusahaan
tersebut.
Dengan adanya
pengaturan mengenai hal‐hal yang harus
dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha
dalam melaksanakan
hubungan industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang harmonis dan
kondusif. Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal
103 UU Ketenagakerjaan
No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana
sebagai berikut :
A. Lembaga kerja sama
Bipartit
B. Lembaga kerja sama
Tri[artit
C. Organisasi Pekerja
atau Serikat Pekerja/Buruh
D. Organisasi
Pengusaha
E. Lembaga keluh kesah
& penyelesaian perselisihan hubungan industrial
F. Peraturan
Perusahaan
G. Perjanjian Kerja
Bersama
5. NORMA-NORMA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL
Selain itu ada norma-norma dalam Hubungan
Industrial, yaitu :
1. Makro
minimal, adalah ketentuan normatif yang mengatur mengenai hak dan kewajiban
pekerja dan pengusaha, makro minimal ini adalah undang-undang ketenagakerjaan
dan peraturan pemerintah dan turunannya.
2. Makro
kondisional, adalah perjanjian/peraturan antara organisasi dan karyawan
yang mengatur hubungan kerja.
Dengan kedua jenis makro diatas, jelaslah
bahwa norma ini diberlakukan dalam kaitan Hubungan Industrial dengan melihat
tempat dan waktu serta mekanisme atau sistem yang ada dan terjadinya proses
dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi didalam perusahaan.
6.PRINSIP DALAM
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Payaman J. Simanjuntak (2009) menjelaskan beberapa prinsip dari
Hubungan industrial, yaitu :
1.
Kepentingan Bersama:
Pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat, dan pemerintah
2.
Kemitraan yang saling
menguntungan: Pekerja/buruh dan pengusaha sebagai mitra yang saling tergantung
dan membutuhkan
3.
Hubungan fungsional
dan pembagian tugas
4.
Kekeluargaan
5.
Penciptaan ketenangan
berusaha dan ketentraman bekerja
6.
Peningkatan
produktivitas
7.
Peningkatan
kesejahteraan bersama
Guntur,Agus. 2010.”Jurnal Hubungan
Industrial(Industrial Relations)”. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#
diakses tanggal 17 June 2016 9:30 PM
Ed’s. 2011.”Manajement SDM Hubungan
Industrial http://epsmanajemensdm.blogspot.co.id/2011/07/hubungan-industrial-industrial-relation.html
diakses tanggal 17 June 2016 9:38 PM
Simanjuntak,Payaman. 2009.”Wikipedia
Hubungan Industrial”. https://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_industrial
diakses tanggal 17 June 2016 9:43 PM
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.