LANDASAN TEORI
Konsep Manajemen SDM, Manajemen
Strategi dan Manajemen SDM Strategis Kompleksitas eksternal dan internal
perusahaan secara perlahan namun pasti membuat peran dari manajemen strategis
menjadi sangat penting. Seperti yang telah diruaikan sebelumya bahwa posisi
manajemen strategi telah setara kepentingan dan urgensinya dengan manajemen-
manajemen lain yang sifatnya fungsional. Di bawah ini merupakan penjelasan dari
masing-masing praktik manajemen :
a) Manajemen Strategi
Manajemen strategi sendiri dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang berkenaan dengan penentuan arah masa
depan suatu organisasi dan pelaksanaan keputusan dalam rangka mencapai sasaran
jangka pendek dan jangka panjang organisatie (Teungku, 2009)
b) Manajemen Sumber Daya Manusia
Sedangkan manajemen sumber daya
manusia sendiri adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja
secara manusiawi, agar 9
potensi fisik dan psikis yang
dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi. Termasuk di
dalamnya adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk
menjalankan aspek orang atau SDM dari posisi seorang manajemen, meliputi
perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan dan penilaian.
(Teungku, 2009)
c) Manajemen Sumber Daya Manusia
Strategis
Melalui dua pengertian di atas
selanjutnya dapat dijabarkan bahwa manajemen sumber daya manusia strategis
adalah suatu pertalian antara manajemen sumber daya manusia dengan tujuan dan
sasaran strategis yang dimaksudkan agar dapat memperbaiki kinerja organisasi
dan mengembangkan budaya organisasi sehingga dapat mendorong dan membantu untuk
berkreasi, berinovasi dan lebih fleksibel (Teungku, 2009: 79).
Armstrong yang dikutip dalam Nickson (2007) mengungkapkan bahwa
“Performance management is about
getting better results from the organization, teams and individuals by
understanding and managing performance within an agreed framework of planned
goals, standards and competing requirements. It is a process for establishing
shared understanding about what is to be achieved, and an approach to managing
and developing people in a way which increases the probability that it will be
achieved in the short and long term. It is owned and driven by management. “
Dari pernyataan di atas dapat
dikatakan bahwa kinerja organisasi diperoleh dari pengelolaan berbagai tujuan,
sasaran dan pengembangan sumber daya manusia di dalamnya dalam rangka mencapai
tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang (Girfil, D , 2013).
1. Manajemen Talenta
Penting untuk memahami manajemen
talenta sebelum membahas mengenai manajemen kompetensi secara spesifik. Hal ini
disebabkan oleh letak manajemen kompetensi itu sendiri yang sesungguhnya
merupakan bagian awal dari praktik manajemen talenta. Dimana secara spesifik,
dapat dijelaskan bahwa ada alat-alat yang bisa dipergunakan untuk menciptakan
sistem manajemen talenta. Manajemen kompetensi berada pada langkah pertama dari
empat langkah yang ada untuk menghasilkan alat-alat tersebut. Langkah yang
pertama tersebut ialah mengembangkan alat dan skala asesmen. Langkah pertama
ini diawali dengan menyusun definisi kompetensi dan skala pengukurannya dan
diakhiri dengan mengaplikasikannya pada setiap pekerjaan (wajah,
2007)
Tahap I
Departemen Personalia (Periode 1970an –
1980an)
Pengelolaan sumber daya manusia pada era ini
menjadi tanggung jawab departemen personalia. Fungsi departemen ini ialah
merekrut, mempekerjakan, menggaji dan memastikan bahwa karyawan memiliki
manfaat yang diperlukan oleh organisasi.
Tahap II
Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik
(Periode 1980an – 1990an)
Konsep SDM strategik mulai muncul seiring
dengan disadarinya fungsi SDM yang semakin penting bagi organisasi. Dalam era
ini, fungsi dari kepala personalia bergeser menjadi Vice President Human
Resource (VP HR) yang perannya juga disadari lebih luas dan penting dalam
menjalankan dan mengeksekusi strategi bisnis. Sistem yang diterapkan menjadi
lebih terpadu dibandingkan di era sebelumnya.
Tahap III
Era Manajemen Talenta (saat ini)
Babak baru dalam manajemen SDM di dunia. Seiring
dengan munculnya istilah talent management yang pertama kali diperkenalkan oleh
McKinsey and Company berdasarkan pada studi yang mereka lakukan di tahun 1997.
Sumber : Faisal Afiff (2013) dalam
sbm.binus.ac.id
Dari tahun berikutnya talent
management pertama kali diperkenalkan kemudian menjadi sebuah buku yang ditulis
bersama oleh Ed Michaels, Helen Handfield – Jones, dan Beth Axelrod berjudul
serupa.
Dalam usaha mencapai keunggulan
yang langgeng, organisasi harus memiliki manajemen talenta yang proaktif dan
sistematis untuk melakukan aktivitas-aktivitas manajemen talenta tersebut (LBA
Consulting Group, 1990). Kesimpulan ini didasarkan oleh penelitian penting yang
dilakukan oleh LBA Consulting Group mengenai faktor-faktor dengan kontribusi
terbesar bagi penciptaan dan pemeliharaan keunggulan organisasi. Faktor- faktor
tersebut berisi tentang enam kondisi SDM yang harus dipenuhi. Enam kondisi ini
didapatkan melalui 25 tahun pengamatan terhadap berbagai organisasi yang
berhasil dan langgeng atau gagal kemudian mati. Enam kondisi tersebut adalah :
budaya berorientasi kinerja, rendahnya tingkat turn over karyawan, tingkat
kepuasan karyawan yang relatif tinggi, kaderisasi SDM yang berkualitas,
efektivitas investasi berupa balas jasa dan pengembangan SDM, dan proses
seleksi dan evaluasi kinerja karyawan berbasis kompetensi. Hal-hal tersebutlah
yang kemudian diteliti lebih lanjut dan dikembangkan menjadi suatu bagian dalam
suatu manajemen talenta dalam manajemen SDM strategi.
Definisi dan Konsep
Definisi dari manajemen talenta
salah satunya diuraikan sebagai berikut:
“Identifikasi pengembangan dan
manajemen portofolio talenta – yaitu jumlah, tipe, dan kualitas para karyawan
yang akan mencapai sasaran operasional strategis perusahaan secara efektif. Fokusnya
adalah pada pentingnya melakukan identifikasi pada portofolio talenta yang
optimal, dengan menghitung dampak investasi pada kemampuan perusahaan untuk
mencapai sasaran strategik dan operasional yang sesuai atau melebihi dari yang
diharapkan.” (Teungku, 2004)
Melalui penelitian yang dilakukan
LBA Consulting tersebut ditemukan bahwa ada tiga hal yang secara sengaja
ataupun intuitif menjadi fokus bagi perusahaan yang berhasil yang kemudian
dikembangkan menjadi konsep dasar bagi suatu manajemen talenta. Tiga hal
tersebut ialah :
dentifikasi, seleksi,
mengembangkan dan mempertahankan superkeeper.
Identifikasi dan pengembangan
karyawan berkualitas tinggi sebagai kader pengganti pada posisi kunci saat ini
dan yang akan datang.
Klasifikasi dan investasi tiap
karyawan berdasarkan realisasi kinerja dan/atau potensi kontribusinya.
Manfaat dan Urgensi Manajemen
Talenta
Dalam manajemen talenta, hal
terpenting adalah pengembangan karyawan bertalenta (CIPD, 2006 dalam Yahya,
2009). Di samping itu, dengan kinerja dan potensi yang unggul para karyawan
bertalenta di tiap perusahaan memiliki daya tawar yang tinggi. Diiringi
kesempatan-kesempatan serta media bagi para superkeeper (karyawan berkinerja
unggul yang populasinya berkisar 3-5% dari seluruh karyawan di organisasi)
tersebut mencari kerja di tempat lain ketika masih berada dalam suatu
perusahaan menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi para manajemen untuk mampu
proaktif menciptakan kondisi yang kondusif dalam rangka mempertahankan karyawan
kuncinya. Superkeeper dirasa begitu pentingnya selain karena kinerjanya yang
unggul juga karena kemampuan mereka untuk menjadi role model bagi kelompok
karyawan lainnya. Hal ini memberi energi bagi perusahaan untuk secara
berkesinambungan melakukan perbaikan dan mendorong tiga kelompok lainnya mampu
meningkatkan kinerja mereka. Sehingga 42% perusahaan (menurut laporan dari
Tower Perrin) memiliki program khusus untuk mempertahankan para karyawan
unggulnya (superkeeper). Riset dari Boston Consulting Group (2008) dengan judul
“Creating People Advantage – How to Address HR Challenges Worlwide through
2015” juga memperkuat hal ini dengan menyimpulkan hal- hal di bawah ini dari
riset yang dilakukannya. Yang juga memperlihatkan betapa manajemen talenta
dirasa semakin penting. Hal-hal tersebut ialah:
1. Karyawan bertalenta dan
kepempinan akan menjadi sumber daya yang semakin langka
2. Usia angkatan kerja secara
rata-rata akan semakin tua, dan kini orang berkecenderungan untuk memiliki
sedikit anak
3. Perusahaan-perusahaan akan
bergerak menjadi organisasi global
4. Kebutuhan emosional karyawan
akan semakin penting dari sebelumnya.
Riset dari McKinsey (2001) juga
mengungkapkan data menarik lainnya berkaitan dengan manajemen talenta, yaitu:
1) Pertumbuhan perusahaan
terbatas karena tidak cukupnya
karyawan bertalenta yang tepat.
2) Perusahaan berkekurangan
pemimpin yang bertalenta.
3) Dalam lima tahun, rata-rata
perusahaan akan kehilangan 30%
dari staf eksekutifnya.
4) Tingkat kesalahan tinggi
(40%-50%) ketika karyawan
eksekutif dibajak dari luar
perusahaan.
5) Dua per tiga karyawan memiliki
tingkat kepercayaan yang
rendah sampai menengah akan
pemimpin puncak mereka, tiga per empat di antara eksekutif mereka juga berkata
yang sama.
6) Hanya satu persen perusahaan
yang menyatakan suksesi dalam perusahaan mereka sangat baik, sementara dua
pertiga di antaranya menyatakan buruk atau biasa saja.
Dari keseluruhan data dan hasil
riset di atas telah
menjelaskan bagaimana praktik
manajemen talenta menjadi sangat penting dewasa ini.
Manajemen Kompetensi
Testing for Competence Rather
than Intelligence. Artikel tulisan David McClelland tahun 1973 ini menggegerkan
dunia dan merupakan gerakan kompetensi pertama dalam psikologi industrial yang
mengawali konsep kompetensi hingga yang saat ini kita temukan. Beberapa tahun
terakhir, istilah kompetensi menjadi marak diperbincangkan di kalangan praktisi
manajemen SDM. Namun, kita tahu bahwa konsep kompetensi itu sendiri
sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Dimana sebelum artikel David McClelland
diluncurkan, dalam psikologi organisasi industri Amerika telah memiliki konsep
kompetensi ini mulai dari akhir tahun 1960an yang awalnya dilakukan penelitian
oleh banyak ahli untuk memahami keberhasilan sebagian orang dibandingkan dengan
yang lainnya (Rivai&Sagala, 2009). SDM berbasis kompetensi ini adalah
konsep manajemen yang bertujuan utama untuk dapat memberikan hasil yang sesuai
dengan tujuan dan saran organisasi dengan standar kinerja
yang telah ditetapkan.
Perkembangan pesat manajemen kompetensi diperkuat pula dengan berdirinya The
Management Charter Initiative (MCI) di Inggris pada tahun 1980-an (Palan, R ,
2008). Perkembangan mengenai konsep dan praktik manajemen kompetensi kian
marak, namun yang tercatat oleh sejarah adalah bahwa konsep kompetensi dalam
pekerjaan pertama kali diperkenalkan oleh Spencer dan Spencer (1993) melalui
buku yang berjudul “Competency at Work” (Alenzo, Jack , 2013)
Definisi Kompetensi
McClelland (1973) mendefinisikan
kompetensi sebagai karakteristik sebagai:
“Karakteristik yang mendasar yang
dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan
kinerja yang sangat baik.” Definisi kompetensi McClelland ini disempurnakan
oleh R. Palan sebagai: “Karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri,
nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja
unggul (superior performer) di tempat kerja.”
Rivai dan Sagala (2009) sendiri
juga merumuskan definisi kompetensi dengan pernyataan serupa yang berbunyi:
“Kompetensi sebagai karakteristik
dasar individu yang berhubungan dengan unjuk kerja (kinerja) yang efektif atau
kompetensi terbaik (superior) yang beragam dan berbeda dengan pengunjuk kerja
lain yang tingkat kompetensinya rata-rata.
Ada begitu beragam definisi
mengenai kompetensi itu sendiri yang disebabkan oleh beragamnya pula
faktor-faktor yang mendasari perumusan definisi itu sendiri. Namun dalam buku
berjudul Competency Management (Palan, R., 2008) dinyatakan bahwa definisi yang
layak diterima adalah :
“Kompetensi sebagai karakteristik
dasar seseorang yang memiliki hubungan kausal dengan kriteria referensi
efektivitas dan/atau keunggulan dalam pekerjaan atau situasi tertentu”
Penjelasan yang mendasari
kesimpulan tersebut adalah adanya penelitian tindak lanjut bahwa setelah
memiliki rumusan masalah bahwa kecerdasan tidak dapat memprediksi keberhasilan
di pekerjaan/kehidupan ditambah pula dengan adanya bias oleh faktor-fatktor
seperti ekonomi, sosial, atau ras yang dikemukakan oleh McClelland, ia kemudian
mencari metode penelitian untuk mengidentifikasi variabel kompetensi yang
sungguh mampu memprediksi kinerja karyawan. Kemudian digunakanlah sampel
kriteria. Sampel kriteria adalah metode yang membandingkan antara orang sukses
dengan orang yang kurang sukses. Perbandingan ini bertujuan mengidentifikasi
karakteristik yang berkaitan dengan kesuksesan. Serangkaian karakteristik atau
kompetensi ini, muncul dan dipertunjukan secara konsisten mengarah pada
kesuksesan hasil kerja.
Karakteristik Kompetensi
Kompetensi dalam definisinya
terdapat istilah karakteristik dasar. Kompetensi itu sendiri merupakan karakter
dasar yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, dimana hal-hal
tersebut berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk
waktu yang lama. Di bawah ini merupakan lima jenis karakteristik kompetensi
(Palan, R, 2008):
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merujuk pada
informasi dan hasil pembelajaran. Contoh: pengetahuan ahli bedah mengenai
anatomi manusia.
Keahlian (skill)
Keahlian merujuk pada kemampuan
melakukan suatu kegiatan. Contoh: keahlian progammer dalam menggunakan suatu
software dalam pekerjaannya sehari-hari.
Konsep diri (self concept) dan
nilai-nilai (values)
Konsep diri dan nilai-nilai
merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang. Contoh: kepercayaan
diri ahli bedah untuk melaksanakan operasi yang sulit.
Karakteristik pribadi (traits)
Karakteristik pribadi merujuk
pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi.
Contoh: 20
karakteristik pribadi yang
diperlukan bagi seorang ahli bedah adalah penglihatan yang baik, pengendalian
diri dan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan.
e) Motif (motives)
Motif merupakan emosi, hasrat,
kebutuhan psikologis, atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Contoh:
ahli bedah dengan orientasi antarpribadi yang tinggi mengambil tanggung jawab
pribadi untuk bekerja sama dengan anggota lain dalam tim operasi.
Lima jenis karakteristik ini
dideskripsikan menggunakan model iceberg. Dimana kompetensi-kompetensi yang
terlihat mencakup pengatahuan dan keahlian, serta kompetensi yang tak terlihat
(tersembunyi) mencakup nilai- nilai dan konsep diri, karakteristik pribadi dan
motif.
Model iceberg seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya memiliki implikasi pada manajemen SDM, yaitu kompetensi
dibedakan berdasarkan pada tingkat bagaimana kompetensi tersebut dapat
diajarkan.
Karakteristik pribadi, motif
Konsep diri, perilaku, nilai Keahlian, pengetahuan Karakteristik Kompetensi
berdasarkan Tingkat Pengajarannya Dalam lingkaran paling luar ialah keahlian
dan pengetahuan. Keduanya dikelompokan dalam kompetensi di permukaan karena
biasanya mudah dikembangkan dan tidak memerlukan biaya pelatihan yang besar
untuk dapat menguasainya. Sedangkan konsep diri, perilaku dan nilai adalah
kompetensi yang tersembunyi, sehingga lebih sulit dikembangkan dan dinilai.
Kompetensi paling tersembunyi yaitu karakteristik pribadi dan motif memang
masih dapat diubah, namun prosesnya akan panjang, sulit dan mahal. Saran bagi
perusahaan adalah melakukan proses seleksi karakter bagi kompetensi
karakteristik pribadi dan motif karena akan menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Jenis Kompetensi
Klasifikasi kompetensi yang
dibuat oleh SMR (Specialist Management Resources) ini menjelaskan secara lebih
rinci mengenai kompetensi yang berdasar pada definisi yang telah dibuat
sebelumnya. Sebelum mengarah pada klasifikasinya perlu diketahui terlebih
dahulu bahwa kompetensi dapat digolongkan pada tiga tingkatan kompetensi sesuai
berbagai level pada organisasi. Tingkatannya mulai dari yang cakupannya paling
luas adalah level organisasi, level posisi, hingga paling spesifik yaitu level
perorangan. Dengan demikian berikut ini adalah jenis-jenis kompetensinya:
1) Kompetensi Inti :
Kompetensi inti adalah kompetensi
yang dimiliki perusahaan, yang mencakup sekumpulan keahlian dan teknologi yang
secara kolektif memberi keunggulan bersaing bagi perusahaan tersebut. Jadi,
kompetensi inti ini bersifat umum dan berada pada level organisasi. Hal ini
berdasarkan definisi dari Hamel dan Prahalad (dalam Palan, R , 2008) bahwa
kompetensi inti merupakan sekumpulan keahlian dan teknologi yang memungkinkan
sebuah perusahaan untuk menghasilkan nilai yang jauh lebih tinggi bagi
pelanggan. Latar belakang dan karya-karya Hamel dan Prahalad didominasi oleh
bidang strategi perusahaan, sehingga ide mereka adalah kompetensi seharusnya
bermula dengan mendefinisikan visi, strategi dan sasaran organisasi.
2) Kompetensi Fungsional :
Kompetensi fungsional
mendeskripsikan mengenai kegiatan kerja dan outputnya, seperti pengetahuan dan
keahlian yang diperlukan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Dengan ini dapat
dilihat bahwa kompetensi fungsional berada pada level posisi.
3) Kompetensi Perilaku :
Kompetensi perilaku adalah
karakteristik dasar yang diperlukan untuk melakukan sebuah pekerjaan, dan
kompetensi ini berada pada level individu (perorangan).
4) Kompetensi Peran :
Kompetensi peran merujuk pada
peran yang harus dijalankan oleh seseorang dalam sebuah tim. Kompetensi ini
berada pada level posisi.
Dalam implikasinya, manajemen
kompetensi memiliki tiga pendekatan utama, yaitu :
1) Akuisisi kompetensi yang
merupakan upaya organisasi secara sengaja dan terencana dalam rangka
mendapatkan kompetensi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan ekspansi
perusahaan.
2) Pengembangan kompetensi yaitu
dengan meningkatkan level kompetensi karyawan yang sudah ada. Peningkatan
dengan cara membuat program-program pengembangan berkelanjutan.
3) Penyebaran kompetensi dengan
menempatkan karyawan di berbagai posisi dalam organisasi yang paling cocok
dengan kompetensinya.
Model Kompetensi
Model kompetensi merupakan
panduan bersama yang menggambarkan arsitektur kompetensi yang diperlukan untuk
mencapai keberhasilan bisnis (Berger dan Berger, 2007) Lain kata dengan Berger
dan Berger, secara lebih sederhana R Palan mengemukakan model sebagai
penjelasan atau analogi untuk membantu kita memahami sesuatu yang kompleks.
Penerapan dari model kompetensi dalam
sistem manajemen SDM saat ini telah menjadi kebutuhan yang tak terhidarkan. Hal
ini berdasar kenyataan bahwa dengan penerapan model-model kompetensi ini akan
dapat memberikan nilai tambah dibandingkan tanpa aplikasi model kompetensi ini
(Rivai&Sagala, 2009). Agar menjadi kompetitif penerapan model yang telah
direncanakan harus selaras dengan visi, misi, tujuan, nilai, dan sasaran
perusahaan (Hamel dan Prahalad dalam Palan,R , 2008). Sebagai tambahan poin
dari Rivai dan Sagala mengapa organisasi perlu menggunakan model kompetensi
secara lebih teknis disampaikan oleh R. Palan (2008) yang menyatakan bahwa
umumnya organisasi membuat suatu model kompetensi untuk tujuan-tujuan sebagai
berikut:
Menyediakan sarana untuk
menerapkan konsep kompetensi sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Memahami variabel-variabel
penentu kinerja dan korelasi di antara variabel tersebut.
Menyebarkan kompetensi secara
tepat di sebuah organisasi
Yayasan Bambini Pelita Bangsa
adalah lembaga pendidikan anak prasekolah dan pendidikan dasar. Untuk dapat
menampakan pelayanan yang bercorak pluralistik dan berwawasan ke depan, maka
dibentuklah Bambini Montessori dan Jogjakarta Montessori School sebagai sarana
pelaksanaan pelayanan terhadap anak didik dan pengembangan pengetahuan di
bidang pendidikan dasar.
Yayasan Bambini Pelita Bangsa
merupakan institusi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan finansial/ materiil
belaka, tetapi juga peduli kepada mereka yang miskin. Senantiasa menjunjung
tinggi martabat manusia dan nilai-nilai manusiawi, serta senantiasa
mengupayakan kesejahteraan dan pengembangan bagi semua orang yang berkarya
bersamanya. Dengan diilhami semangat DR. Maria Montessori, Yayasan Bambini
Pelita Bangsa merasa terpanggil untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk
pelayanan pendidikan secara utuh, tanpa membeda- bedakan suku/bangsa, agama,
jenis kelamin, dan status sosial ekonomi, dalam rangka ikut berperan dalam
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dengan menyelenggarakan pelayanan
pendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Tengku (2012). Manajemen
Talenta dan Pelatihan Keberagaman SDM
Perusahaan.http://amirtengku.wordpress.com/2012/06/11/manajemen-talenta-dan-pelatihan-keberagaman-sdm-perusahaan/.(Diunduh
pada tanggal 8 januari 2017).
Designrum, D. R. (2012). Artikel
Dipublikasin di Proceeding. http://dinieratridesiningrum.blogspot.com/2012/02/artikel-dipublikasikan-di-proceeding.html.
(Diunduh pada tanggal 7 Januari 2017)
Griffin, R. W. 2002. Manajemen
Jilid 1- Edisi 7. Jakarta : Erlangga
Wajah, Rona.(2010). Sistem
manajemen talenta. http://ronawajah.wordpress.com/2010/12/2016/
sistem-manajemen-talenta-2/.(Diunduh pada tanggal 7 Januari 2017)
Yahya, H. S. (2009). Tinjauan
Terhadap Sistem dan Praktek Implementasi Pengembangan Eksekutif
Bertalenta-Studi Kasus pada jepang Direktur PT. X. Jurnal FE UI.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.