BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Hubungan industrial merupakan suatu
system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan
jasa yang terdiri unsure pengusaha, pekerja/ buruh, dan pemerintag yang
didasari nilai-nilai pancasila dan UUD Negara RI. Dalam pelaksanaan hubungan
industrial, pemerintag, pekerja/buruh atau serikat pekerja buruh serta
penngusaha atau organisasi pengusaha mempunyai fungsi dan peran masing-masing
yang sudah digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang
pengertian hubungan industrial prinsip-prinsip industrial. Dengan adanya
hubungan industrial dalam suatu perusaaan, maka akan dapat meningkatkan
produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan pengusaha sehingga perusahaan
dapat berjalan terus. Selain itu juga latar belakang penulismakalah ini adalah
sebagaimana tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian akan digabungkan
dengan berbagai materi.
2. RUMUSAN MASALAH
1. pengertian hubungan
industrial?
2. Pokok pokok pikiran dan
pandangan industrial pancasila?
3. Bagaimana cara Pelaksaan hubungan industrial pancasila?
4. Bagaimana masalah khusus yang
harus dupecahkan dalam hubungan industrial?
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN HUBUNGA INDUSTRIAL
Hubungan Industrial Pancasila
adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa
(pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan
manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945
yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional
Indonesia.
2. TUJUAN
Tujuan hubungan industrial
pancasila adalah :
v
Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia
yaitu masyarakat adil dan makmur.
v
Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
v
Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenangan usaha.
v
Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
v
Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan
martabatnya manusia.
3. LANDASAN
v
Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila
dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN
serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah.
v
Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan
stabilitas nasional.
A. POKOK-POKOK PIKIRAN DAN
PANDANGAN INDUSTRIAL PANCASILA
1. Pokok-pokok Pikiran
a. Keseluruhan sila-sila dari pada
pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
b. Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan
karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis
kelamin.
c. Menghilangkan perbedaan dan
mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan
melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Asas-asas untuk mencapai
tujuan
a. Asas-asas pembangunan nasional yang
tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan,
demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan.
b. Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha
merupakan mitra dalam proses produksi.
3. Sikap mental dan sikap social
Sikap social adalah
kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial
pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh
yang kuat terhadap yang lemah.
B . Pelaksaan hubungan industrial
pancasila
1. Lembaga kerjasama Bipartit dan
Tripartit
Ø
Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi
antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar.
Ø
Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi,
konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut.
2. Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB)
Ø
Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses
musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama.
Ø
Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila
perlu mendapat perhatian.
Ø
Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki
suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial
pancasila.
3. Kelembagaan penyelesaian
perselisihan industrial
Ø
Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu
ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas
personilnya.
Ø
Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase
P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan
cepat, adil, terarah dan murah.
4. Peraturan perundangan
ketenagakerjaan
Ø
Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap
pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya
masing-masing.
Ø
Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah
hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan
perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial
pancasila.
5. Pendidikan hubungan industrial
Ø
Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat,
maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui
pendidikan.
Ø
Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini
perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga
aparat pemerintah.
v
Beberapa masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial
pancasila
1. Masalah pengupahan Apabila
didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan
dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan
produktivitas kerja.
2. Pemogokan Pemogokan akan dapat
merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur
penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara
filosofis harus dihindari.
BAB III
HUBUNGAN INDUSTRIAL
1. Hubungan Industrial
Hubungan industrial sebenarnya
merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan
literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan
labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap
bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara
kerja/buruh dan pengusaha .
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan
Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian
HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi
barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang
di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu
sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan
pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila,
artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus
mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka
16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa
pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para
perilaku dalam proses produksi
barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Landasan Hubungan Industrial
Landasan hubungan industrial terdiri atas :
a. Landasan idil ialah
pancasila
b. Landasan konsitusional ialah
undang-undang dasar 1945
c. Landasan opersainal GBHN yang
ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah
3. Tujuan Hubungan Industrial
Berdasarkan hasil seminar HIP
tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban
cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan
produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat
manusia. Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang
terkait dalam hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan
hubungan industrial dengan baik.
4. Ciri-ciri Hubungan Industrial
a) Mengakui dan menyakini bahwa
bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian
manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
b) Menganggap pekerja bukan hanya
sekedar faktor produksi belaka melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala
harkat dan martabatnya.
c) Melihat antara pekerja dan
pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang bertentangan, melainkan mempunyai
kepentingan yang sama untuk kemajuan perusahaan.
d) Setiap perbedaan pendapat
antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan.
e) Adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan.
5. Sarana Hubungan Hubungan
Industrial
a. Serikat pekrja/serikat buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerja sama
bipartit
d. Lembaga kerja sama
Tripartit
e. Peraturan Perusahaan
f. Perjanian kerja bersama
g. Peraturan perundangan-undangan
ketenagakerjaan dan
h. Lebaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
6. Kesepakatan Kerja Bersama
Menurut pasal 1 angka 20
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah
peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat
kerja dan tata cara perusahaan.
Sedangkan perjanjian kerja
bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21
Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja
Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2)
ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat
pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha,
perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat
syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak
istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB),
seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif
(PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO);
b. Persetujuan Perburuhan
Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama
(PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB).
Semua istilah tersebut di atas
pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah perjanjian perburuhan sebagaimana
tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana
undang-undang ini sudah tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13
tahun 2003).
7. Hubungan Bipartit dan
Tripartit
Hubungan bifartit dan tri patit
Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha
dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa
Kaputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata
Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan
Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha,
serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah
Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama
Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata
cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak
pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara
lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh
diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor
SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya
musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh.
8. Tata Cara Menyusun Kesepakatan
Kerja Bersama
Dalam Organisasi Seperti lazimnya
perjanjian, pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada
ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah:
1. Pembuatan peraturan perusahaan
:
a. wajib bagi perusahaan yang
memperkerjakan minimal sepuluh orang pekerja/buruh.
b. kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi
perusahaan yang sudah memiliki perjanjian kerja sama.
c. memperhatikan saran dan pertimbangan
dari wakil pekerja/buruh, atau serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga
berkonsultasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
d. materi yang diatur adalah syarat kerja
yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan dan rincian pelaksanaan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
e. sekurang-kurangnya memuat:
hak dan kewajiban pengusaha;
hak dan kewajiban pekera/buruh;
syarat pekerja;
tata tertib perusahaan ; dan
jangka waktu berlakunya peraturan
perusahaan.
f. pembuatnya dilarang:
menggantikan perjanjian kerja
bersama yang sudah ada sebelumnya;
bertentangan denganperaturan
perundang-undangan yang berlaku.
g. Pembuatan peraturan perusahaan tidak
dapat diperselisihkan karena merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
h. wajib mengjajukan pengesahan kepada
menteri atau pejabat yang ditunjuk (yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
i. wajib memberitahukan dan menjelaskan
isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada
pekerja/buruh.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan Industrial adalah
keseluruhan hubungan kerja sama antara semua pihak yang tersebut dalam proses
produksi disuatu perusahaan. Ada beberapa landasan dalam Hubungan Industrial
Pancasila yang harus diperhatikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dan menurut Undang-undang Nomor
13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja
dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja juga memiliki jenis dan
asas-asas.
DAFTAR PUSTAKA
F.X. Djulmiaji. 2008. Perjanjian
Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika
Imam Soepomo. 1999. Pengantar
Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan
Sendjun Manullang. 2001.
Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta : PT Rineka
Tunggal. Iman Sjahputra. 2009.
Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan . Jakarta : Harvarindo
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.