HUBUNGAN INDUSTRIAL
Hubungan
industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan ( stake
holders) atau pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan
jasa pada suatu perusahaan. Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan
kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan
hak dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat
perorangan. Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara
lain memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan,
jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab,
uraian tugas, dan penempatan kerja.
Hubungan
industri melibatkan sejumlah konsep, seperti
konsep keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme
dan kolektivitas, hak dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan. Di
tingkat perusahaan, pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama dalam
kegiatan hubungan industrial yang mempunyai hak yang sama dan sah untuk
melindungi hal-hal yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masin. Di satu
sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan
hidup pekerja dan kemajuan perusahan, tetapi di sisi lain hubungan antar
keduanya juga mempunyai potensi konflik.
PENDEKATAN STUDI HUBUNGAN INDUSTRIAL
Deery et al. (1998) membagi tiga pendekatan dalam studi hubungan
industrial, yaitu unitary, pluralist,
dan radical.
1.
Pendekatan
Keseragaman atau Kesatuan (Unitary
Approach)
Pendekatan keseragaman mengasumsikan bahwa setiap
organisasi merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan sasaran atau tujuan
yang sama. Hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-operation) dan terdapat keserasian dalam keinginan antara
pengusaha dan karyawan. Dalam pendekatan keseragaman ini tidak ada konflik
mendasar antara pemilik modal dan pemasok tenaga kerja. Konflik industrial yang
terjadi bersifat temporer biasanya disebabkan oleh masalah komunikasi dan
manajemen yang buruk atau adanya perilaku menyimpang. Serikat pekerja dianggap
sebagai pihak pengacau yang mempunyai struktur seragam dan kerjasama dalam
organisasi yang dipertimbangkan sebagai pesaing oleh manajemen dalam mengelola
karyawan.
Pandangan keseragaman ini berorientasi pada manajerial dengan
adanya kewenangan tunggal dan berfokus pada loyalitas. Dalam strategi
manajerial pandangan keseragaman menekankan pada keinginannya membangun
komitmen, memperbaiki komunikasi, dan dalam beberapa kasus menggunakan gaya
kepemimpinan demokratik dan sistem partisipasi karyawan di tempat kerja.
Hal ini mendorong timbulnya tiga aliran dalam manajemen,
yaitu manajemen ilmiah (scientific
management), hubungan antar karyawan (human
relations) dan pandangan baru dalam hubungan antar karyawan (neo-human relations).
a. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)
Frederick W. Taylor adalah tokoh dalam manajemen ilmiah
yang merumuskan teori perilaku industrial. Prinsip yang dikembangkannya adalah
menciptakan iklim industrial melalui hubungan kemitraan (partnership) antara modal dan karyawan sehingga tercapai
peningkatan efisiensi organisasi. Taylor menyatakan bahwa manajemen harus
mempelajari pekerjaan yang harus dilakukan agar didapatkan satu cara terbaik
dalam mengerjakan tugas. Taylor juga menyatakan bahwa dengan mengoptimalkan
efisiensi produk setiap karyawan, penghasilan maksimum karyawan dan pengusaha
akan tercapai. Menurut Taylor, dengan desain pekerjaan dan kompensasi yang
tepat, dapat mengurangi sumber konflik.
b.
Hubungan
Antarkaryawan (Human Relations)
Aliran ini merupakan isu awal dalam
psikologi industri yang berfokus pada individu. Para ahli teori hubungan
antarkaryawan kurang tertarik dengan struktur insentif ekonomi, namun lebih
tertarik pada penciptaan kepuasan dalam hubungan sosial dalam kelompok kerja. Karyawan
yang puas akan memiliki kinerja yang tinggi dan mau bekerjasama. Karyawan
memang harus diperlakukan sebagai manusia, sedangkan manajer harus menyadari
keinginan karyawan untuk dipahami perasaan dan emosinya dan berusaha
menciptakan rasa memiliki dan identifikasi personal dalam organisasi.
Satu kritik terhadap pendapat Taylor
adalah menolak serikat pekerja (anti
union) dengan menggunakan berbagai teknik, yaitu
1.
Studi
waktu dan gerak (time and motion study)
2.
Peralatan
dan prosedur standar
3.
Modifikasi
perilaku organisasional
4.
Pemberian
bonus berupa uang
5.
Pekerjaan
individual, yang ditunjukkan dengan adanya fenomena social loafing (yaitu fenomena penurunan produktivitas bila anggota
kelompok ditambah)
6.
Tanggungjawab manajemen untuk
mengadakan pelatihan
7.
Penggunaan jam kerja yang lebih
pendek
c. Pandangan Baru dalam Hubungan
Antarkaryawan (Neo-human relations)
Tokoh dalam pandangan baru antara lain McGregor, Likert,
dan Herzberg yang memandang bahwa cara untuk memahami perilaku di tempat kerja
adalah menemukan kebutuhan individu (atau egoistik) karyawan, bukan kebutuhan
sosial.
Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya
kepuasan karyawan. Karakteristik pekerjaan seperti menarik, menantang, dan
kesempatan memiliki tanggungjawab dan arahan diri (self-direction) merupakan motivator yang sesungguhnya. Program
seperti perluasan pekerjaan (job
enlargement) dan pengayaan pekerjaan telah menggantikan kebutuhan sosial.
McGregor menyatakan bahwa bila organisasi akan
meningkatkan kebutuhan karyawan melalui perubahan dalam struktur pengambilan
keputusan organisasional, maka langkah yang tepat untuk dilakukan adalah
mencapai kesamaan sasaran individu dengan sasaran organisasi. Frederich
Herzberg berpendapat bahwa karyawan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yakni
faktor ekstrinsik atau faktor yang tidak memuaskan (hygiene factors) dan faktor intrinsik atau faktor yang dapat
memuaskan (motivator factors).
Pemberian upah, kondisi kerja yang menyenangkan,
peraturan perusahaan antara lain merupakan faktor ekstrinsik yang apabila tidak
dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan penghargaan, prestasi,
tanggung jawab, pengembangan merupakan faktor intrinsik yang apabila terpenuhi
dapat memuaskan karyawan.
Pendekatan dalam pandangan baru ini lebih baik daripada
pendekatan sebelumnya dalam analisis keperilakuan. Hal terpenting dalam
analisis keperilakuan ini adalah memperbaiki hubungan antarkaryawan di tempat
kerja. Sumber konflik ditemukan dalam organisasi dan menemukan perubahan dengan
menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat dihindari dengan
menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang mendukung, dan
hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan memuaskan dan mendapatkan
hasil. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan tingkat upah yang tinggi
merupakan faktor ekstrinsik yang dapat menghindari ketidakpuasan. Sementara
itu, pengayaan pekerjaan (job enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan (job rotation) merupakan metode yang
penting dalam mengurangi kebosanan dan pengulangan dalam proses produksi.
2.
Pendekatan
Keragaman (Pluralist Approach)
Berbeda dengan pendekatan keseragaman yang memiliki satu
sumber kekuasaan yang memiliki legitimasi, pendekatan keragaman memungkinkan
terjadinya perbedaan kelompok peminatan dan berbagai bentuk loyalitas. Kerangka
kerja keragaman menyatakan bahwa karyawan dalam organisasi yang berbeda dapat
memiliki minat yang sama. Dengan menciptakan hubungan horizontal dengan kelompok di luar organisasi dapat mengembangkan loyalitas
dan komitmen terhadap pemimpin daripada pengelolaan organisasinya.
Pendekatan keragaman memusatkan perhatian pada peraturan,
regulasi, dan proses yang dapat memberikan kontribusi pada kepentingan
organisasi dan menjamin bahwa perbedaan kepentingan secara efektif akan
mempertahankan keseimbangan sistem. Pendekatan ini menekankan pada stabilitas
sosial, sehingga hubungan industrial dipandang sebagai satu set aturan yang
menekankan pada aspek hubungan antara pengusaha dengan karyawan dan hubungan antara
manajemen dan serikat pekerja, sehingga konflik dalam mengendalikan pasar
tenaga kerja dan proses yang terjadi merupakan manifestasi kepentingan sang
bersifat terus-menerus.
3.
Pandangan
Radikal (Radical Approach)
Pandangan ini mengenal konflik
fundamental dan melekat pada konflik kepentingan antara karyawan dan pengusaha
di tempat kerja. Tempat kerja merupakan suatu tempat terjadinya konflik dengan
adanya konflik kepentingan yang radikal yang mendasari adanya hubungan
industrial. Tidak seperti dalam pendekatan keragaman, pendekatan radikal
memandang hubungan industrial sebagai totalitas hubungan sosial dalam produksi.
Pendekatan radikal memandang ketidakseimbangan kekuasaan dalam masyarakat dan
di tempat kerja sebagai inti hubungan industrial.
Dari
pengertian di atas, berikut ini adalah beberapa bentuk perselisihan di dalam
hubungan industrial.
a.
Perselisihan
Hak.
Perselisihan
yang timbul akibat tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan Perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang melandasi hak yang
disengketakan.
b. Perselisihan Kepentingan atau belangen geschi
Perselisihan
yang terjadi karena ketidaksesuaian paham/pendapat dalam perubahan
syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan yang ditetapkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
c.
Perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja.
Perselisihan
yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (Pasal 1 angka 4
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Perselisihan mengenai PHK selama ini paling
banyak terjadi karena tindakan PHK yang dilakukan oleh satu pihak dan pihak
lain tidak dapat menerimanya.
d.
Perselisihan
Antarserikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan.
Perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain
dalam satu perusahaan. Perselisihan tersebut terjadi karena tidak adanya
kesepahaman mengenai keanggotaan pelaksanaan hak dan kewajiban serikat pekerja
(Pasal 1 angka 5 UU Nomor 2 Tahun 2004).
Hubungan Industrial selalu bersifat
kolektif dan meliputi kepentingan luas. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuannya sarana Hubungan Industrial juga bersifat kolektif. Sarana utama
hubungan industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pada tingkat
perusahaan ialah serikat pekerja/serikat buruh, Kesepakatan Kerja
Bersama/Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama
bipartit, pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.
Kedua, sarana yang bersifat makro, yaitu serikat pekerja/serikat buruh,
organisasi pengusaha, lembaga kerjasama tripartit, peraturan
perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial, dan pengenalan
Hubungan Industrial bagi masyarakat luas.
Ada 9 (sembilan) permasalahan yang
sering timbul dan memicu konflik didalam perusahaan antara pekerja dan pengusaha,
kesembilan itu adalah :
1.
Solidaritas
terhadap sesama pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang adil oleh
perusahaan;
2.
Perbedaan
persepsi tentang perundangan dan peraturan pemerintah;
3.
Menuntut
kepala personalia yang dinilai bersikap keras terhadap pekerja/buruh dan
berpihak pada perusahaan dan diminta agar mundur.
4.
Perubahan
manajemen perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan
kesejahteraan pekerja;
5.
Menuntut
adanya transparansi perusahaan (terutama berkaitan dengan keuntungan perusahaan
yang mungkin dapat menjadi bagian pekerja/buruh dalam bentuk upah yang lebih
tinggi atau peningkatan kesejahteraan);
6.
Pelaksanaan
peraturan uang pesangon; perusahaan dianggap tidak terbuka tentang keuntungan
perusahaan;
7.
Kecurigaan
mengenai adanya penyalahgunaan dana Jamsostek;
8.
Ketidaksabaran
pekerja dalam menunggu hasil perundingan; atau
9.
Tuntutan-tuntutan
baru lainnya yang muncul seiring dengan meningkatnya pengetahuan pekerja
tentang hak-hak mereka setelah SP-TP terbentuk di tempat kerja mereka.
Selain itu ada norma-norma dalam
Hubungan Industrial, yaitu :
1.
Makro
minimal, adalah
ketentuan normatif yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pekerja dan
pengusaha, makro minimal ini adalah undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan
pemerintah dan turunannya.
2.
Makro
kondisional,
adalah perjanjian/peraturan antara organisasi dan karyawan yang mengatur hubungan
kerja.
Dengan kedua jenis makro diatas,
jelaslah bahwa norma ini diberlakukan dalam kaitan Hubungan Industrial dengan
melihat tempat dan waktu serta mekanisme atau sistem yang ada dan terjadinya
proses dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi didalam perusahaan.
2011.
Blogger: Hubungan Industrial http://epsmanajemensdm.blogspot.co.id/2011/07/hubungan-industrial-industrial-relation.html
di akses pada tanggal 14 Juni 2016
Hari.
2013. Blogspot: Hubungan Industrial http://raidenmas.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-industrial.html
di akses pada tanggal 14 Juni 2016
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.