A. Pendahuluan
Perkembangan dunia usaha dipengaruhi
oleh sumber daya manusia sebagai pekerja yang ada dalam perusahaan untuk
melancarkan aktivitas operasional dan produksinya. Perusahaan perlu merekrut,
memelihara dan mempertahankan para pekerjanya demi kelancaran usahanya
memperoleh laba.
Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut menyebabkan timbulnya suatu hubungan kerja yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi pekerja, manajemen, masyarakat dan pemerintah.
Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut menyebabkan timbulnya suatu hubungan kerja yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi pekerja, manajemen, masyarakat dan pemerintah.
Sistem hubungan yang terjadi antara
pihak-pihak yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam
proses produksi dinamakan hubungan industrial .Kelancaran usaha dalam proses
produksi tersebut terjadi apabila pihak-pihak dalam perusahaan berhasil
memelihara hubungan kerja pada lingkup industrial. Hubungan kerja dalam lingkup
industrial penting untuk dipelihara dalam mengelola pekerja yang memiliki
karakter, kemampuan dan motivasi yang berbeda dalam bekerja di perusahaan.
B. Definisi
Hubungan Industri (2)
Hubungan industrial merupakan hubungan antara para pelaku
dalam proses produksi barang atau jasa yang saling berkaitan, berinteraksi dan berkepentingan.
Serikat pekerja dan manajemen memiliki peranan penting dalam membina hubungan
industrial sebagai perwakilan pekerja dan pengusaha yang memiliki kepentingan
saling bertolak belakang. Terpeliharanya hubungan industrial di perusahaan
dapat dilihat melalui tahapan hubungan yang terjalin antara manajemen dan serikat
pekerja, kesejahteraan yang berhasil diperjuangkan oleh serikat pekerja yang
diberikan oleh perusahaan dan intensitas jumlah aksi mogok kerja yang
mengindikasikan tidak harmonisnya hubungan industrial.Hubungan Manajemen dan
Serikat Pekerja.
C. Tahapan
Hubungan Antara Manajemen & Sarikat Pekerja (2)
Hubungan industrial dalam suatu perusahaan terlihat melalui
tahapan hubungan antara manajemen dan serikat pekerjanya. Menurut Rivai dan
Sagala (2010: 883) tahapan hubungan manajemen dan serikat pekerja dalam lingkup
industrial digolongkan pada lima tahap pertumbuhan, yaitu:
1.Tahap Konflik.
Tahap konflik merupakan tahap awal
berdirinya serikat pekerja yang ditentang oleh manajemen sehingga dapat
menimbulkan suasana konflik.
2.Tahap Pengakuan (Eksistensi)
Tahap pengakuan merupakan tahap
kehadiran serikat pekerja yang diakui oleh manajemen dengan sikap terpaksa akibat
tekanan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan.
3.Tahap Negosiasi
Tahap negosiasi merupakan tahap
kehadiran serikat pekerja sebagai realitas dalam kehidupan industrial sehingga
manajemen bersikap tidak menghalanginya tetapi berusaha menempatkan serikat
pekerja di posisi lemah ketika negosiasi.
4.Tahap Akomodatif
Tahap akomodatif merupakan tahap
kehadiran serikat pekerja dianggap memainkan peran positif dalam lingkungan
perusahaan. Manajemen memanfaatkan
serikat pekerja sebagai rekan yang menghubungkan antara manajemen dan para
pekerjadalam menegakkan disiplin dan mengarahkan perilaku pekerjasehingga
terjalin hubungan kerja yang harmonis.
5.Tahap Kerja Sama
Tahap kerja sama merupakan tahap
yang paling maju dan ideal dalam hubungan industrial dikarenakan serikat
pekerja berperan meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktivitas dan
semangat kerja pekerja. Hubungan kerja terjalin berdasarkan prinsip saling
menghormati, mendukung, menempatkan diri pada posisi pihak lain dan melakukan
tindakan yang saling menguntungkan.
D. Sarana
– sarana Dalam Hubungan Industrial(1)
Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan
industrial, maka perlu adanya peraturan‐peraturan yang mengatur
hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan
mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial
Hubungan Industrial. Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja
tersebut harus mencerminkan dan dijiwai oleh nilai‐nilai budaya dalam perusahaan,
terutama dengan nilai‐nilai yang terdapat dalam Hubungan Industrial. Dengan demikian
maka kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilai‐nilai budaya perusahaan
tersebut.Dengan
adanya pengaturan mengenai hal‐hal
yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan
industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang harmonis dan pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :
1. Lembaga
kerja sama Bipartit
2. Lembaga
kerja sama Tripartit
3. Organisasi
Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh
4. Organisasi
Pengusaha
5. Lembaga
keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial
6. Peraturan
Perusahaan
7. Perjanjian
Kerja Bersama
E.
Jenis Perselisihan Hubungan
Perindustrian(3)
Perselisihan hubungan industrial
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh
dalam satu perusahaan. Dari pengertian di atas, semakin jelas bahwa
perselisihan hubungan industrial meliputi perselisihan hak, perselisihan
antarserikat pekerja
dalam satu perusahaan.Berikut
ini adalah beberapa pengertian perselisihan di dalam hubungan industrial:
1.
Perselisihan Hak. Perselisihan hak merupakan
perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran
kesepakatan yang telah dibuat oleh para pihak. Pelanggaran tersebut termasuk di
dalamnya hal-hal yang sudah ditentukan di dalam peraturan perusahaan serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku.2Oleh karena itu, perselisihan hak terjadi
karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja;
2.
Perselisihan
Kepentingan atau belangen geschil;hal ini terjadi karena ketidaksesuaian paham
dalam perubahan syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan.
F.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Diluar
Pengadian (3)
Untuk lebih menjamin terciptanya
rasa keadilan bagi pihak yang beperkara, menurut UU No 2 Tahun 2004,
penyelesaian sengketa diutamakan melalui perundingan guna mencari musyawarah
mufakat di luar pengadilan. Ada empat cara yang dapat dilakukan dalam
perundingan atau penyelesaian perselisihan di luar pengadilan, yaitu melalui
bipartit, konsiliasi, arbitrase, dan mediasi.
1. Bipartit adalah penyelesaian
perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan pekerja atau kuasa pekerja
(serikat pekerja) di tingkat perusahaan. Setiap perundingan di tingkat bipartit
ini wajib dibuat Risalah Perundingan yang memuat: nama lengkap dan alamat pihak
beperkara; tanggal dan tempat perundingan; pokok masalah atau alasan
perselisihan; pendapat para pihak beperkara; kesimpulan/hasil perundingan;
tanggal dan tanda tangan kedua belah pihak yang melakukan perundingan. Bilamana
dalam perundingan ini terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya Perjanjian Bersama
ini wajib didaftarkan di Perselisihan Hubung-an Industrial guna memperoleh Akta
Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama. Apabila ternyata kemudian salah satu
pihak tidak melaksanakan kesepakatan dalam Perjanjian Bersama, pihak yang
dirugikan hak perdata-nya dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada PHI di
wilayah hukumnya. Penyelesaian perselisihan melalui Bipar-tit ini harus tuntas
paling lama 30 hari sejak tanggal perundingan. Bilamana dalam jangka waktu 30
hari perundingan buntu (deadlock) atau salah satu pihak yang beperkara menolak
untuk berunding, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Apabila dalam
perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) se-tempat dengan
melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit. Selanjutnya, Disnaker menawarkan
kepada para pihak beperkara untuk memilih penyelesaian melalui kon-siliasi atau
arbitrase. Namun apabila pihak yang beperkara tidak menetapkan pilihan melalui
konsiliasi atau arbitrase, Disnaker me-limpahkan penyelesaiannya melalui
mediasi.
2. Konsiliasi, adalah lembaga
perorangan atau swasta mandiri yang diangkat dan diberhentikan dalam periode
tertentu melalui Kepu-tusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Fungsi
lembaga ini adalah menerima jasa bantuan/pelayanan hukum bidang ketenagakerjaan
dari salah satu pihak atau pihak beperkara yang mengajukan permo-honan
penyelesaian secara tertulis, terutama perselisihan hak, kepentingan antara
pengusaha dan pekerja, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Setiap jasa bantuan
hukum yang diberikan oleh lembaga konsiliasi ini dibayar oleh Negara, yang besarnya
ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.
3.
Arbitrase; penyelesaian perselisihan hubung-an industrial melalui arbitrase
hubungan industrial yang dilakukan oleh arbiter harus diawali dengan upaya
mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila per-damaian tersebut
tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamai-an yang
ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter. Akta perdamaian
sebagaimana dimaksud di atas didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah arbiter meng-adakan perdamaian (Pasal 44 ayat 3
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Pendaftaran akta perdamaian dilakukan
sebagai berikut:
1. Akta perdamaian yang telah di-daftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari akta perdamaian;
2. Apabila akta perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka
pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah akta perdamaian didaftar
untuk mendapat penetapan eksekusi;
3. Dalam hal permohonan eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran akta perdamaian,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan
Hubungan Industrial di wilayah domosili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi. (Pasal 44 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004).Penyelesaian perselisihan hubungan industrial harus
dilakukan melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihannya serta putusannya agar mengikat para
pihak dan bersifat final. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 32 ayat (3)
mensyaratkan bahwa penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dilakukan atas
dasar kesepakatan para pihak yang berselisih dan dinyatakan secara tertulis
dalam surat perjanjian arbitrase. Surat perjanjian arbitrase sekurang-kurangnya
memuat:
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
2. Pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase
untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
3. Jumlah arbiter yang disepakati;
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan putusan
arbitrase; dan
5. Tempat, tanggal
pembuatan surat perjanjian, tanda tangan para pihak yang berselisih.
Jika para pihak sudah menandatangani Surat Perjanjian Arbitrase, mereka
berhak memilih arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga
Kerja. Apabila arbiter telah menandatangani surat perjanjian, yang bersangkutan
tidak dapat menarik diri kecuali atas persetujuan para pihak (Pasal 35 ayat 1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004).Perjanjian penunjukan arbiter
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih
dan arbiter;
2. Pokok-pokok yang menjadi persoalan yang menjadi perselisih-an dan yang
diserahkan kepada arbiter untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
3. Biaya arbitrase dan honorium arbiter;
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan
keputusan arbitrase;
5. Tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tandatangan para pihak yang
berselisih dan arbiter;
6. Pernyataan arbiter atau para arbiter untuk tidak melampaui kewenangannya
dalam penyelesaian perkara yang ditandatanganinya; dan Tidak mempunyai hubungan
keluarga sedarah atausemenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu
pihak yang berselisih. Perjanjian penunjukan arbiter tersebut sekurang-kurangnya
dibuat rangkap 3 (tiga). Setelah dibuat rangkap 3 selanjutnya masing-masing
pihak dan arbiter mendapatkan 1 (satu), yang mempunyai kekuatan hukum sama.
Dalam hal arbitrase dilakukan oleh beberapa arbiter, maka asli dari perjanjian
tersebut diberikan kepada ketua majelis arbiter. Dalam hal arbiter telah
menerima penunjukan dan menandatangani surat perjanjian tersebut, maka pihak yang
bersangkutan tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para pihak.
Arbiter yang akan menarik diri harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada
para pihak.
4. Mediasi, adalah penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja
atau kuasa pekerja yang diperantarai
mediator atau Pegawai Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk Menteri Tenaga
Kerja dan TransmigrasiRI.Dulu, disebut Tingkat Tripartit atau Tingkat Perantaraan.
Lembaga ini merupakan penyelesaian terakhir di luar pengadilan, apabila salah
satu atau para pihak beperkara tidak dapat menetapkan pilihan konsiliasi atau arbitrase,
atau menolak penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase.
Apabila terjadi
kesepakatan melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani
kedua belah pihak beperkara dan oleh mediator selaku saksi. Perjanjian Bersama
juga harus didaftarkan ke PHI untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Namun
apabila kemudian ternyata salah satu pihak beperkara tidak melaksanakan isi
Perjanjian Bersama, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada
PHI setempat.Penyelesaian perselisihan melalui mediasi ini dalam jangka waktu
paling lambat 30 hari kerja, terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan dari salah satu pihak atau para pihak di Tingkat
Bipartit/Konsiliasi/Arbitrase. Secara garis besar penyelesaian perselisihan
hubungan industrial di luar Pengadilan
G. Kesimpulan
Perselisihan hubungan industrial antara pekerja atau buruh dan pengusaha
atau majikan sering kali terjadi sebagai akibat dari ketidak sesuaian pendapat
dan atau tindakan keduanya. Perselisihan keduanya biasanya didahului adanya
pelanggaran hukum dan bisa juga terjadi bukan karena pelanggaranan hukum.
Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu di luar pengadilan dan dalam pengadilan hubungan industrial.
Mekanisme melalui penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan ini bisa
dilakukan dengan upaya bipartit. Jika upaya bipartit tdak berhasil, maka dapat
dilanjutkan dengan upaya mediasi melalui seorang atas badan mediasi, melalui
konsiliasi, maupun melalui arbiter dengan lembaga arbitrase.Jika melalui upaya
mediasi, konsolidasi, maupun arbitrase mengalami kegagalan, maka salah satu
pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dan apabila
putusan pengadilan dirasa belum memenuhi rasa keadilan, maka para pihak dapat
mengajukan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung.
H.
Daftar Pustaka
1. H. Gunarto, DAMPAK HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERSIFAT
KAPITALISTIK TERHADAP HARMONISASI HUBUNGAN INDUSTRIAL PENGUSAHA DENGAN PEKERJA
(Studi Kasus di PT Fiscous South Pacifik Kabupaten Purwakarta) Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
2. Oktavia,Nia Ningsih DKK.2015. PERAN SERIKAT PEKERJA DAN MANAJEMEN
DALAM MEMBINA HUBUNGAN INDUSTRIAL. (Studi pada PG. Kebon Agung Malang) Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 24 No.
1Juli2015|administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
3. Wiwoho,jamal. 2013.PROBLEMATIKA HUBUNGAN INDUSTRIAL (Perlindungan Hukum Bagi Pekerja atau
Buruh Outsourcing Membangun
Hubungan Industrial yang Harmonis di IndonesiaArti Pentingnya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dalam Hubungan Industrial di Indonesia ACFTA dan Implikasinya Terhadap
Indonesia).JURNAL HUKUM BISNIS, VOLUME 32 NOMOR
2 TAHUN 2013
http://jamalwiwoho.com/wp-content/uploads/2013/05/Jamal-Wiwoho-e-JHB-
Volume-32-No-2-tahun-2013-1.pdf
@K34-Ayu Setelah membaca artikel diatas, dapat dikatakan bahwa jika perusahan telah mengetahui adanya perselisihan dalam hubungan industri, maka maka sudah sewajarnya bagi perusahaan selaku pengelola SDM, harus sudah dapat mengantisipasi agar masalah itu tidak timbul dan karyawan yang berkerja bisa bekerja dengan tenang, untuk itu karyawan dan perusahaan sebaiknya harus mengetahui bahwa ada beberapa Kepmen dan Undang-undang yang dapat mendukung proses permasalahan dalam Hubungan Industrial. Sehingga intensitas perselisihan dalam hubungan industrial akan berkurang dan dapat di minimalisir dengan cepat.
ReplyDeletesetelah membaca artikel diatas Hubungan industrial merupakan hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang saling berkaitan, berinteraksi dan berkepentingan.
ReplyDeleteIsi artikelnya menarik.
ReplyDeletedan bisa diambil kesimpulan bahwa Hubungan industrial adalah hubungan semua pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau jasa di suatu perusahaan.
Mohon koreksi jika ada kata yang kurang.
Terima kasih