A.
Pengertian
Hubungan Industrial adalah suatu
sistem atau jasa yang terdiri dari unsur Pengusaha, unsur Karyawan dan
Pemerintah yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, (pasal 1 ayat 22 UU Ketenagakerjaan).
Pelaksanaan Hubungan Industrial tersebut diatur dalam bentuk ketentuan, baik ketentuan Normatif maupun ketentuan perundangan yang berlaku.
Pelaksanaan Hubungan Industrial tersebut diatur dalam bentuk ketentuan, baik ketentuan Normatif maupun ketentuan perundangan yang berlaku.
Ketentuan Normatif adalah segala
ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat adanya
Hubungan Industrial yang telah disepakati oleh Karyawan dan Pengusaha.
Ketentuan Normatif tersebut tidak boleh kurang dari standar minimal yang diatur
dalam ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku, misalnya; ketentuan perihal upah minimal
propinsi (UMP), tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan lain-lain.
Perselisihan Hubungan Industrial,
yaitu suatu kondisi dimana terdapatnya perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan kepentingan antara Pengusaha dengan Karyawan karena adanya
perselisihan mengenai hak, kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) atau
perjanjian kerjasama.
Jenis perselisihan yang
disebabkan oleh kondisi tertentu yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah:
- Karyawan berhalangan masuk dikarenakan sakit yang
berkepanjangan akan tetapi tidak lebih dari 12 bulan;
- Karyawan berhalangan masuk karena menjalankan
kewajiban terhadap Negara sesuai ketentuan yang berlaku;
- Karyawan menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh
Agama;
- Karyawan menikah;
- Karyawan (wanita) hamil, melahirkan, gugur
kandungan atau menyusui bayinya;
- Karyawan mendirikan atau melakukan kegiatan Serikat
Pekerja atau sejenis dalam jam kerja sesuai yang diatur dalam Kesepakatan
Pengusaha dan Serikat Pekerja;
- Karyawan mengadukan Pengusaha kepada yang berwajib
karena tindakan Pidana yang dilakukan Pengusaha;
- Karena perbedaan paham agama, aliran politik,
suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi pisik dan karena
status perkawinan;
Karyawan menderita sakit yang
disebabkan oleh kecelakaan kerja dan waktu penyembuhannya belum dapat
dipastikan oleh Dokter;
Penyelesaian perselisihan dapat
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
B. Penanganan
Perselisihan Hubungan Industrial menurut UU Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan
Secara garis besar, tekhnis
penanganan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diatur dalam UU
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994
tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan
Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan.
1.
Penyelesaian dengan cara Bipartit
Penyelesaian perselisihan dengan
cara Bipartit adalah penyelesaian Perselisihan yang dilakukan dengan prinsip
musyawarah untuk mufakat oleh Karyawan atau yang mewakili dengan Pengusaha atau
yang mewakili yang dilakukan antara Pengusaha dengan Karyawan tanpa melibatkan
Pihak lain.
Tujuan dilakukannya penyelesaian dengan cara Bipartit
adalah agar penyelesaian perselisihan terhadap
Karyawan yang telah melakukan pelanggaran
dapat di selesaikan secara Kekeluargaan dan dapat menghasilkan penyelesaian
yang saling menguntungkan.
Upaya dan langkah yang
dilakukan Perusahaan dalam melakukan upaya penyelesaian Perselisihan secara
Bipartit adalah sebagai berikut:
1) Penyelesaian
perselisihan dilakukan dengan upaya pemanggilan terhadap Karyawan pada tingkat
Perusahaan untuk mengadakan musyawarah untuk mufakat (bipartit);
2) Dalam
perundingan tersebut, harus dibuat risalah perundingan secara tertulis;
3) Dalam
musyawarah, Perusahaan dapat memberikan beberapa penawaran solusi kepada
Karyawan dengan catatan penawaran tersebaut tidak bertentangan dengan Ketentuan
Ketenagakerjaan yang berlaku;
4) Hal yang
paling mendasar yang harus dilakukan oleh Pengusaha adalah
Penawaran yang diberikan mempunyai nilai yang sepadan nilai kerugian Perusahaan
serta tingkat palanggaran yang dilakukan apalagi penyelesaian ini akan
berpotensi berlanjut pada penyelesaian yang harus dilakukan melalui institusi
Ketenagakerjaan terkait (P4D/P atau Lembaga PPHI);
5) Dalam hal
musyawarah membuahkan hasil yang disepakati, maka Para Pihak harus menuangkan hasil
kesepakatan tersebut dalam bentuk Kesepakatan Bersama.
6) Dalam hal
musyawarah telah dilakukan minimal sebanyak 3 kali dalam waktu maksimal 1
bulan,.
2.
Penyelesaian dengan cara Tripartit
Dalam hal penyelesaian
ditingkat perusahaan tidak dapat dihasilkan kesepakatan, maka
penyelesaian perselisihan dapat dilanjutkan dengan mengajukan
permohonan Ijin PHK ke Suku Dinas Tenaga Kerja (“Disnaker”) Up.
P4D/P atau Lembaga PPHI setempat.
Langkah penyelesaian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
a)
Penyelesaian pada Tingkat Pemerantaraan
–
Pegawai Perantara yang ditunjuk oleh Disnaker tempat Perselisihan didaftarkan,
wajib melakukan pemerantaran perselisihan paling lama 7 hari setelah
perselisihan didaftarkan;
–
Pemerantaraan dilakukan dengan memanggil pihak pengusaha dan pihak Karyawan
untuk didengar duduk perkara yang menjadi dasar terjadinya perselisihan;
–
Dalam hal Pemerantaraan didapat kesepakatan penyelesaian maka Para Pihak wajib
membuat Kesepakatan Bersama yang disaksikan oleh Pegawai Perantara;
–
Bilamana pada tahap Pemerantaan ternyata belum dapat menghasilkan kesepakatan, maka
Pegawai Perantara harus membuat anjuran tertulis yang memuat usul penyelesaian
dengan menyebutkan dasar pertimbangan dan menyampaikannya kepada Para Pihak
serta mengupayakan tanggapannya paling lambat 7 hari setelah diterimanya
anjuran dimaksud;
–
Apabila anjuran tersebut diterima, maka dibuat Persetujuan Bersama secara
tertulis yang disaksikan oleh Pegawai Perantara;
–
Apabila anjuran dimaksud tidak dapat diterima oleh Para Pihak, maka dalam waktu
7 hari setelah diterimanya tanggapan penolakan tersebut, Panitia Perantara
harus meneruskan perkara perselisihan tersebut ke P4D (Panitia Daerah) untuk
Peselisihan perorangan atau P4P apabila perselisihan tersebut berhubungan
dengan PHK masal.
b) Penyelesaian
di tingkat P4D
Penyelesaian perselisihan
akan dilakukan melalui sidang Majelis P4D dengan langkah sebagai berikut :
–
Majelis wajib memanggil Para Pihak paling lama 7 hari setelah anjuran yang
diberikan oleh Pegawai Perantara tidak dapat diterima oleh Para Pihak yang
berselisih;
–
Selanjutnya maka Majelis Panitia Daerah akan mengadakan sidang untuk memutuskan
perkara perselisihan tersebut;
–
Dalam penyelesaian Perselisihan ditingkat P4D, Panitia Daerah berhak memberikan
putusan yang mengikat;
–
Putusan Panitia Daerah dapat berkekuatan hukum tetap (in kracht) apabila
Panitia Daerah tidak menerima tanggapan penolakan atas putusan tersebut paling
lama 14 hari sejak putusan tersebut diambil;
–
Putusan Panitia Daerah yang sudah mempunyai hukum tetap dapat dimintakan untuk
dijalankan melalui Pengadilan Negeri setempat;
–
Apabila dalam sebelum waktu 14 hari Para Pihak yang berselisih tidak menerima
hasil putusan Panitia Daerah, maka salah satu atau Para Pihak dapat memintakan
pemeriksaan dilakukan di Panitia Perselisihan Tingkat Pusat (P4P);
c) Penyelesaian
Perselisihan di tingkat P4P
Penyelesaian pada P4P dilakukan
apabila pada tingkat P4D Para Pihak atau salah satu Pihak tidak menerima
putusan majelis tersebut atau perkara perselisihan untuk kasus PHK masal. Pada
tahap ini Majelis atau Panitia Pusat akan melakukan pengkajian terhadap duduk
perkara dan asal muasal terjadinya perselisihan dan penyelesaian diupayakan
dengan cara musyawarah;
Setelah Majelis atau Panitia
Pusat selesai melakukan pengkajian maka Majelis akan memutuskan untuk
disampaikan pada Para Pihak dan selanjutnya:
–
Hasil putusan Panitia pusat akan mengikat (in kracht) apabila maksimal
14 hari setelah putusan, Para Pihak tidak memberikan tanggapan yang menyatakan
menolak atau Menaker tidak membatalkan putusan tersebut;
–
Pelaksanaan putusan Panitia Pusat yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in
kracht) dapat dimintakan pelaksanaannya kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat sesuai Hukum Perdata.
–
Bilamana Para Pihak yang berselisih tidak dapat menerima putusan yang telah
ditetapkan oleh Panitia Pusat maka upaya berikutnya yang dapat dilakukan oleh
salah satu Pihak adalah upaya pembatalan putusan dengan mendaftarkan penolakan
putusan tersebut pada Pengadilan Tata Usaha Negara setempat.
d) Penyelesaian
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Apabila Para pihak tidak dapat
menerima keputusan Panitia Pusat ini maka para Pihak dapat melakukan upaya
pembatalan keputusan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (“PTUN”) dan
selanjutnya kalau Pihak yang berselisih belum juga dapat menerima putusan
tersebut maka Para Pihak ataupun satu Pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan putusan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (“MARI”)
Peraturan tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial tersebut di atas akan
tetap berlaku sampai dengan
diberlakukannya UU Hubungan Industrial, yang telah
diundangkan pada tanggal 14 Januari 2004 dan akan diberlakukan 1 tahun setelah
UU Hubungan Industrial ini diundangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Implementasi Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama Sesuai UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, S.Lumban Gaol, 2004
2. Prosedur Dan Tehnik Penyelesaian Kasus-Kasus PHK, Drs.Soetirto S.Adisewojo, 1995
3. Prosedur dan Tehnik Penyelesaian Perselisihan Industrial dan PHK pada Sistem Kontrak Kerja, Drs.Soetirto S.Adisewojo, 2000
4. UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
5. Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan.
6. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
7. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
8. Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2001, Manajemen SDM, Jakarta, Salemba Empat.
8. Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, 1987, Yogyakarta, BPFE.
9. Sutarto Wijono, Psikologi Industri & Organisasi, 2010, Jakarata, Kencana Prenada Media
setelah saya membaca artikel diatas, tekhnis penanganan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994. penyelesaian perselisihan hubungan industri ditempuh dengan cara bipartit dan tripartit
ReplyDelete