Pengertian hubungan industrial berdasarkan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
adalah suatu sistem hubungan yang berbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal 103 UU Ketenagakerjaan mengatur bentuk-bentuk sarana hubungan industrial adalah:
1. Serikat pekerja/serikat buruh
Serikat pekerja/serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di
perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela
serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Organisasi pengusahaSama halnya dengan pekerja, para pengusaha juga mempunyai hak dan kebebasan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi atau asosiasi pengusaha. Asosiasi pengusaha sebagai organisasi atau perhimpunan wakil pimpinan perusahaan-perusahaan merupakan mitra kerja serikat pekerja dan Pemerintah dalam penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. Asosiasi pengusaha dapat dibentuk menurut sektor industri atau jenis usaha, mulai dari tingkat lokal sampai ke tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat pusat atau tingkat nasional. 3. Lembaga kerja sama bipartit
Lembaga kerja sama bipartit adalah forum
komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri dari
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur
pekerja/buruh. Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh)
orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama
bipartit.
4. Lembaga kerja sama tripartit
Lembaga kerja sama tripartit adalah
forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah
ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur organisasi pengusaha,
serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah. Lembaga Kerja sama
Tripartit terdiri dari:
- Lembaga Kerja sama Tripartit Nasional, Provinsi dan Kabupataen/Kota; dan
- Lembaga Kerja sama Tripartit Sektoral Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
- Peraturan perusahaan;
Peraturan perusahaan adalah peraturan
yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat
peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri
atau Pejabat yang ditunjuk.
5. Perjanjian kerja bersama
Perjanjian kerja bersama adalah
perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
6. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
Peraturan-perundangan ketenagakerjaan
pada dasarnya mencakup ketentuan sebelum bekerja, selama bekerja dan
sesudah bekerja. Peraturan selama bekerja mencakup ketentuan jam kerja
dan istirahat, pengupahan, perlindungan, penyelesaian perselisihan
industrial dan lain-lain.
7. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Perselisihan hubungan industrial
diharapkan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal
perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui
mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal,
maka perselisihan hubungan industrial dapat dimintakan untuk
diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.
Sumber:
- http://www.hukumtenagakerja.com/bentuk-bentuk-sarana-hubungan-industrial/ diakses 9 Juni 2016
- UU No. 13 tahun 2003
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.