Oleh : Rahmat Yasin
Abstrak
Dalam sebuah organisasi kita perlu yang namanya pemimpin, bahakan bukan hanya dalam organisasi formal didalam aktivitas sehari-hari kita perlu pemimpin untuk mengkoordinir sehingga aktivitas yang kita jalankan lebih sistematis dan terstruktur. Berbicara soal pemimpin berarti perlu kita berbicara soal kepemimpinan atau sifat-sifat pemimpin atau bisa juga disebut dengan cara pemimpin memimpin.
Persoalan kepemimpinan (leadership) pada dekade terakhir menjadi persoalan yang signifikan dalam hubungannya dengan kesuksesan sebuah organisasi pada level apapun. Parameter suksesnya kepemimpinan yang paling sederhana adalah sejauhmana implementasi amanah yang melekat pada sebuah kekuasaan dapat dijalankan secara profesional.Pembahasan
Definisi
kepemimpinan
Jika kita mengartikan kata pemimpin
dalam bahasa indonesia “pemimpin” sering disebut penghuhlu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, peruntun,
raja, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang
lain dengan berbagai cara.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran
dalam sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki
keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan
pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh
yang dimiliki seseorang, oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang
yang bukan pemimpin. Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan atau leadership merupakan
ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusanya diharapkan
dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia
Kepemimpinan
dalam islam
Dalam, Islam kepemimpinan identik
dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah
Rasulullah SAW sama artinya yang terkandung dalam perkataan “amir” atau
pengusaha. Oleh karena itu kedua istilah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai
pemimpin formal. Selain kata khalifaf disebut juga Ulil Amri yang satu akar
dengan kata amir sebagaimana di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi
dalammasyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 59
yang berbunyi:
”Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
Setiap kepemimpinan selalu menggunakan
power atau kekuatan. Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kemampuan pemimpin untuk membina
hubungan baik, komunikasi dan interaksi dengan para bawahan dan seluruh elemen
perusahaan. Kemampuan adalah persyaratan mutlak bagi seorang pemimpin dalam
membina komunikasi untuk menjalankan perusahaan sehingga akan terjadi kesatuan
pemahaman. Selain itu dengan kemampuan kepemimpinan akan memungkinkan seseorang
pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar mereka mau menjalankan segala tugas
dan tanggung jawab dengan jujur, amanah, ikhlas, dan profesional.
Karakter kepemimpinan
Setiap kita memiliki kapasitas untuk
menjadi pemimpin. Menurut Prijosaksono (2002) ada sebuah jenis kepemimpinan
yang disebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat
makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence, misalnya IQ (Kecerdasan
Intelektual), EQ (Kecerdasan Emosional), dan SQ (Kecerdasan Spiritual). Q
Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi.
Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek
visioner maupun aspek manajerial. Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin
yang memiliki qi (dibaca ‘chi’–bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan).
Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar
sebagai qolbu atau inner self.
Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang
sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan
mengendalikannya (self management atau qolbu management). Menjadi seorang
pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh
senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence –quality–qi-qolbu)
yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun
pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin. Untuk menutup
tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan
disingkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri
(character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang
tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh
suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan
berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan
teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang
dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep
growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That
is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin
adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang
lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut. Sejatinya, seorang pemimpin
harus berorientasi pada pelayanan terhadap yang dipimpinnya. Dalam istilah arab
dikenal dengan sebutan al-Imamu khodimul ummah, yang artinya seorang pemimpin
itu adalah pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya. Terkait dengan hal tersebut,
berikut akan diuraikan mengenai konsep al-Imamu khodimul ummah tersebut.
a. Hati yang
Melayani
Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam
diri sendiri. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan
perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian
bergerak ke luar untuk melayani mereka yang di pimpinnya (al-Imamu Khodimul
Ummah). Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk
menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Betapa
banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat
publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan
dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan
ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Paling tidak menurut Ken Blanchard dan
kawan-kawan, ada sejumlah ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang
memiliki hati yang melayani, yaitu:
1) Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah
melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk
kepentingan diri pribadi maupun golongannya, tetapi justru kepentingan publik
yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang sulit
memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan
kepentingan publik amat jarang ditemui di republik ini.
2) Seorang
pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan
mereka yang dipimpinnya, sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal
ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the
Leaders Around You.
3) Keberhasilan seorang pemimpin sangat
tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena
keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya
manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai
banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan
berkembang dan menjadi kuat. Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan
perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk
kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang
dipimpinnya.
4) Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki
hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas
berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan (amanah). Artinya seluruh
perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik
atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah
pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan
harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin
yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan
publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat
mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu
berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian
diri dan tidak mudah emosi.
b. Kepala yang Melayani
Seorang
pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi
juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin
yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama,
yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin
formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode
kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin
yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela,
Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi
pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal
ini karena mereka tidak memiliki metode kepemimpinan yang diperlukan untuk
mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang
memiliki kemampuan metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah
diajarkan di sekolah-sekolah formal. Dalam salah satu artikel di economist.com
ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Dalam artikel tersebut
dibahas bahwa kepemimpinan (metode
kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter
kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu:
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan
sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya
proses ledakan kreativitas yang tinggi melalui integrasi maupun sinergi
berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Performa Khulafaurrasyidin dalam
konteks ini dapat menjadi cerminan dari sebuah soliditas kepemimpinan
Rasulmelalui kelebihan dari masing-masing pribadi mereka. Abu Bakar Assiddiq
merupakan cermin pribadi sederhana, penuh sikap bijak. Umar bin Khttab
merupakan representasi pribadi yang kuat dan pemberani. Usmant bin Affan adalah
sosok konglomerat yang dermawan, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sosok
pemuda yang cerdas dan cekatan. Bahkan dikatakan, bahwa nothing motivates
change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara
efektif mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin
adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana
organisasinya akan menuju. Kepemimpinan adalah proses untuk membawa orang-orang
atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa
visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong
sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam
mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. Ada
dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya
seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi
organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut
ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang
yang sangat responsif. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan,
kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu, Ia
selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun
tantangan yang dihadapi organisasinya.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang
pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach).
Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, dan mendorong stafnya agar
mampu menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target, atau sasaran,
rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari
(monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
c.
Tangan yang Melayani
Pemimpin
sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki
kemampuan dalam metode kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku
maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan
ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar
memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan
kepada Sang Khaliq. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan ajaran
Allah SWT. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Allah SWT dalam setiap
apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.
Pemimpin
sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan
duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk memberi dan beramal lebih
banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk
melayani sesamanya, dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh
kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Pemimpin
sejati senantiasa mau belajar dan tumbuh dalam berbagai aspek, baik
pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.
Setiap hari senantiasi menyelaraskan
(recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman
Allah SWT).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut
Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang
dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual
Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan
spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman,
menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke
puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka
biasanya adalah orangorang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima
kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh
visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi,
dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang
lain.
Tugas dan Etika Kepemimpinan
Seorang kepala negara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk
menegakkan agar syariat Allah dapat dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin.
Seorang kepala negara tidak boleh menyerahkan urusan agama kaum muslimin kepada
pribadi masing-masing, yang suka silakan mengerjakan dan yang tidak suka
silakan meninggalkan. Kepala negara bertanggung jawab agar kaum muslimin dapat
melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Dalam hal ibadah shalat misalnya,
Rasulullah bersabda dihadapan para sahabat beliau:
“Seandainya ada yang menggantikan aku untuk
memimpin shalat berjama’ah, maka aku akan mendatangi rumah-rumah kaum muslimin.
Siapa di antara kaum laki-laki yang tidak datang menunaikan shalat berjamaah,
maka aku akan membakar rumahnya”.
Kasus serupa juga terjadi
di zaman khalifah Umar Bin Khatab hampir saja mengirimkan pasukan perang ke
suatu wilayah propinsi yang disinyalir penduduknya tidak mau melaksanakan
kewajiban zakat yang telah digariskan oleh Allah SWT. Contoh di atas memberikan
gambaran bahwa seorang kepala negara tidak sekedar menghimbau agar kaum
muslimin menjalankan perintah agamanya, tetapi juga sekaligus menegakkannya.
Menegakkan agama berarti memberikan fasilitas, mendorong, mengontrol dan
memberikan sangsi agar perintah agama dapat dilaksanakan oleh pemeluknya dengan
sebaik-baiknya.
Tugas berikutnya dari seorang pemimpin adalah mengatur urusan
dunia. Dalam tugasnya mengatur urusan dunia, pemimpin bangsa bertanggungjawab
untuk mendayagunakan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara, baik berupa
alam, manusia, dana maupun teknologi untuk sebesar-besarnya menciptakan
keadilan, keamanan, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas.
Pemimpin juga
bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang lemah agar
mereka tetap dapat menikmati kehidupan sebagai seorang manusia secara wajar.
Pemimpin tidak boleh membiarkan yang kuat memonopoli aset-aset negara dan yang
lemah tertindas. Peimpin juga tidak boleh berkhianat, dengan mengekploitasi
sumber-sumber daya hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun
kelompoknya. Dua tugas ini adalah ini tidak ringan. Orang yang faham tidak akan
sanggup memikulnya, kecuali bagi orang orang yang memiliki rasa tanggungjawab
besar untuk menyelematkan bangsa ini dari kerugian yang amat besar; yaitu
kerugian dunia dan kerugian akhirat.
Mengingat besarnya tugas dan tanggungjawan pemimpin sebuah bangsa,
yaitu menjaga agama dan mengatur urusan dunia, maka ulamaulama Islam memiliki
kriteria tersendiri bagi seorang yang akan pemimpin negara.
Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah
menetapkan tujuh syarat bagi seorang Kepala Negara, yaitu:
1) keadilan yang meliputi segala hal,
2) Ilmu pengetahuan sampai pada tingkat
sanggup berijtihad,
3) kesejahteraan indera pendengaran,
penglihatan dan lisan,
4) kesejahteraan anggota badan,
5) kecerdasan sampai pada
tingkat sanggup memimpin rakyat dan mengurus kesejahteraan mereka,
6)
keberanian dan ketabahan sampai pada tingkat sanggup mempertahankan kehormatan
dan berjihad melawan musuh,
7)
berbangsa dan berdarah Qurays.
Ibnu Khuldun dalam Kitab
Muqaddimah nya menetapkan empat syarat, antara lain:
1) Ilmu Pengetahuan sampai pada tingkat mampu berijtihad,
2) keadilan, karena keadilan menjadi syarat bagi segala macam
jabatan,
3) kesanggupan, yaitu berani menjalankan had dan menghadapi
peperangan serta mengerahkan rakyat untuk berperang, mengetahui hal ihwal
diplomasi dan cakap bersiasat,
4) kesejahteraan indera dan anggota badan. Abdul Kadir Audah
mencatat delapan syarat seorang kepala negara, antara lain: a. Islam, b. Pria,
c. Taklif, d. Berilmu, e. Keadilan, f. Kemampuan, g. Kesehatan,
Penutup
Hakikat pemimpin dalam pandangan Islam adalah
sebagai khodimul ummah atau pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya. Berpijak pada
filosofi ini, maka seorang pemimpin harus melayani rakyat yang dipimpinnya
dengan penuh rasa cinta dan keikhlasan. Terkait dengan filosofi kepemimpinan
tersebut, maka sesungguhnya sebuah kekuasaan dalam wujud apapun merupakan
amanah dari Allah SWT yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan
demikian, moralitas dan etika dalam pelaksanaan sebuah amanah kekuasaan
haruslah menjadi fondasi yang kokoh agar tidak terjerumus pada penyalahgunaan
wewenang kekuasaan tersebut.
Daftar
pustaka
A.F. Djunaedi: Filosofi dan etika kepemimpinan Al-Mawarid Edisi XIII Tahun 2005
http://repository.radenintan.ac.id/1126/4/BAB_II.pdf
Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel, 2002.
Kepemimpinan yang Melayani, http://www.sinarharapan.co.id.
29_Dymas
ReplyDeleteMenurut saya dalam penulisan artikel ini sudah cukup baik judulnya pun menarik, isi materi pun cukup mudah dipahami dari penulisan maupun mind map.
Nilai:80