Tuesday, June 15, 2021

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

 Oleh : Rahmat Yasin 


Abstrak

Dalam sebuah organisasi kita perlu yang namanya pemimpin, bahakan bukan hanya dalam organisasi formal didalam aktivitas  sehari-hari kita perlu pemimpin untuk mengkoordinir sehingga aktivitas yang kita jalankan lebih sistematis dan terstruktur. Berbicara soal pemimpin berarti perlu kita berbicara soal kepemimpinan atau sifat-sifat pemimpin atau bisa juga disebut dengan cara pemimpin memimpin.

Persoalan kepemimpinan (leadership) pada dekade terakhir menjadi persoalan yang signifikan dalam hubungannya dengan kesuksesan sebuah organisasi pada level apapun. Parameter suksesnya kepemimpinan yang paling sederhana adalah sejauhmana implementasi amanah yang melekat pada sebuah kekuasaan dapat dijalankan secara profesional.

 

Pembahasan

Definisi kepemimpinan

Jika kita mengartikan kata pemimpin dalam bahasa indonesia “pemimpin” sering disebut penghuhlu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, peruntun, raja, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang, oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin.             Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusanya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia

 

Kepemimpinan dalam islam

Dalam, Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah SAW sama artinya yang terkandung dalam perkataan “amir” atau pengusaha. Oleh karena itu kedua istilah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pemimpin formal. Selain kata khalifaf disebut juga Ulil Amri yang satu akar dengan kata amir sebagaimana di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalammasyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 59 yang berbunyi:

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

 

Setiap kepemimpinan selalu menggunakan power atau kekuatan. Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kemampuan pemimpin untuk membina hubungan baik, komunikasi dan interaksi dengan para bawahan dan seluruh elemen perusahaan. Kemampuan adalah persyaratan mutlak bagi seorang pemimpin dalam membina komunikasi untuk menjalankan perusahaan sehingga akan terjadi kesatuan pemahaman. Selain itu dengan kemampuan kepemimpinan akan memungkinkan seseorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar mereka mau menjalankan segala tugas dan tanggung jawab dengan jujur, amanah, ikhlas, dan profesional.

 

Karakter kepemimpinan

Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Menurut Prijosaksono (2002) ada sebuah jenis kepemimpinan yang disebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence, misalnya IQ (Kecerdasan Intelektual), EQ (Kecerdasan Emosional), dan SQ (Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial. Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’–bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self.

 Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management). Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence –quality–qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin. Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan disingkat menjadi 3C , yaitu:

1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)

2. Visi yang jelas (clear vision)

3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)

Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut. Sejatinya, seorang pemimpin harus berorientasi pada pelayanan terhadap yang dipimpinnya. Dalam istilah arab dikenal dengan sebutan al-Imamu khodimul ummah, yang artinya seorang pemimpin itu adalah pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya. Terkait dengan hal tersebut, berikut akan diuraikan mengenai konsep al-Imamu khodimul ummah tersebut.

 

a.       Hati yang Melayani

                   Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri sendiri. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang di pimpinnya (al-Imamu Khodimul Ummah). Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:

 1) Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya, tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang sulit memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang ditemui di republik ini.

2) Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya, sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You.

 3) Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat. Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.

 4) Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan (amanah). Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.

                  Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.

 

 

 

b. Kepala yang Melayani

                Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metode kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.


          Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Dalam artikel tersebut dibahas bahwa     kepemimpinan (metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreativitas yang tinggi melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.

 

       Performa Khulafaurrasyidin dalam konteks ini dapat menjadi cerminan dari sebuah soliditas kepemimpinan Rasulmelalui kelebihan dari masing-masing pribadi mereka. Abu Bakar Assiddiq merupakan cermin pribadi sederhana, penuh sikap bijak. Umar bin Khttab merupakan representasi pribadi yang kuat dan pemberani. Usmant bin Affan adalah sosok konglomerat yang dermawan, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sosok pemuda yang cerdas dan cekatan. Bahkan dikatakan, bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara efektif mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.

        Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsif. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu, Ia selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.

          Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, dan mendorong stafnya agar mampu menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target, atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.

 

c.       Tangan yang Melayani

                        Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metode kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan kepada Sang Khaliq. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan ajaran Allah SWT. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Allah SWT dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.  

        Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya, dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

                        Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan tumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.

                         Setiap hari senantiasi menyelaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk mengabdi kepada Allah SWT. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Allah SWT).

                         Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orangorang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas dan Etika Kepemimpinan

 

Seorang kepala negara memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menegakkan agar syariat Allah dapat dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin. Seorang kepala negara tidak boleh menyerahkan urusan agama kaum muslimin kepada pribadi masing-masing, yang suka silakan mengerjakan dan yang tidak suka silakan meninggalkan. Kepala negara bertanggung jawab agar kaum muslimin dapat melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Dalam hal ibadah shalat misalnya, Rasulullah bersabda dihadapan para sahabat beliau:

 

 “Seandainya ada yang menggantikan aku untuk memimpin shalat berjama’ah, maka aku akan mendatangi rumah-rumah kaum muslimin. Siapa di antara kaum laki-laki yang tidak datang menunaikan shalat berjamaah, maka aku akan membakar rumahnya”.

 

 Kasus serupa juga terjadi di zaman khalifah Umar Bin Khatab hampir saja mengirimkan pasukan perang ke suatu wilayah propinsi yang disinyalir penduduknya tidak mau melaksanakan kewajiban zakat yang telah digariskan oleh Allah SWT. Contoh di atas memberikan gambaran bahwa seorang kepala negara tidak sekedar menghimbau agar kaum muslimin menjalankan perintah agamanya, tetapi juga sekaligus menegakkannya. Menegakkan agama berarti memberikan fasilitas, mendorong, mengontrol dan memberikan sangsi agar perintah agama dapat dilaksanakan oleh pemeluknya dengan sebaik-baiknya.

Tugas berikutnya dari seorang pemimpin adalah mengatur urusan dunia. Dalam tugasnya mengatur urusan dunia, pemimpin bangsa bertanggungjawab untuk mendayagunakan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh negara, baik berupa alam, manusia, dana maupun teknologi untuk sebesar-besarnya menciptakan keadilan, keamanan, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas.

 Pemimpin juga bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang lemah agar mereka tetap dapat menikmati kehidupan sebagai seorang manusia secara wajar. Pemimpin tidak boleh membiarkan yang kuat memonopoli aset-aset negara dan yang lemah tertindas. Peimpin juga tidak boleh berkhianat, dengan mengekploitasi sumber-sumber daya hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun kelompoknya. Dua tugas ini adalah ini tidak ringan. Orang yang faham tidak akan sanggup memikulnya, kecuali bagi orang orang yang memiliki rasa tanggungjawab besar untuk menyelematkan bangsa ini dari kerugian yang amat besar; yaitu kerugian dunia dan kerugian akhirat.

Mengingat besarnya tugas dan tanggungjawan pemimpin sebuah bangsa, yaitu menjaga agama dan mengatur urusan dunia, maka ulamaulama Islam memiliki kriteria tersendiri bagi seorang yang akan pemimpin negara.

 

 

Abu Hasan Al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah menetapkan tujuh syarat bagi seorang Kepala Negara, yaitu:

 1) keadilan yang meliputi segala hal,

 2) Ilmu pengetahuan sampai pada tingkat sanggup berijtihad,

 3) kesejahteraan indera pendengaran, penglihatan dan lisan,

 4) kesejahteraan anggota badan,

 5) kecerdasan sampai pada tingkat sanggup memimpin rakyat dan mengurus       kesejahteraan mereka,

6) keberanian dan ketabahan sampai pada tingkat sanggup mempertahankan kehormatan dan berjihad melawan musuh,

7) berbangsa dan berdarah Qurays.

 

 Ibnu Khuldun dalam Kitab Muqaddimah nya menetapkan empat syarat, antara lain:

1) Ilmu Pengetahuan sampai pada tingkat mampu berijtihad,

2) keadilan, karena keadilan menjadi syarat bagi segala macam jabatan,

3) kesanggupan, yaitu berani menjalankan had dan menghadapi peperangan serta mengerahkan rakyat untuk berperang, mengetahui hal ihwal diplomasi dan cakap bersiasat,

4) kesejahteraan indera dan anggota badan. Abdul Kadir Audah mencatat delapan syarat seorang kepala negara, antara lain: a. Islam, b. Pria, c. Taklif, d. Berilmu, e. Keadilan, f. Kemampuan, g. Kesehatan,

 

Penutup

 

                        Hakikat pemimpin dalam pandangan Islam adalah sebagai khodimul ummah atau pelayan bagi rakyat yang dipimpinnya. Berpijak pada filosofi ini, maka seorang pemimpin harus melayani rakyat yang dipimpinnya dengan penuh rasa cinta dan keikhlasan. Terkait dengan filosofi kepemimpinan tersebut, maka sesungguhnya sebuah kekuasaan dalam wujud apapun merupakan amanah dari Allah SWT yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Dengan demikian, moralitas dan etika dalam pelaksanaan sebuah amanah kekuasaan haruslah menjadi fondasi yang kokoh agar tidak terjerumus pada penyalahgunaan wewenang kekuasaan tersebut.

 

 

Daftar pustaka

 

A.F. Djunaedi: Filosofi dan etika kepemimpinan Al-Mawarid Edisi XIII Tahun 2005

http://repository.radenintan.ac.id/1126/4/BAB_II.pdf

Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel, 2002. Kepemimpinan yang Melayani, http://www.sinarharapan.co.id.

1 comment:

  1. 29_Dymas

    Menurut saya dalam penulisan artikel ini sudah cukup baik judulnya pun menarik, isi materi pun cukup mudah dipahami dari penulisan maupun mind map.
    Nilai:80

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.