Keunggulan
manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya
terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik
untuk meraih sasaran yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan
bawahan. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja merupakan proses
komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk
memperjelas dan menyepakati hal-hal :
Fungsi pokok pekerjaan
bawahan :
·
Bagaimana pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan
organisasi.
·
Pengertian “efektif” dan “berhasil” dalam pelaksanaan pekerjaan
bawahan.
·
Bagaimana bawahan dapat bekerja sama dengan atasan dalam rangka
efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan.
·
Bagaimana mengukur efektivitas (baca : kinerja) pelaksanaan
pekerjaan bawahan.
·
Berbagai hambatan efektivitas dan alternatif cara untuk
menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut.
Manajemen
kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi
atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga
atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena
bawahan sudah tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dicapai serta
mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul. Bagi bawahan, manajemen
kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan
kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk
memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan
pekerjaan.
Selain
itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu
sedikit-sedikit “mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan
yang jelas sejak awal. Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan
keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing
bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan argumentasi yang
relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM.
Prinsip Dasar Penerapan
Manajemen Kinerja
Untuk dapat menerapkan
manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar
yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
· Adanya suatu indikator
kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif dan
jelas batas waktunya.
· Semua ukuran kinerja
tersebut biasanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan
bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance
contract).
· Terdapat suatu proses
siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama,yaitu:
ü Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator
kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang diinginkan
ü Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai
dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan
baru maka lakukan perubahan tersebut.
ü Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis
apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.
· Adanya suatu
sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan
konsisten dijalankan
· Terdapat suatu
mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang
relatif obyektif
· Terdapat suatu gaya
kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi.
· Menerapkan konsep
manajemen SDM berbasis kompetensi.
Dalam pelaksanaan manajemen kinerja terdapat
lima komponen pokok, yaitu :
a) Perencanaan
kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan
menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya
terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini
atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam
target kinerja individual dalam batasananggaranyangTersedia.
b) Komunikasi berkelanjutan
antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah, sedang dan akan
dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala persoalan
yang timbul.
c) Pengumpulan data dan
informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi kinerja
bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian kinerja,
observasi langsungmaupuntanyajawabdenganpihak-pihakterkait.
d) Pertemuan tatap muka
antara atasan dan bawahan selama periode berjalan. Pada saat inilah bukti-bukti
otentik kinerja bawahan diklarifikasi, didiskusikan, dan disimpulkan bersama
sebagai kinerjabawahanpadaperiodetersebut.
e) Diagnosis berbagai
hambatan efektivitas kinerja bawahan dan tindak lanjut bimbingan yang dapat
dilakukan atasan guna menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut guna
meningkatkan kinerja bawahan. Dengan adanya diagnosis dan bimbingan ini,
bawahan tidak merasa “dipersalahkan” atas kegagalan mencapai target kinerja
yang telah disepakati dan sekaligus menunjukkan niatan bahwa persoalan kinerja
bawahan adalah persoalan atasan juga.
Permasalahan dan Kendala
Dalam Penerapan Manajemen Kinerja di PT Central Prima kelola
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
1.
Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti
di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau
memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan multi interpretasi, dan
tata caranya berbelit-belit.
2.
Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen
kinerja, karena persoalan pertama tadi,
3.
Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang
dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya
argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria penilaian yang digunakan.
Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan baik dengan bawahan, misalnya
karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat penting untuk bekerja
sama dengan bawahan.
4.
Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti
aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan
menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan
atasan memberikan umpan balik secara efektif guna perbaikan kinerja bawahan.
Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan bila ia tidak mengerti betul
liku-liku pekerjaan bawahan.
DAFTAR PUSTAKA
Sondang P. Siagian, MPA,
Prof, Dr, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1996
Malayu S.P. Hasibuan,
Drs, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1994
Alex S. Nitisemito, Drs,
Ec, Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988
HRD PT Central Prima Kelola
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.