Friday, June 24, 2016

Motivasi Kinerja Dengan Coaching

Abstrak
Meski semboyannya SDM itu aset, tetapi prakteknya tidak seluruhnya begitu. Banyak SDM yang belum menjadi aset. Kata orang-orang SDM: “Hanya SDM yang bagus yang menjadi aset usaha”. Bagus ini apa penjelasannya? Penjelasan yang umum bisa kita singkat dengan 3 R: right people, right job and right performance. 
Persoalan yang kita hadapi adalah bagaimana menemukan 3R ini? Tentu kita sadar bahwa 3R ini bukan sebuah hasil yang final (one-off). Amat sangat jarang kita bisa langsung menemukan orang yang tepat untuk ditempatkan di pekerjaan yang tepat agar bisa mencapai performansi yang tepat (tinggi).  Yang sering terjadi, 3R ini ini dicapai melalui proses.
Karena itu, coaching bisa menjadi salah satu jalan untuk menemukan 3R. Kalau pun 3R ini belum bisa diwujudkan ke tingkat yang ideal, tapi setidak-tidaknya coaching yang kita lakukan akan memperluas wilayah “interkoneksi” antara ‘workforce requirement’ dan ‘workforce capabilities’.


Pendahuluan
Motivasi
Motivati merupakan keinginan seseorang melakukan sesuatu akibat dorongan dari diri sendiri maupun dari luar diri pegawai. Selain itu motivasi dapat pula diartikan sebagai dorongan pegawai untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya.
Berikut pendapat para ahli tentang motivasi :
Menurut A. A. Prabu Mangkunegara (2009:93), berpendapat bahwa :
“Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya”
Menurut  Marihot Tua Effendi Hariandja  (2009:320) berpendapat bahwa :
“Motivasi adalah sebagai faktor – faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah” 
Menurut Wibowo (2010:379) mengemukakan bahwa :
“Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intesitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.”

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa motivasi timbul dalam diri pegawai atau melalui rangsangan dari luar diri pegawai tersebut. Dalam sebuah organisasi, pemimpin dalam hal ini Kepala Dinas di Diskoperindag dituntut memainkan peran yang lebih dalam memberikan rangsangan dan dorongan agar pegawainya semakin termotivasi dalam menghasilkan output yang memuaskan dan terus berusaha lebih meningkatkan lagi hasil kerjanya.

Coaching
Suatu proses untuk mempersenjatai seseorang dengan peralatan,  pengetahuan dan kesempatan yang ia butuhkan sehingga ia mampu mengembangkan diri mereka sendiri menjadi manusia yang lebih efektif.  Tujuan akhirnya adalah perubahan menuju perbaikan dari individu terkait.
Coaching adalah bentuk proses akselerasi  kinerja terhadap seseorang dengan dukungan dan dorongan dari superiornya, sehingga hasil akhir yang ditargetkan dapat terwujud bersama-sama.  Coaching sedikit mengindahkan hubungan personal antar individu dan lebih menonjolkan hubungan profesional.
Coaching adalah pembinaan. Secara teoritis, coaching adalah proses pengarahan yang dilakukan atasan/ senior untuk melatih dan memberikan orientasi kepada bawahanya tentang realitas di tempat kerja dan membantu mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi kerja yang optimal. Kegiatan ini akan sangat tepat diberikan kepada orang baru, orang yang menghadapi pekerjaan baru, orang yang sedang menghadapi masalah prestasi kerja atau orang yang menginginkan pembinaan kerja. Tujuannya adalah untuk memperkuat dan menambah kinerja yang telah berhasil atau memperbaiki kinerja yang bermasalah

Permasalahan
Teori Motivasi Kebutuhan
Teori ini dikemukakan oleh Abraham A. Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan, dalam arti manusia pada dasarnya pertama sekali akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat pertama, kemudian kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya, dan pemenuhan semua kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak menjadi unsur pemotivasi lagi.
Motivasi didasarkan atas tingkat kebutuhan yang disusun menurut prioritas kekuatannya seperti dibawah ini: 
  1. Kebutuhan fisiologis, kebutuhan yang pertama dan utama yang wajib dipenuhi oleh tiap individu. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang, ataupun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini 
  2. Kebutuhan keamanan atau perlindungan, tiap individu mendambakan keamanan bagi dirinya, termasuk keluarganya. 
  3. Kebutuhan kebersamaan atau sosial, tiap individu senantiasa perlu pergaulan dengan sesamanya. 
  4. Kebutuhan penghormatan atau penghargaan, tiap individu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang memungkinkan ia mendapatkan penghormatan dan penghargaan masyarakat. 
  5. Kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan puncak yang paling tinggi, sehingga seseorang ingin mempertahankan prestasinya secara optimal.

Teori X dan Y
Teori ini menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari dua jenis. Pencetusnya McGregor, mengatakan bahwa ada jenis manusia X dan jenis manusia Y yang masing – masing memeiliki karakteristik tertentu. Jenis manusia X adalah manusia yang selalu ingin menghindari pekerjaan bilamana mungkin, sedangkan manusia jenis Y menunjukkan sifat yang senang bekerja yang diibaratkan bahwa bekerja baginya seperti bermain. Kemudian jenis manusia X tidak punya inisiatif dan senang diarahkan, sedangkan jens manusia Y adalah sebaliknya. Dikaitkan dengan kebutuhan, dikatakan bahwa tipe manusia X bilamana mengacu pada hierarki kebutuhan dari Maslow, memiliki kebutuhan tingkat rendah dibandingkan manusia tipe Y yang memiliki kebutuhan tingkat tinggi.
Three Needs Theory
Teori ini dikemukakan oleh David McClelland, yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu:
  1. Kebutuhan berprestasi, yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu lebih baik dibandingkan sebelumnya.
  2. Kebutuhan untuk berkuasa, yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain.
  3. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan untuk disukai, mengembangkan, atau memelihara persahabatan dengan orang lain.

ERG Theory
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Aldefer, yang sebetulnya tidaklah jauh berbeda dengan teori A.Maslow,  yang mengatakan bahwa teori ini merupakan revisi dari teori tersebut. Teori ini mengatakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan manusia, yaitu:
  1. Existence berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow, ini berkaitan dengan kebutuhan fisik dan keamanan.
  2. Relatednees berhubungan dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, ini meliputi kebutuhan social dan pengakuan.
  3. Growth berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow.

Menurut teori ini, bila seseorang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, orang tersebut akan kembali pada kebutuhan yang lebih rendah sebagai kompensasinya,yang disebut frustration-regression dimension.
Teori Dua Faktor
Teori ini mengatakan bahwa suatu pekerjaan selalu berhubungan dengan dua aspek, yaitu pekerjaan itu sendiri seperti mengajar, merakit sebuah barang, mengkordinasikan suatu kegiatan, menunggu langganan, membersihkan ruangan – ruangan, dan lain – lain yang disebut job content, dan aspek – aspek yang berkaitan dengan pekerjaan seperti gaji, kebijakan organisasi, supervise, rekan kerja, dan lingkungan kerja disebut job context.
Apa dan bagaimana Coaching dapat digunakan untuk motivasi karyawan?

Pembahasan
Coaching 
Coaching adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada karyawan tentang realitas di tempat kerja dan membantu mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi yang optimum Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai membina
Counseling 
Counseling adalah proses pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang berdampak pada prestasi kerja. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai membimbing
Situasi Kerja yang Membutuhkan Coaching:
  • Orientasi dan pelatihan bagi karyawan baru
  • Adanya kebutuhan untuk mengajarkan ketrampilan dalam pekerjaan
  • Komitmen karyawan yang kurang
  • Konflik dengan rekan kerja
  • Perbaikan prestasi kerja
  • Perubahan dalam orientasi bisnis
  • Konflik karyawan dengan pelanggan
  • Evaluasi formal dan informal

Situasi kerja yang membutuhkan Counseling: 
  • Terjadi perubahan organisasi
  • PHK
  • Adanya penurunan gaji, status, atau jabatan.
  • Karyawan merasa adanya hambatan karir
  • Karyawan merasa kecewa dengan atasan
  • Ada konflik dengan rekan kerja
  • Karyawan stres, jenuh, atau terlalu banyak tanggung jawab
  • Karyawan bimbang dengan kemampuannya
  • Karyawan menghindar ketika mendapat tugas.
  • Karyawan memiliki masalah pribadi, kadang berpengaruh pada prestasi
  • Karyawan mengalami kegagalan
  • Kemampuan karyawan yang luar biasa.

Mengapa Coaching & Counseling? 
  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam kerja
  • Meningkatkan pertumbuhan karyawan
  • Meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan masalah
  • Meningkatkan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai
  • Memperkaya hasil belajar karyawan
  • Meningkatkan komunikasi atasan-bawahan

Hal yang biasanya menghambat dalam memberikan coaching: 
  • Merasa tidak punya waktu
  • Tidak tahu cara menyampaikan umpan balik
  • Tidak ingin membuat karyawan takut dan bingung
  • Kegiatan coaching membuat saya canggung
  • Saya tidak pernah di’coaching’ jadi saya juga tidak tahu caranya
  • Saya punya banyak bawahan
  • Saya tidak tahu sasaran dalam melakukan coaching
  • Karyawan tidak suka diberi umpan balik
  • Karyawan seharusnya menyelesaikan masalahnya sendiri
  • Karyawan tidak minta bantuan dan nampaknya tidak butuh bantuan
  • Kinerja karyawan ‘hampir’ selalu diterima 


Hal-hal yang biasanya menghambat dalam memberikan counseling:
  • Merasa tidak punya waktu
  • Merasa tidak bisa melakukannya
  • Berpikir bahwa coaching adalah pekerjaan psikolog
  • Khawatir terjadi konflik
  • Merasa karyawan tidak suka nasehat
  • Merasa tidak perlu khawatir
  • Tiadak peduli
  • Tidak nyaman dan takut menyampaikan hal yang dirasakan
  • Takut salah memberikan saran dan takut disalahkan
  • Merasa karir karyawan adalah urusan pribadinya
  • Takut tidak bisa menghadapi keluhan, frustrasi dan ketidakpuasan karyawan

Gejala Menurunnya Prestasi:
  • Produktivitas berkurang
  • Kualitas kerja menurun
  • Tidak menepati jadual
  • Ada penundaan tugas
  • Menggantungkan diri pada orang lain & meninggalkan kerja tanpa izin
  • Sering absen
  • Tidak ada inisiatif
  • Selalu mengeluh
  • Memiliki hubungan kurang baik dengan pelanggan.
  • Tidak mau bekerja sama
  • Membesar-besarkan masalah sepele
  • Cepat marah
  • Selalu mengeluh
  • Melempar kesalahan pada karyawan lain
  • Kurang persiapan dalam rapat dan presentasi
  • Tidak dapat memfokuskan diri pada tugas penting.

Penyebab Munculnya Masalah Kinerja:
  • Kurang trampil: tidak tahu cara melaksanakannya
  • Kurang motivasi: tidak mau melakukannya
  • Kurang sumber daya: tidak memiliki sumber daya yang diperlukan
  • Kurang Termotivasi
  • Sering menjadi penyebab munculnya masalah dalam kinerja
  • Perlu diselediki benar apakah turunnya kinerja benar-benar karena masalah kurangnya motivasi. 

Selidikilah dengan bertanya :
  • Apakah anda yakin karyawan menginginkan pekerjaan ini?
  • Apakah pekerjaan benar sesuai dengan ketrampilan, nilai dan keinginan karyawan.
  • Apakah anda percaya bahwa karyawan mampu mencapai yang lebih baik.
  • Apakah anda sudah cukup memberikan umpan balik efektif kepada karyawan?
  • Apakah memang ada penurunan prestasi?

Masalah Pribadi Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja:
  • Depresi
  • Kesedihan
  • Perselisihan

Kesimpulan
Beberapa hal yang kerap menghambat terlaksananya kegiatan yang mulia ini, misalnya:
  1. Budaya menghakimi / memarahi: Bahwa langsung memarahi karyawan saat melakukan kesalahan. Marah terkadang tidak bisa dihindari tetapi yang kerap kita lupakan adalah apa yang kita lakukan setelah marah. Kalau yang kita lakukan membenci atau menjauhi, tentu akan berbeda efeknya dengan ketika yang kita lakukan setelah itu adalah mendekati dan meng-coach-nya. 
  2. Budaya membiarkan: Bahwa membiarkan karyawan bekerja sendiri-sendiri karena kita malas atau tidak peduli dengan skill mereka. Membiarkan seperti ini tentu berbeda dengan membiarkan yang punya pengertian memberi kesempatan untuk mandiri dalam menerapkan pengetahuan.
  3. Budaya mengerjakan sendiri: Bahwa menangani sebagian besar pekerjaan dan enggan untuk mendelegasikannya kepada yang lain karena kurang percaya
  4. Budaya mengharapkan hasil yang instan: Bahwa mengharapkan hasil yang instan dari apa yang kita instruksikan pada mereka.
  5. Budaya arogansi birokrasi: Bahwa menjaga jarak dengan karyawan untuk melindungi gengsi atau kita enggan turun ke bawah. Umumnya kita, semakin tinggi jabatan atau posisi, justru semakin jauh dari realitas yang bersentuhan langsung dengan manusia dan masalahnya di bawah. 

Beberapa hal yang penting untuk diingat pada saat coaching, yaitu:
  1. Memiliki data yang akurat: Data di sini mungkin tidak harus kita artikan sebagai data dalam pengertian yang formal dan rumit. Data di sini bisa juga kita artikan sebagai catatan pribadi yang berisikan tentang gap antara skill yang dimiliki karyawan  dengan tuntutan pekerjaan. Bisa juga berisi masalah yang dihadapi si karyawan dalam kaitannya dengan kinerjanya. Bisa pula berisi tentang perkembangan si karyawan yang kita coaching itu dari waktu ke waktu. Dengan memiliki apa yang kita sebut data itu, berarti ketika kita hendak meng-coach orang, kita sudah tahu apa yang perlu dan apa yang belum perlu, mana yang perlu ditekankan dan mana yang belum perlu, dan seterusnya.
  2. Menemukan metode yang ”teachable”: Seperti yang saya katakan di muka, bahwa dalam meng-coaching ini memang kita dituntut untuk memerankan diri sebagai pendidik. Hal yang terpenting di sini adalah menggunakan atau menemukan metode mendidik yang dapat membuat orang yang kita didik itu bisa mendidik orang lain dan begitu seterusnya. Dengan begitu, tanpa harus kita yang turun langung, program coaching tetap berjalan di tempat kita. Ini tentu sangat positif. Selain meminterkan orang lain, ini juga bisa membentuk lingkungan yang positif.  
  3. Menghidupkan, bukan mematikan: Ini soal cara bagaimana meng-coach orang. Meski kita sudah sama-sama tahu bahwa cara yang bagus adalah menghidupkan semangat orang, tetapi dalam prakteknya belum tentu pengetahuan itu kita gunakan. Ada cara yang menghidupkan tetapi ada cara yang mematikan,  ada cara yang mendorong tetapi ada  cara yang malah menarik. Cara yang kita gunakan terkadang bisa bertentangan dengan niat yang kita maksudkan. Karena itu, meski niat kita baik, namun kalau cara yang kita gunakan itu mematikan, me-looking-down-kan, atau menghinakan, bisa jadi hasilnya bukan malah bagus.  

Daftar Pustaka
  • Passmore, Jonathan, 2010. Excellence in Coaching, Panduan Lengkap Menjadi Coach Profesional. PPM. Jakarta
  • Shenkman, Michael, 2010, Leader Mentoring, Menemukan, Menginspirasi, dan Mengembangkan Pemimpin Besar dalam Perusahaan. PPM. Jakarta.
  • Gaol. J.L, CHR. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori, dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik dan Bisnis. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
  • Aprianto, B. SPHR dan Arisandy Jacob, Fonny. 2013. Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia. Penerbit PPM. Jakarta


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.