Friday, June 3, 2016

Kepuasan Kerja





A. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Luthans (dalam Chasanah, 2008:13) merumuskan kepuasan kerja
adalah suatu keadaan emosi seseorang yang positif maupun menyenangkan
yang dihasilkan dan penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja.
Definisi
lain tentang kepuasan kerja dikemukakan oleh Wexley dan Yukl (dalam
Muhaimin, 2004:3), yang mengatakan is the way an employee feel about his
or her job, it is a generalized attitude toward the job based on evaluation of
different aspect of the job. A person’s attitude toward his job reflect plesant
and unpleasant experiences in the job and his expectation about future
experiences (kepuasan kerja sebagai perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya, kepuasan kerja secara umum merupakan sikap terhadap
pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda
bagi pekerjaan. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya tersebut
mengambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak
menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan mengenai pengalaman
mendatang).
Howell dan Dipboye (dalam Munandar. 2008: 350) memandang
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak
sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap
pekerjaannya. Churchill, Ford, & Walker (dalam Triyanto. 2009: 2), kepuasan
kerja adalah semua karakteristik dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan
kerja dimana salesmen menemukan rewarding, fulfilling, and satisfying, atau
frustasing and unsatisfying .
Kepuasan kerja menurut Hasibuan (2007: 202) adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi luar dan dalam pekerjaan. Menurut
Robbins (dalam Sopiah. 2008: 170), kepuasan kerja merupakan sikap umum
seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Jadi kepuasan kerja yang diperoleh
oleh individu merupakan gambaran dari pekerjaan yang dilakukan.
Jewell & Siegell (dalam Idrus. 2006: 96) mengungkapkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap
situasi kerja. Lebih lanjut diungkapkan oleh Jewell & Siegell, mengingat
kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi hipotesis
sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan
dengan pola perilaku tertentu.
Locke berpendapat tenaga kerja yang puas dengan pekerjaanya merasa
senang dengan pekerjaannya (dalam Munandar. 2008: 350). Menurut Locke,
perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidakpuasan
kerja cenderung lebih mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada
harapan-harapan untuk masa yang akan datang.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena
adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek
dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya (As’ad. 2008:
103-104).
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan perilaku individu sebagai hasil
pengalaman terhadap pekerjaannya. Semakin positif pengalaman kerja
individu, maka semakin positif dia memandang pekerjaannya.

2. Teori-teori mengenai kepuasan kerja
a. Teori pertentangan
Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan
pertimbangan dua nilai (Munandar, 2008: 354-355):
1) Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang
individu dengan apa yang ia terima
2) Pentingnya apa yang diinginkan oleh individu.
b. Model dari kepuasan bidang/bagian
Lawler (dalam Munandar. 2008: 355) mengemukakan bahwa orang
akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan
rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus
mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah
yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima.
Menurutnya jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang
tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaannya,
ciri-ciri pekerjaannya dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan
dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding bagi mereka.
c. Teori Proses-Bertentangan
Landy (dalam Munandar. 2008: 356) memandang kepuasan kerja
dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang
lain. Pada teori ini ditekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu
keseimbangan emosional. Dalam teori ini, diasumsikan bahwa kepuasan
atau ketidakpuasan kerja memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem
pusat syaraf yang membuat aktif emosi yang berlawanan.
d. Teori keseimbangan
Teori ini dikembangkan oleh Adam (dalam Mangkunegara. 1993:
72). Adapun komponen dari teori ini:
1) Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
dalam melaksanakan pekerjaan, misalnya pendidikan, pengalaman,
skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja, dan sebagainya.
2) Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai,
misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan
kembali (regocnition), kesempatan untuk berprestasi atau
mengekspresikan diri, dan sebagainya.
3) Comparison person adalah seseorang pegawai dalam organisasi yang
sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya
sendiri dalam pekerjaan sebelumnya.
e. Teori dua faktor
Teori dua faktor dikemukakan oleh Herzberg. Berdasarkan hasil
penelitiannya Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua (Sopiah. 2008: 173) yaitu:
1) statisfiers atau motivator, berhubungan dengan aspek-aspek yang
terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi berhubungan dengan job
content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan,
meliputi:
a) Prestasi kerja
b) Pengakuan
c) Tanggung jawab
d) Kemajuan
e) Pekerjaan itu sendiri
f) Pertumbuhan pribadi
2) dissatisfiers atau hygiene factors, faktor yang berada di sekitar
pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek
ekstrinsik pekerja meliputi:
a) Gaji atau upah
b) Kemanan kerja
c) Kondisi pekerjaan
d) Status
e) Kebijakan organisasi
f) Supervisi
g) Hubungan interpersonal

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
(Mangkunegara. 1993: 71), yaitu faktor yang terdapat dalam diri pegawai dan
faktor pekerjaannya.
a. Faktor pegawai, meliputi kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, meliputi jenis pekerjaan, strukutur organisasi, pangkat
(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
4. Aspek-aspek kepuasan kerja
Menurut Robbins (dalam Sopiah. 2008: 171) ada 5 aspek yang
berpengaruh terhadap kepuasan kerja yang disebut dengan JDI (Job
Descriptive Index) yaitu:
a. Upah
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari
jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajad sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan
kerja.
b. Pekerjaan
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan
tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja.
Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah
keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali
terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
c. Promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan
memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk
kenaikan jabatan.
d. Atasan
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan
perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling
besar dengan atasan.
e. Rekan kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan
terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika
terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat
kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.

5. Dampak dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja
Munandar (2008: 363-368) mengungkapkan beberapa dampak dari
kepuasan dan ketidakpuasan kerja berupa:
a. Dampak terhadap produktivitas
Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan
dengan menaikkan kepuasan kerja. Hasil penelitian tidak mendukung
pandangan ini. Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat
kecil. Vromm yang mempelajari sejumlah besar hasil penelitian
melaporkan bahwa korelasi mediannya hanyalah 0,14. Kenyataan ini
sebagian dapat dijelaskan dengan mengatakan dipengaruhi oleh banyak
faktor-faktor di samping kepuasan kerja.
Akhir-akhir ini terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kepuasan
kerja mungkin merupakan akibat, dan bukan merupakan sebab dari
produktivitas. Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi
menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja
mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai
sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua￾duanya adil dan wajar, dan diasosiakan dengan unjuk kerja yang unggul.
Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan bahwa pada ganjaran intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan
kenaikan dalam kepuasan kerja.
b. Dampak terhadap ketidakhadiran (absenteisme) dan keluarnya tenaga
kerja (turnover)
Porters & Sters (1967) menyatakan bahwa ketidakhadiran dan
berhenti kerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif
berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian
kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan
berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai
akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Dari penelitian ditemukan
adanya hubungan antara ketidakhadiran dengan kepuasan kerja.
c. Dampak terhadap kesehatan
Dari kajian longitudinal disimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari
kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi panjang umur atau
rentang kehidupan. Salah satu temuan yang penting dari kajian yang
dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja
ialah bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja
bahwa pekerjaan mereka menurut penggunaan efektif dari kecakapan￾percakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi.
Skor-skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan
tingkat dari jabatan. Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan
dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Terdapat dugaan
bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental, dan
kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan
kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan
yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.
Dari penjabaran mengenai dampak dari kepuasan dan ketidakpuasan
kerja pada karyawan dapat diketahui jika ketika seorang karyawan mengalami
ketidakpuasan dalam bekerja, ada beberapa dampak yang timbul seperti
produktivitas yang menurun, sering absen, dan keluar dari pekerjaan
(turnover).

Daftar Pustaka
Almigo, Nuzsep. 2004. Hubungan Antara Kepuasan Kerja dengan Produktivitas
Kerja Karyawan. Jurnal Psikologi. Volume 1 Nomor 1 Desember 2004.
Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
________________. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi
Revisi VI. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
As’ad, Moh. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Azwar, Saifuddin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______________ . 2012. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.