Definisi
manajemen Kinerja:
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja
yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang
valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
- Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.
Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.
Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja
yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang
valid.
4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
- Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
- Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
- Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
- Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
- Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
- Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
- Mendorong pengembangan pribadi.
Mengapa
Manajemen Kinerja Diperlukan?
Suatu
organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan
organisasi menunjukkan hasil kerja/prestasi organsisasi dan menunjukkan kinerja
organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang
dijalankan. Aktivitas tersebut dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi
maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang
diharapkan, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaan aktivitasnya.
Dengan
demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen
kinerja bukannya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga kepada
manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah
menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki
kinerja , memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai
inti, memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar
ketrampilan, mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan,
mengusahakan basis perencanaan karier,
membantu menahan pekerja terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif
kualitas total dan pelayanan pelanggan, mendukung program perubahan budaya.
Bagi
manajer, manfaat manajemen kinerja antara lain: mengupayakan klarifikasi
kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara
berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan
nonfinansial pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan
untuk mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau ulang kinerja dan
tingkat kompensasi.
Bagi
individu, manfaat manajemen kinerja antara lain dalam bentuk: memperjelas peran
dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu pengembangan
kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar
objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan memformulasi tujuan dan
rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan.
Menurut
Costello (1994) manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan
mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari
unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara
langsung mempengaruhi tidak saja kinerja
masing-masing pekerja secara individu dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja
seluruh organisasi.
Apabila
pekerja telah memahami tentang apa yang
diharapkan dari mereka dan mendapat dukungan yang diperlukan untuk memberikan
kontribusi pada organisasi secara efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan
, harga diri dan motivasinya akan meningkat.
Dengan demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama, saling
pengertian dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan.
Prinsip
Dasar
Terdapat 10
prinsip dasar manajemen kinerja yang dapat menjadi pondasi yang kuat bagi
kinerja organisasi.
Menghargai
Kejujuran
Memberikan
Pelayanan
Tanggung
jawab
Dirasakan
seperti bermain
Adanya
perasaan kasihan
Adanya
perumusan tujuan
Terdapat
konsensus dan kerja sama
Sifatnya
berkelanjutan
Terjadi komunikasi dua arah
Mendapatkan
umpan balik
Proses Manajemen Kinerja
Masukan
Manajemen
kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus dikelola agar dapat saling
bersinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Masukan tersebut berupa:
sumberdaya manusia (SDM), modal, material, peralatan dan teknologi serta metode
dan mekanisme kerja.
Manajemen
Kinerja memerlukan masukan berupa tersedianya kapabilitas SDM, baik sebaga
perorangan maupun tim. Kapabilitas SDM diwujudkan dalam bentuk pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi. SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses kinerja maupun hasil kerja.
Sedangkan kompetensi diperlukan agar SDM mempunyai kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga
dapat memberikan kinerja terbaiknya.
Proses
Manajemen
kinerja diawali dengan perencanaan tentang bagaimana merencanakan tujuan yang
diharapkan di masa yang akan datang, dan menyusun semua sumberdaya dan kegiatan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan rencana dimonitoring dan diukur kemajuannya
dalam mencapai tujuan. Penilaian dan peninjauan kembali dilakukan untuk
mengoreksi dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan bila terdapat deviasi
terhadap rencana. Manajemen kinerja menjalin terjadinya saling menghargai
kepentingan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses kinerja. Prosedur
dalam manajemen kinerja dijalankan secara jujur untuk membatasi dampak meerugikan pada individu. Proses
manajemen kinerja dijalankan secara transparan terutama terhadap orang yang
terpengaruh oleh keputusan yang timbul dan orang mendapatkan kesempatan melalui
dasar dibuatnya suatu keputusan.
Keluaran
Keluaran
merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik dalam bentuk barang
maupun jasa. Hasil kerja yang dicapai organisasi harus dibandingkan dengan
tujuan yang diharapkan . Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah dari
tujuan yang telah ditetapkan. Bila terdapat deviasi akan menjadi umpan balik
dalam perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang sudah
dilakukan.
Manfaat
Selain
memperhatikan keluaran, manajemen kinerja juga memperhatikan manfaat dari hasil
kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya
karena keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan
motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi. Tetapi dampak
keberhasilan sesorang dapat bersifat negatif, jika karena keberhasilannya ia
menjadi sombong yang akan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif.
Model Manajemen Kinerja
Model Deming
Manajemen kinerja
Deming menggambarkan keseluruhan proses manajemen kinerja seperti tampak pada
gambar 2 di bawah ini:
Hasil
kegiatan monitoring dan review dapat menyimpulkan bahwa kemajuan telah dicapai
sesuai dengan rencana. Tetapi jika terdapat deviasi antara rencana dengan
kemajuan yang telah dicapai. Dalam keadaan demikian perlu dilakukan tindakan
untuk memperbaiki kinerja agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai
pada waktunya. Bila hal itu tidak memungkinkan, langkah yang dapat diambil
adalah dengan melakukan penyesuaian kembali terhadap rencana dan tujuan yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Demikian seterusnya proses kinerja akan berulang
kembali melalui tahapan-tahapan tersebut di atas. Model proses kinerja Deming
dinamakan Siklus.
Model
Torrington dan Hall
Torrington
dan Hall menggambarkan proses manajemen kinerja dengan merumuskan terlebih
dahulu harapan terhadap kinerja atau hasil yang diharapkan dari suatu kinerja.
Kemudia, ditentukan dukungan yang diberikan terhadap kinerja untuk mencapai
tujuan. Sementara pelaksanaan kinerja berlangsung dilakukan peninjauan kembali
(review) dan penilaian kinerja. Langkah selanjutnya melakukan pengelolaan
terhadap standar kinerja. Strandar kinerja harus dijaga agar tujuan yang
diharapkan dapat dicapai. Proses manajemen kinerja Torrington dan Hall dapat
dilihat pada gambar 3 di bawah ini.
Model
Costello
Model
Costello digambarkan dalam bentuk siklus seperti pada Gambar 4. Siklus dimulai
dengan melakukan persiapan perencanaan sehingga dapat dibuat suatu rencana dalam
bentuk rencana kinerja dan pengembangan. Untuk meningkatkan kinerja, diberikan
coaching pada SDM dan dilakukan pengukuran kemajuan kinerja. Peninjauan kembali
selalu dilakukan terhadap kemajuan pekerjaan dan bila diperlukan dilakukan
perubahan rencana. Coaching dan review
dilakukan secara berkala dan akhir tahun dilakukan penilaian kinerja tahunan
dan dipergunakan untuk meninjau kembali pengembangan. Akhirnya, hasil penilaian
tersebut digunakan untuk mempertimbangkan
penggajian dan menjadi umpan balik untuk rencana tahun berikutnya.
Model
Armstrong dan Baron
Proses
manajemen kinerja dilihat sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan
secara berurutan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Urutan manajemen
kinerja oleh Armstrong dan Baron digambarkan sbb:
Misi
Organisasi dan Tujuan Strategis; merupakan titik awal proses manajemen kinerja.
Misi dan tujuan strategis dijadikan acuan bagi tingkatan manajemen di bawahnya.
Perumusan misi dan tujuan strategis organisasi ditujukan untuk memastikan bahwa
setiap kegiatan selanjutnya harus sejalan dengan tujuan tersebut dan diharapkan
dapat memberikan kontribusi pada prestasi.
Rencana dan
Tujuan Bisnis dan Departemen; merupakan penjabaran dari misi organisasi dan
tujuan strategis. Pada kasus tertentu rencana dan tujuan bisnis ditetapkan
lebih dahualu, kemudian dijabarkan dan dibebankan pada departemen yang
mendukungnya. Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa kemampuan departemen menjadi
faktor pembatas dalam menentapkan rencana dan tujuan bisnis. Bila hal ini
terjadi, tujuan departemen ditentukan lebih dahulu.
Kesepakatan
Kinerja (Performance Contract/Kontrak
Kinerja) dan Pengembangan; merupakan kesepakatan yang dicapai antara individu
dengan manajernya tentang sasaran dan akuntabilitasnya, biasanya dicapai pada
rapat formal. Proses kesepakatan kinerja menjadi mudah jika kedua pihak
menyiapkan pertemuan dengan mengkaji ulang progres terhadap sasaran yang
disetujui. Kontrak kinerja merupakan dasar untuk mempertimbangkan rencana yang
harus dibuat untuk memperbaiki kinerja. Kontrak kinerja juga menjadi dasar
dalam melakukan penilaian terhadap kinerja bawahan.
Rencana
Kinerja dan Pengembangan; merupakan eksplorasi bersama tentang apa yang perlu
dilakukan dan diketahui individu untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan
ketrampilan dan kompetensinya dan bagaimana manajer dapat memberikan dukungan
dan bimbingan yang diperlukan.
Tindakan
Kerja dan Pengembangan; manajemen kinerja membantu orang untuk siap bertindak
sehingga mereka dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Monitoring
dan Umpan Balik berkelanjutan; konsep terpenting dan sering berulang adalah
proses mengelola dan mengembangkan standar kinerja. Dalama hal ini dibutuhkan
sikap keterbukaan, kejujuran, bersifat positif dan terjadinya komunikasi dua
arah antara supervisor dan pekerja sepanjang tahun.
Review
Formal dan Umpan Balik; dalam melakukan review, pimpinan memberi kesempatan
kepada bawahan untuk memberi komentar tentang kepemimpinan. Review mencakup
tentang: pencapaian sasaran, tingkat kompetensi yang dicapai, kontribusi
terhadap nilai-nilai utama, pencapaian pelaksanaan rencana, pengembangan
pribadi, pertimbangan tentang masa depan, perasaan dan aspirasi tentang
pekerjaan, dan komentar terhadap dukungan manajer. Hasil review menjadi umpan
balik bagi kontrak kinerja.
Penilaian
Kinerja Menyeluruh; penilaian dilakukan dengan melihat hasil atau prestasi
kerja. Tingkatan penilaian dapat bervariasi tergantung pada jenis organisasi dan pekerjaan yang dilakukan.
Kaidah-kaidah
Manajemen Kinerja
Manajemen Kinerja
yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti
kaidah-kaidah berikut ini (www. RiniSatria.net, 10 Jan 2010)
Terdapat
suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara
kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini
harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut.
Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah
berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator
pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Pada organisasi
pemerintahan maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada
masyarakat (akuntabilitas eksternal atau publik). Semuanya harus terukur secara
kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti
pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target
atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School
mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita
ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki
indikator kinerja , biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang
memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semua ukuran
kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara
atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance
contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si
bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini
berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator
kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu
pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja
yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk
mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi
nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata,
melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua
hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja
yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk
dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis
untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous improvements).
Terdapat
suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja,
lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan, di mana organisasi
bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat
adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir (3)
evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.
Adanya suatu
sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten
dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga
dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya.
Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah
sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja
ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum
reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena
dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
Terdapat
suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif
obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal
adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan,
rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu
berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap
subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata
berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini
adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun
banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
menggunakannya di berbagai organisasi. Tetapi dalam penerapannya mesti
hati-hati, karena aspek kematangan organisasi (organization maturity) sangat
berpengaruh di sini.
Terdapat
suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya
suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau
sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting
dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut.
Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas
siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul,
melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi
tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang
lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah
sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti..
Menerapkan
konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi
memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal
penting, seperti manajemen kinerja , rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi
tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi,
kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap
pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka
kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi
juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk
membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.