Seperti kita ketahui bersama bahwa
seringnya terjadi perselisihan di dalam perusahaan merupakan sesuatu yang amat
mengganggu kegiatan operasional perusahaan, banyak hal yang selalu menjadi pemicu
permasalahan antara karyawan dan perusahaan, untuk itu perlunya suatu proses
mediasi yang dilakukan agar dapat meredam terjadinya perselisihan tersebut.
Proses mediasi inilah yang kemudian disebut sebagai Hubungan Industrial. Kegiatan yang berkaitan dengan Hubungan Industrial di dalam sebuah Perusahaan bisa dikatakan lebih dari sekedar dari hal-hal yang berkaitan denganpengelolaan organisasi perusahaan itu sendiri. Perkembangan yang berkaitan denganHubungan Industrial merupakan cerminan adanya perubahan-perubahan dalam sifat dasar kerja di dalam suatu masyarakat (baik dalam arti ekonomi maupun sosial) danadanya perbedaan pandangan mengenai peraturan perundangan undangan tentangketenagakerjaan. Kegiatan Hubungan Industrial dapat dijelaskan, yaitu “meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan”. Namun, sulit untuk mendefinisikan istilah “Hubungan Industrial” secara tepat yang dapat diterima secara universal. Memang muncul pernyataan yang mendefinisikan “Hubungan Industrial” dikaitkan dengan laki-laki, bekerja penuh waktu, mempunyai serikat buruh, pekerja kasar di unit pabrik besar yang menetapkan tindakan-tindakan pengendalian, pemogokan, dan perundingan bersama.
Proses mediasi inilah yang kemudian disebut sebagai Hubungan Industrial. Kegiatan yang berkaitan dengan Hubungan Industrial di dalam sebuah Perusahaan bisa dikatakan lebih dari sekedar dari hal-hal yang berkaitan denganpengelolaan organisasi perusahaan itu sendiri. Perkembangan yang berkaitan denganHubungan Industrial merupakan cerminan adanya perubahan-perubahan dalam sifat dasar kerja di dalam suatu masyarakat (baik dalam arti ekonomi maupun sosial) danadanya perbedaan pandangan mengenai peraturan perundangan undangan tentangketenagakerjaan. Kegiatan Hubungan Industrial dapat dijelaskan, yaitu “meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam tempat kerja yang berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan”. Namun, sulit untuk mendefinisikan istilah “Hubungan Industrial” secara tepat yang dapat diterima secara universal. Memang muncul pernyataan yang mendefinisikan “Hubungan Industrial” dikaitkan dengan laki-laki, bekerja penuh waktu, mempunyai serikat buruh, pekerja kasar di unit pabrik besar yang menetapkan tindakan-tindakan pengendalian, pemogokan, dan perundingan bersama.
Namun, di Indonesia Hubungan Industrial ternyata berkaitan dengan semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja di
suatu perusahaan tanpa mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam serikat
pekerja/serikat buruh, dan jenis pekerjaan. Hubungan Industrial juga seharusnya tidak dilihat hanya dari persyaratan
peraturan kerja organisasi yang sederhana, tetapi juga harus ditinjau dari
hubungan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas (
dipandang secara komprehensif). Dengan kata
lain Hubungan Industrial harus dipadukan dengan bidang sosial, politik dan ekonomi, ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain
atau masing-masing tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam Undang-undang
ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 pasal 16 disebutkan bahwa pengertian dari
Hubungan Industrial adalah sistem Hubungan yang terbentuk antara para pelaku
dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh dan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-undang 1945.
Secara sederhana, pengertian mengenai Hubungan Industrial adalah sebuah
sistem hubungan yang terbangun atau terbentuk antara para pelaku proses produksi barang
dan/atau jasa, baik internal maupun eksternal perusahaan. Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini
terutama adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang
kemudian diistilahkan sebagai tripartit. Dalam proses produksi pihak-pihak yang secara
fisik sehari-hari terlibat langsung adalah pekerja/buruh dan pengusaha (operator), sedangkan pemerintah terlibat di dalam hal-hal tertentu saja
terutama yang berkaitan dengan atau sesuai kewenangannya (regulator).
Hubungan Industrial berawal dari adanya hubungan kerja yang lebih
bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan hak dan kewajiban
pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat perorangan. Perjanjian
kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara lain memuat ketentuan
mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan, jabatan yang
bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian
tugas, dan penempatan kerja. Di tingkat perusahaan pekerja dan pengusaha adalah
dua pelaku utama dalam kegiatan Hubungan Industrial. Dalam Hubungan Industrial baik
pihak perusahaan maupun pekerja/buruh mempunyai hak yang sama dan sah
untuk melindungi hal-hal yang dianggap sebagai kepentingannya masing-masing
juga untuk mengamankan tujuan-tujuan mereka, termasuk hak untuk melakukan
tekanan melalui kekuatan bersama bila dipandang perlu. Di satu sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai
kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahan, tetapi
di sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai potensi konf1ik, terutama
apabila berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan
masing-masing pihak. Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, misalnya
konsep keadilan dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan
kolektivitas, hak dan kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.Sementara
itu, fungsi utama pemerintah dalam Hubungan Industrial adalah mengadakan atau
menyusun peraturan dan perundangan ketenagakerjaan agar hubungan antara pekerja
dan pengusaha berja1an serasi dan seimbang, dilandasi oleh pengaturan hak dan
kewajiban yang adil. Di samping itu pemerintah juga berkewajiban untuk
menyelesaikan secara adil perselisihan atau konflik yang terjadi. Pada
dasarnya, kepentingan pemerintah juga untuk menjaga kelangsungan proses
produksi demi kepentingan yang lebih luas.
Tujuan akhir pengaturan Hubungan Industrial adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan
pekerja maupun pengusaha. Kedua tujuan ini saling berkaitan, tidak terpisah,
bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas perusahaan yang diawali dengan
produktivitas kerja pekerjanya hanya mungkin terjadi jika perusahaan didukung
oleh pekerja yang sejahtera atau mempunyai harapan bahwa di waktu yang akan
datang kesejahteraan mereka akan lebih membaik.
Sementara itu kesejahteraan semua pihak, khususnya para pekerja, hanya
mungkin dapat dipenuhi apabila didukung oleh produktivitas perusahaan pada
tingkat tertentu, atau jika ada peningkatan produktivitas yang memadai, yang
mengarah ke tingkat produktivitas sesuai dengan harapan pengusaha. Sebelum
mampu mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan, semua pihak yang terkait
dalam proses produksi, khususnya pimpinan perusahaan, perlu secara
sungguh-sungguh menciptakan kondisi kerja yang mendukung. Kunci utama
keberhasilan menciptakan Hubungan Industrial yang aman dan dinamis adalah
komunikasi. Untuk memelihara komunikasi yang baik memang tidak mudah, dan
diperlukan perhatian secara khusus. Dengan terpeliharanya komunikasi yang
teratur sebenarnya kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha, akan dapat menarik
manfaat besar.
Faktor penunjang utama dalam komunikasi ini adalah adanya interaksi positif
antara pekerja
dan pengusaha. Interaksi semacam ini apabila dipelihara secara teratur dan
berkesinambungan
akan menciptakan sa1ing pengertian dan kepercayaan. Kedua hal tersebut pada
gilirannya akan merupakan faktor dominan dalam menciptakan ketenangan
kerja dan berusaha atau industrial peace.
Bagi pekerja, komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mengetahui secara dini
dan mendalam
tentang kondisi perusahaan serta prospek perusahaan di masa yang akan
datang. Disamping
itu, pekerja juga dapat menyampaikan berbagai pandangan mereka untuk
membantumeningkatkan kinerja perusahaan. Hal semacam ini perlu ditanggapi
secara positif olehmanajemen, agar sekaligus merupakan pengakuan dan
penghargaan bagi para pekerja yang peduli terhadap nasib perusahaan. Sementara
itu bagi manajemen atau pengusaha komunikasi pasti memiliki nilai positif.
Disamping adanya keterlibatan atau partisipasi dari pekerja terhadap nasib
perusahaan, manajemen juga dapat mengetahui sejak dini "denyut
nadi" para pekerjanya, hingga pekerja di tingkat paling bawah. Dengan
demikian manajemen dapat mengambil langkah penyelesaian masalah secara dini
dandapat mencegah agar masalahnya tidak menjadi lebih besar.
Prasyarat untuk dapat membina komunikasi adalah bahwa pimpinan unit kerja
atau satuan kerja,
apapun fungsinya, pada dasarnya juga adalah pimpinan sumber daya manusia di
unit atau satuan
kerja yang bersangkutan. Komunikasi tidak mungkin hanya dilakukan oleh
satuan kerja/pimpinan
SDM (direktur eksekutf, para manajer, atau manajer divisi, dsb) tanpa
adanya kepedulian dari
semua lini yang ada di perusahaan. Oleh karena itu pembinaan SDM pada umumnya,
dan khususnya Hubungan Industrial, harus menjadi kepedulian semua pimpinan
di setiap tingkat.
Untuk itu, Hubungan Industrial perlu dipahami oleh semua tingkat pimpinan,
bukan hanya pimpinan SDM atau personalia semata-mata agar ketenangan kerja
dan ketenangan berusaha yang menjadi tujuan antara dalam menciptakan
Hubungan Industrial yang aman dan dinamis dapat terwujud. Ketenangan kerja
dan berusaha dapat dilihat dari adanya indikator bahwa terjadi
hubungan kerja yang dinamis antara manajemen dan pekerja atau serikat
pekerja.
Hubungan Industrial selalu bersifat kolektif dan meliputi kepentingan luas.
Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuannya sarana Hubungan Industrial juga bersifat kolektif.
Sarana utama hubungan
industrial dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pada tingkat
perusahaan ialah serikat
pekerja/serikat buruh, Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama,
Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama bipartit, pendidikan, dan
mekanisme penyelesaian perselisihan
industrial. Kedua, sarana yang bersifat makro, yaitu serikat
pekerja/serikat buruh, organisasi
pengusaha, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perundang-undangan,
penyelesaian perselisihan industrial, dan pengenalan Hubungan Industrial bagi
masyarakat luas.
Ada 9 (sembilan) permasalahan yang
sering timbul dan memicu konflik didalam perusahaan antara pekerja dan
pengusaha, kesembilan itu adalah :
1. Solidaritas terhadap sesama pekerja yang dinilai telah
diperlakukan secara kurang adil oleh perusahaan;
2. Perbedaan persepsi tentang perundangan dan peraturan
pemerintah;
3. Menuntut kepala personalia yang dinilai bersikap keras
terhadap pekerja/buruh danberpihak pada perusahaan dan
diminta agar mundur;
4.
Perubahan manajemen perusahaan
yang dinilai tidak memperhatikan kepentingandan kesejahteraan pekerja;
5. Menuntut adanya transparansi perusahaan (terutama
berkaitan dengan keuntunganperusahaan yang mungkin dapat menjadi bagian
pekerja/buruh dalam bentuk upahyang lebih tinggi atau peningkatan
kesejahteraan);
6. Pelaksanaan peraturan uang pesangon; perusahaan
dianggap tidak terbuka tentangkeuntungan perusahaan;
7. Kecurigaan mengenai adanya penyalahgunaan dana
Jamsostek;
8. Ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil
perundingan; atau
9. Tuntutan-tuntutan baru lainnya yang muncul seiring
dengan meningkatnyapengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka setelah
SP-TP terbentuk di tempatkerja mereka.
Dengan demikian jika kita telah
mengetahui secara jelas mengenai permasalahan-permasalahan itu, maka sudah
sewajarnya kita selaku pengelola SDM Perusahaan sudah dapat mengantisipasi agar
masalah itu tidak timbul dan kita bisa bekerja dengan tenang, untuk itu
sebaiknya kita harus mengetahui bahwa ada beberapa Kepmen dan Undang-undang
yang dapat mendukung proses permasalahan dalam Hubungan Industrial, yaitu :
1. Undang- Undang No. 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2. Kepmenakertrans No.16/Men/2001,
tentang tatacara pencatatan SP/SB
3. Kepmenakertrans
No.201/Men/2001, tentang keterwakilan dalam kelembagaan Hubungan Industrial
4.
Kepmenakertrans RI No.Kep-255/Men/2003, tanggal 9 Desember 2003 tentang
tatacara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama Bipartit
5. Kepmenakertrans
RI No.Kep-255/Men/2003, tanggal 8 April 2004 tentang tatacara pembuatan dan
pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran perjanjian
kerja bersama.
Selain
itu ada norma-norma dalam Hubungan Industrial, yaitu :
1. Makro
minimal, adalah ketentuan normatif yang mengatur mengenai hak dan kewajiban
pekerja dan pengusaha, makro minimal ini adalah undang-undang ketenagakerjaan
dan peraturan pemerintah dan turunannya.
2. Makro
kondisional, adalah perjanjian/peraturan antara organisasi dan karyawan
yang mengatur hubungan kerja.
Dengan kedua jenis makro diatas,
jelaslah bahwa norma ini diberlakukan dalam kaitan Hubungan Industrial dengan
melihat tempat dan waktu serta mekanisme atau sistem yang ada dan terjadinya
proses dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi didalam perusahaan.
Daftar Pustaka
http://epsmanajemensdm.blogspot.co.id/2011/07/hubungan-industrial-industrial-relation.html
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.