Showing posts with label @A20-Alfin. Show all posts
Showing posts with label @A20-Alfin. Show all posts

Friday, January 13, 2017

Kepuasan Kerja


I. Pendahuluan
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.

Friday, December 9, 2016

Motivasi Kerja




1. Definisi Tentang Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu, dengan demikian motivasi hidup ialah keinginan untuk menjalani kehidupan, motivasi usaha atau bisnis adalah keinginan untuk menjalankan suatu usaha atau bisnis, sedangkan motivasi kerja tak lain merupakan keinginan untuk melaksanakan pekerjaan.
Sedangkan demotivasi dapat diartikan ketidak-inginan untuk melakukan sesuatu. Dalam pribadi setiap orang senantiasa terjadi persaingan yang ketat antara motivasi dan demotivasi baik untuk menjalani kehidupan secara umum maupun untuk melaksanakan jenis kegiatan tertentu.
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu kegiatan atau perbuatan yang berlangsung secara sadar.
Dengan demikian yang perlu dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan atau manajemen institusi lainnya ialah bagaimana supaya ekosistem kerja, iklim kerja, atmosfer kerja atau budaya kerja menjadi lebih kondusif, sehingga para pekerja menjadi semakin bergairah, bersemangat dan memiliki dedikasi yang tinggi. Setiap pekerja harus mencapai kepuasan maksimal dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga “kadar” motivasi yang dimilikinya semakin berlimpah dan menular ke rekan kerjanya. Jika sudah demikian makan pencapaian tujuan perusahaan atau organisasi akan berlangsung dengan efektif dan efisien, artinya dari segi waktu dan biaya bisa menghasilkan produktivitas yang optimal.
Untuk mendorong dan menggerakkan sekelompok orang dalam berbagai organisasi sehingga tercapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien, tentu saja dapat menggunakan beragam teori motivasi. Situs ChangingMinds.org  mencantumkan setidaknya ada 27 teori mengenai motivasi, mulai dari Acquired Needs Theory, Activation Theory, Affect Perseverance, Attitude-Behavior Consistency, Attribution Theory, Cognitive Dissonance, Cognitive Evalution Theory, Consistency Theory, Control Theory, Drive Theory, Goal-Setting Theory, Placebo Effect sampai The Transtheoretical Model of Change. Namun seorang manajer tidak bisa hanya berbekal beragam teori tersebut, yang lebih penting ialah adanya talenta dalam bidang kepemimpinan, termasuk kepiawaian dalam memberikan motivasi.
Dalam hal ini motivasi diibaratkan sebagai “jantungnya” manajemen karyawan. Motivasi merupakan dorongan yang membuat karyawan melakukan sesuatu dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu. Sudah tentu tidak ada keberhasilan mengerjakan sesuatu, seperti mengelola karyawan, tanpa adanya motivasi baik dari manajer maupun dari karyawan. Sudah jelas bahwa manajer membutuhkan ketrampilan, kecakapan, keahlian atau kepiawaian  untuk memahami dan menciptakan kondisi di mana semua “pasukannya” dapat termotivasi. Hal tersebut merupakan  tantangan besar karena tiap karyawan memiliki perbedaan karakteristik dan respon pada kondisi yang berbeda.
Di sisi lainnya ekosistem kerja atau kondisi kerja dengan beragam permasalahannya senantiasa mengalami dinamika, tidak ada yang statis. Perkembangan teknologi informasi yang berlangsung secara terus-menerus sangat berpengaruh kepada kondisi kerja dan budaya kerja setiap perusahaan atau organisasi. Dengan demikian seorang manajer pun harus mampu beradaptasi dengan perkembangan keadaan, termasuk dalam mengembangkan cara atau teknik yang lebih kreatif dalam memotivasi tim kerjanya.
Setiap pegawai membutuhkan lingkungan manajemen yang harmoni dan kepemimpinan yang menentramkan, sehingga dalam menjalankan pekerjaannya menjadi sangat termotivasi. Sebagai catatan, dalam keadaan demotivasi banyak pegawai yang mengalami  stress hingga depresi,  beragam gangguan organ tubuh atau fisik,  malas dan apatis dalam menjalankan pekerjaan, kualitas kerja yang terus menurun hingga di bawah standar, dan  terhambatnya komunikasi personal baik dengan rekan sekerja maupun dengan manajer.

2. Penerapan Teori Motivasi
Dalam praktek manajemen sumberdaya manusia tentu saja upaya penerapan berbagai teori motivasi menjadi sangat penting. Setidaknya terdapat enam terori motivasi yang layak diterapkan dalam manajemen SDM di lingkungan perusahaan atau organisasi pada umumnya. Keenam teori tersebut ialah :
1.    Teori Kebutuhan (Abraham Maslow)
Setiap manusia yang terlahir di Planet Bumi senantiasa memiliki kebutuhan sampai akhir hayatnya, kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan fisik, kebutuhan psikologis dan kebutuhan spiritual. Dalam konteks MSDM di perusahaan, sudah jelas bahwa setiap pegawai memiliki kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual. Teoti kebutuhan menyebutkan bahwa kebutuhan itu sendiri  dapat diartikan sebagai daya, kekuatan, atau energi yang menghasilkan dorongan bagi setiap orang untuk melakukan tindakan atau kegiatan, tak lain supaya dapat memuaskan atau memenuhi kebutuhan tersebut.
Teori Maslow antara lain menyebutkan adanya hirarkhi (tingkatan) kebutuhan, di mana setiap tingkatan memberikan kekuatan dorongan yang berbeda dalam memberikan motivasi bagi setiap orang untuk melakukan tindakan. Adapun hirarkhi tersebut dimulai dari yang paling kuat sampai paling lemah : Kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan cinta dan rasa memiliki, kebutuhan status atau kekuasaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisik (physiological needs) antara lain meliputi makanan, minuman, tempat tinggal, kehangatan, tidur, dan sebagainya; Kebutuhan rasa aman (safety needs) meliputi perlindungan yang menyangkut keamanan, ketertiban, hukum, stabilitas dan terbebas dari rasa takut; Kebutuhan cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs) meliputi  kebutuhan persahabatan, keintiman, kasih sayang dan cinta, serta hubungan romantis; Kebutuhan status atau kekuasaan (esteem needs) meliputi kebutuhan akan prestasi, kemerdekaan, dominasi, prestise, harga diri dan rasa hormat dari orang lain; Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization) meliputi kebutuhan untuk mengungkapkan poteni diri, pemenuhan diri, pertumbuhan pribadi dan pengalaman puncak.
Lantas, bagaimana penerapan Teori Kebutuhan Maslow dalam organisasi seperti perusahaan?
Salah satu asumsi Teori Kebutuhan Maslow menyatakan bahwa kebutuhan yang lebih rendah dapat memberikan dorongan yang paling kuat, sehingga harus dipenuhi terlebih dahulu. Kebutuhan fisik pegawai meliputi makanan atau bahan pangan pada umumnya, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Dengan demikian kebanyakan pegawai termotivasi untuk bekerja, tak lain untuk memenuhi beragam kebutuhan fisik tersebut.
Motivasi kerja pegawai erat kaitannya dengan tingkat pemebuhan kebutuhan fisik mereka. Dengan kata lain jika kebutuhan fisik  tidak terpenuhi maka kualitas dan kuantitas kerja yang dihasilkan akan berada di bawah standar kerja yang ditetapkan perusahaan. Dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa KFM ialah  Kebutuhan fisik minimum (KFM) adalah kebutuhan minimum selama sebulan dari seorang pekerja yang diukur menurut jumlah kalori, protein, vitamin, dan bahan mineral lainnya yang diperlukan sesuai dengan tingkat kebutuhan minimum seorang pekerja dan syarat-syarat kesehatan. Alasannya KFM djadikan dasar penghitungan upah minimum, yang dalam perkembangannya digantikan dengan konsep Kebutuhan Hidup Minium (KHM) yang mengikusertakan kebutuhan makanan dan minuman, perumahan dan fasilitas, sandang, kesehatan dan estetika, serta aneka kebutuhan. Dengan demikian, langkah awal dalam memberikan motivasi kepada para pegawai ialah memberikan upah kerja di atas KHM yang ditetapkan.
Selain Teori Kebutuhan dari Abraham Maslow terdapat lima teori lainnya yang cukup populer, yaitu Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg); Teori Prestasi (David McClelland); Teori Penguatan; Teori Harapan; dan Teori Tujuan Sebagai Motivasi. Dalam hal ini Teori Kebutuhan Maslow dan dua teori pertama yang disebut di atas berfokus pada “apa” yang mendorong manusia untuk melakukan suatu kegiatan. Ketiga teori tersebut lebih dikenal sebagai Teori Isi (Content Theories). Sedangkan tiga teori yang disebut terakhir, merupakan teori motivasi yang berfokus pada “bagaimana” mendorong manusia supaya mengambil tindakan atau berbuat sesuatu. Ketiga teori tersebut lebih dikenal sebagai “Teori Proses”.
Semua teori motivasi dapat diterapkan dalam manajemen perusahaan guna memberikan motivasi kepada semua pegawai pada semua tingkatan. Sebagai contoh, Teori Dua Faktor yang menyebutkan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja, yaitu : Faktor Motivator (faktor prestasi, penghagaan, tanggung jawab, promosi, dan factor pekerjaan itu sendiri). Faktor motivator berkorelasi dengan hirarkhi yang tinggi sampai tertinggi dari teori Maslow; dan Faktor Kebutuhan Kesehatan Lingkungan (upah atau gaji, hubungan antar pekerja, kondisi kerja, supervisi teknis, proses administrasi, kebijakan perusahaan, dan sebagainya). Penerapan dalam lingkungan perusahaan ialah bagaiman supaya kedua faktor itu bisa berjalan harmonis, sehingga seluruh pegawai menjadi selalu termotivasi.
Teori Tujuan sebagai Motivasi mengedepankan prinsip bahwa tujuan bersumber dari rencana strategik dan rencana operasional perusahaan, sehingga bersifat obyektif. Berbeda dengan Teori Harapan yang bersifat subyektif dan berbeda di antara individu.  Penerapan dalam manajemen SDM ialah bahwa tujuan unit kerja atau perusahaan merupakan focus utama dalam bekerja; Tujuan perusahaan menentukan tingkat intensitas pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan tingkat kesulitan dalam tahapam pekerjaan; Tujuan yang sulit dalam pencapaiannya dapat membangkitkan keuletan atau kegigihan pegawai dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh sebab itu unit kerja yang dianggap paling sulit dalam pencapaian tujuan kerjanya perlu diberikan apresiasi yang lebih.
2.    Teori Herzberg
Faktor pemuas kerja
   1. Prestasi
   2. Penghargaan
   3. Pekerjaan kreatif dan menantang
   4. Tanggung jawab
   5. Kemajuan dan peningkatan
Faktor pemeliharaan kerja
   1. Kebijakan dan administrasi perusahaan
   2. Kualitas pengendalian teknik
   3. Kondisi kerja
   4. Hubungan kerja
   5. Status pekerjaan dan keamanan kerja
   6. Kehidupan pribadi
   7. Penggajian

Berbagai Teori Motivasi dapat diterapkan dalam lingkungan manajemen SDM di setiap perusahaan, tinggal bagaimana kemampuan para manajer SDM dalam meramu berbagai konsep atau strategi tersebut dalam taktik dan operasional perusahaan.

Daftar pustaka
(1)      Mangkuprawira, T. S. dan Aida V.H. 2007. Manajemen Mutu SDM. PT Ghalia Indonesia. Jakarta. 
(2)      Nawawi, H.,H. 2011, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
(3)      Atep Afia Hidayat. 2014. Modul Perancangan dan Perilaku Organisasi ; Motivasi Kerja. Universitas Mercubuana. Jakarta .



Friday, November 25, 2016

Manajemen Kompensasi








I.                    PENDAHULUAN
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung maupun barang tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atau jasa yang diberikan pada perusahaan.

Friday, November 11, 2016

Manajemen Kinerja




I.                    PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan unsur penggerak yang paling penting dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Tujuan pembentukan sebuah perusahaan adalah untuk mencapai tujuan bersama dan kelangsungan hidup sebuah perusahaan ditentukan oleh keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Keberhasilan untuk mencapai tujuan bersama tersebut diperlukan sebuah manajemen yang baik dan benar serta memiliki daya saing dalam mengelola sumber daya yang dimiliki.
Manajemen kinerja adalah tentang bagaimana pengelolaan sumber daya perusahaan sehingga dapat bekerja secara optimal dan dapat tercapainya tujuan perusahaan. Suatu manajemen kinerja dapat dikelola dengan baik maka secara langsung berpengaruh terhadap kinerja tiap individu karyawannya, unit kerja, dan seluruh kinerja perusahaan. Oleh karenanya, manajemen kinerja merupakan sebuah kebutuhan bagi setiap perusahaan karena manajemen kinerja berorientasi pada pengelolaan proses pelaksanaan kerja dan hasil atau prestasi kerja sumber daya manusianya dalam mencapai tujuan strategik perusahaan.
Manajemen kinerja dipandang sebagai sebuah sistem yang beroperasi dalam sistem yang luas. Pelaksanaan manajemen kinerja yang buruk mengakibatkan waktu serta sumber daya yang ada terbuang percuma. Oleh karenanya, pelaksanaan manajemen kinerja diatur dalam sebuah sistem yang dinamis yang berhubungan dengan bagianbagian lain dari suatu sistem yang lebih luas serta berhubungan dengan fungsi-fungsi penting dalam perusahaan. Sasaran utama sistem manajemen kinerja adalah mengoptimalkan kinerja karyawan dimana manajemen harus mampu mengkaitkan tugas-tugas dan karakteristik kemampuan karyawan dengan tujuan strategik perusahaan. Sehingga sistem manajemen kinerja dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Sistem manajemen kinerja dengan pendekatan berbasis kompetensi ini telah dikembangkan di perusahaan swasta maupun BUMN yang ingin memperbaiki sistem manajemen kinerjanya dengan pencapaian kinerja perusahaan sebagai tolok ukur serta mengupayakan karyawan agar selalu memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi dalam berprestasi untuk perusahaan.

II.                  PEMBAHASAN

1.       Konsep Dasar Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja menurut Susilo (2012:6) merupakan “aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan, pengarahan, dan pengendalian terhadap pencapaian hasil kerja karyawan serta upaya manajemen untuk terus memacu kinerja karyawannya secara optimal”.
Sedangkan manajemen kinerja menurut Dharma(2004:16) merupakan “proses untuk menetapakan suatu pemahaman bersama tentang apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat memungkinkan sasaran akan dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu”.
Sementara itu, menurut Bacal (1994) yang dikutip oleh Wibowo (2007:8) memandang bahwa “manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya”.
Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman menegenai pekerjaan yang akan dilakukan. Manajemen kinerja didasarkan kepada suatu asumsi bahwa karyawan mengetahui dan mengerti apa yang diharapkan dari perusahaannya, dan diikutsertakan dalam penentuan sasaran yang akan dicapai maka karyawan akan menunjukkan kinerja mereka untuk mencapai sasaran tersebut. Berbagai pandangan mengenai manajemen kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja merupakan aktivitas kegiatan manajerial dalam  mengelola sumber daya perusahaan yang berorientasi pada kinerja dengan melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan tentang visi bersama dan pendekatan strategis yang terpadu sebagai kekuatan yang mendorong untuk mencapai tujuan perusahaan. 

2.       Sistem Manajemen Kinerja
Pelaksanaan manajemen kinerja harus dipandang sebagai sebuah sistem yang berhubungan dengan bagian-bagian lain dari sistem yang lebih luas. Bacal (2001:48) menyatakan bahwa, “manajemen kinerja harus berhubungan dengan perencanaan strategis dan arah perusahaan, proses anggaran keuangan, perencanaan pengembangan karyawan, dan program-program peningkatan motivasi seperti tingkat gaji atau upah, imbalan dan promosi. Keuntungan yang maksimal akan didapat jika perusahaan dapat melaksanakan sistem tersebut secara menyeluruh tidak hanya satu bagiannya saja”.
Sementara itu, Sahoo dan Jena (2012:297) menyatakan “A successful performance management system ensures that work performed by employees accomplishes the goals and mission of the organisation and that employees have a clear understanding of what is expected of them”. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa kesuksesan dari sistem manajemen kinerja dapat dipastikan oleh keberhasilan pekerja dalam mencapai tujuan dan misi dari perusahaan. Para pekerja telah memahami secara tepat apa yang perusahaan harapkan terkait dengan kinerja mereka.

3.       Pendekatan Berbasis Kompetensi
Istilah kompetensi (competency) dalam manajemen kinerja mengacu pada perilaku yang diperlukan dari seseorang untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan dengan sangat baik. Sebagaimana didefinisikan oleh Armstrong dan Murlis yang dikutip oleh Dharma (2004:67) bahwa “karakteristik keperilakuan yang dapat menunjukkan perbedaan mereka yang berkinerja tinggi dalam konteks ini menyangkut prestasi”. Perilaku tersebut meliputi pikiran-pikiran, dimana pikiran mengarah pada perilaku yang pada gilirannya membuahkan hasil-hasil yang dikehendaki. Kompetensi merupakan apa yang harus ada dalam diri seorang karyawan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya dalam bentuk jenis dan tingkatan perilaku yang berbeda. Bentuk jenis dan tingkatan perilaku ini dibedakan dari kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan berbagai tugas yang berhubungan dengan pekerjaannya.  

4.       Penilaian Kinerja
Setiap fungsi SDM berkontribusi terhadap proses manjemen kinerja. Namun, penilaian kinerja memainkan peran yang signifikan dalam proses ini selain pada pelatihan kinerja. Penilaian kinerja merupakan faktor yang mendukung kesuksesan proses manajemen kinerja. Meskipun penilaian kinerja hanyalah salah satu unsur dari manajemen kinerja, sistem tersebut penting karena mencerminkan secara langsung rencana strategis perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dessler (2011:322) tentang pengertian manjemen kinerja bahwa “manjemen kinerja merupakan proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam suatu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan”.
Sedangkan penilaian kinerja itu sendiri memiliki definisi menurut Mondy (2008:257) penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan “sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim”. Dessler (2011:322) mengungkapkan definisi penilaian kinerja sebagai “evaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu relatif terhadap standar prestasinya”. Dengan demikian, penilaian kinerja berperan sebagai cara untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja karyawan dalam proses manjemen kinerja. Penilaian kinerja menentukan apakah manajer atau karyawannya telah berhasil menunjukkan performance yang diharapkan atau tidak. 
Mathis dan Jackson(2006:392) mengelompokkan metode penilaian kinerja menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1.     Metode Penilaian kategori : Seorang pemimpin untuk menandai tingkat kinerja karyawan pada formulir khusus yang dibagi kedalam kategori kinerja. Metode ini yang paling umum adalah skala penilaian grafis dan checklist
2.  Metode Komparatif : para pimpinan untuk membandingkan secara langsung kinerja karyawan mereka terhadap satu sama lain. Metode yang tergolong dalam metode komparatif adalah penentuan peringkat dan distribusi paksa.
3. Metode Perilaku : Metode ini lebih berusaha untuk menilai perilaku karyawan dibandingkan dengan karakteristik lainnya dalam mencapai kinerjanya.
4. Metode Naratif : Metode ini menguraikan tindakan karyawan dan juga dapat mengindikasikan penilaian actual. Metode yang tergolong dalam kelompok ini adalah kejadian penting, esai, dan tinjauan lapangan.

5.       Evaluasi Kinerja
Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2011:262) menyatakan “evaluasi kinerja merupakan pendapat yang bersifat evaluatif atas sifat, perilaku seseorang, atau prestasi sebagai dasar untuk keputusan dan rencana pengembangan personil”. Evaluasi kinerja dilakukan terhadap proses penilaian, review, dan pengukuran kinerja. Dari hasil evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan sasaran kinerja yang kemudian dapat dilakukan langkah-langkah untuk melakukan perbaikan kinerja di waktu yang akan datang. Evaluasi kinerja juga dipergunakan untuk mengambil keputusan tentang sumber daya manusia. Seperti memberikan masukan bagi keputusan promosi, mutasi, pemberhentian, serta kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Evaluasi kinerja yang memberikan masukan bagi kebutuhan pelatihan dan pengembangan merupakan evaluasi yang mengidentifikasikan keterampilan dan kompetensi pekerja yang ada kurang cukup sehingga dikembangkan melalui program pelatihan. Namun, efektivitas pelatihan dan pengembangan dipertimbangkan dengan mengukur seberapa baik dan benar pekerja yang berpartisipasi mengerjakan evaluasi kinerja.

III.                KESIMPULAN
Kesadaran bahwa mengelola kinerja adalah urusan dari setiap karyawan didalam perusahaan bukan hanya tugas Departemen Personalia. Maka para individu hendaknya didorong untuk menilai kinerja mereka sendiri dan menjadi pelaku perubahan yang aktif dalam meningkatkan hasil mereka sendiri. Sehingga sistem manajemen kinerja ini diperlakukan sebagai suatu proses manajemen yang normal, bukan suatu tugas administratif yang dipaksakan oleh Departemen Personalia. Perlu diciptakan budaya dengan kejujuran dan komunikasi dua arah. Para karyawan hendaknya lebih terbuka dan jujur tentang apa yang memotivasi mereka, apa yang mereka suka dan tidak suka, tentang yang mereka lakukan, apa yang mereka inginkan, apa yang menjadi kepentingan mereka dan bagaimana harapan mereka, serta sebaliknya manajer juga dengan jujur menyatakan kebenaran dalam hubungannya dengan bawahan tentang apa yang disuka dan tidak disuka, tentang apa yang mereka kerjakan, apa apresiasinya terhadap pekerja, visi yang diberikan kepada mereka, persepsi dan pertimbangan tentang hambatan terhadap keberhasilan dan sasaran maka akan memperluas kesepahaman bersama dan untuk mengetahui kebenaran secara luas dan akan memberikan manfaat yang besar bagi proses penilaian.


DAFTAR PUSTAKA
Ismania, Endang. 2014. Jurnal Administrasi Bisnis  (JAB)|Vol. 15 No. 1. Malang: Universitas Brawijaya
Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia ed.10. Jakarta Barat: PT Indeks.
Dharma, Surya. 2004. Manajemen Kinerja, Falsafah, Teori dan Penerapannya. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Miles, Mathew B, and A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif ed. revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mondy, R Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia ed.10. Jakarta: Erlangga.
Sahoo, Chandan Kumar; Jena, Sambedna. 2012. Organizational Performance Management System: Exploring The Manufacturing Sectors. Industrial And Comercial Training, 44(5): 296 302.
Susilo, Heru. 2012. Manajemen Kinerja dan Kompensasi. Malang: UB Distance Learning.  Syamsi, Ibnu. 2004. Efisiensi, Sistem, dan Prosedur Kerja. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Friday, October 14, 2016

Analisis Jabatan



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam suatu perusahaan atau organisasi yang besar untuk mendapatkan orang-orang yang berkompeten di masing-masing bidangnya diserahkan ke bagian seksi penerimaan pegawai dari bagian kepegawaian. Dalam organisasi yang kecil,tiap pemimpin dapat melakukan sendiri penarikan tenaga kerja, seleksi dan penempatan tanpa bantuan ahli atau bagian kepegawaian.
Ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan sebelum proses rekuitmen tenaga kerja yakni menentukan jenis atau kualitas pegawai yang diinginkan untuk masing-masing jabatan dan rincian mengenai jumlahnya pegawai yang nantinya akan diserahi masing-masing jabatan itu jadi langkah pertama dalam manajemen kepegawaian adalah mendapatkan orang-orang yang tepat baik mengenai kualitas maupun mengenai kuantitasnya sesuai yang diharapkan suatu organisasi atau perusahaan.
Metode yang lazim dipergunakan untuk menentukan jenis atau kualitas tenaga kerja yang dipergunakan untuk menentukan disebut analisa jabatan, sedangkan metode yang lazim dipergunakan untuk menentukan jumlah atau kuantitas tenaga kerja disebut work-load analisis (analisi beban kerja dan time studi waktu) adapun managemen kepegawaian mempunyai fungsi yang luas sehingga pada makalah ini hanya dibatasi pada bagian analisi jabatan.
Seorang pemimpin dalam suatu perusahaan harus mampu mendapatkan orang sesuai dengan kemampuanya sehingga berlaku istilah “The raigh man on the raigh place” untuk itu seorang pemimpin harus mampu memahami beberapa hal yang bersangkut paut dengan analisis jabatan sehingga seorang pemimpin dalam menempatkan orang tidak salah. Yang menjadi permasalahan adalah tidak semua orang mampu melakukan analisis pekerjaan .
Rekuitmen merupakan serangkaian aktifitas untuk mencapai dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian sedangkan seleksi merupakan proses pemilihan dari sekelompok pelamar atau orang-orang yang memiliki kriteria untuk menempati posisi yang tersedia berdasarkan kondisi yang ada pada saat ini yang dilakukan oleh perusahaan.
Penyusutan pegawai biasanya terjadi karena adanya pegawai yang memasuki masa pensiun,meninggal dunia atau keluar dari institusi karena melanggar tata tertib disiplin pegawai yang telah ditetapkan. Mengingat sangatlah penting proses rekuitmen dan seleksi bagi perusahaan, diharapkan dengan adanya proses rekuitmen kedepan untuk memperoleh sumber daya yang berkualitas diperusahaan tersebut.
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Analisis Jabatan
Menurut Moekijat,(2010) bahwa Job analysis terdiri dari 2 perkataan yaitu job dan analyisis. Job ada yang menerjemahkan tugas , ada pula yang menerjemahan pekerjaan, sedangkan analysis berasal dari kata analyse yang berarti memisah-misahkan atau menguraikan. Dalam job analysis berarti kita memisah-misahkan job (jabatan) menjadi bagian-bagian job yang disebut task (bagian atau unsur jabatan).
Sedangkan menurut Ike Kusdiyah Rachmawati, (2007)  bahwa “ analisis Jabatan adalah prosedur untuk menetapkan tugas dan tuntutan keterampilan dari suatu jabatan dan orang macam apa yang akan dipekerjakan. Selanjutnya menurut Mariot, (2009) bahwa job analysis adalah usaha untuk mengcari tahu tentang jabatan atau pekerjaan yang bekaitan dengan tugas-tugas dilakukan dalam jabatan tersebut. Sedangkan menurut Faustino (1995) Analisa pekerjaan adalah proses pengumpulan informasi mengenai suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pekerja yang dilaksanakan dengan cara mengamati atau mengadakan interview terhadap pekerja dengan bukti-bukti yang dari supervisor.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa, Analisis jabatan adalah proses,metode dan teknik untuk mendapatkan data jabatan, mengolahnya menjadi informasi jabatan. Dan menyajikanya untuk program kelembagaan,kepegawaian serta ketata laksanaan, dan memberikan semua layanan pemanfaatannya bagi pihak-pihak yang menggunakanya atau memberikan gambaran spesifikasi jabatan tertentu. Jadi analisis jabatan terdiri atas 3 kegiatan pokok yaitu pengumpulan data jabatan,pengolahan data jabatan,dan penyajian informasi jabatan untuk berbagai program.
Analisis jabatan juga untuk mencatat, mempelajari dan menyimpulkan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang berhubungan dengan masing-masing jabatan secara sistematis dan teratur, yaitu :
1.         Apa yang dilakukan pekerja pada jabatan tersebut
2.        Apa wewenang dan tanggung jawabnya
3.        Mengapa pekerjaan tersebut harus dilakukan
4.        Bagaimana cara melakukannya
5.        Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Besarnya upah dan lamanya jam bekerja
6.        Pendidikan, pengalaman dan latihan yang dibutuhkan
7.        Keterampilan, sikap dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Informasi tersebut di atas bisa diperoleh dari beberapa sumber yaitu :
1.        Pekerjaan itu sendiri dan buku catatan harian
2.        Pekerja yang bersangkutan
3.        Orang yang pernah melaksanakan pekerjaan itu
4.        Atasan langsung dari pekerja yang bersangkutan

Berdasarkan sumber-sumber tersebut, pengumpulan informasi untuk analisa jabatan ini bisa dilaksanakan dengan cara :
1.       Menyebarkan kuisioner ( daftar pertanyaan/angket) kepada para pemegang Jabatan
2.   Melakukan wawancara langsung dengan pekerja yang bersangkutan, orang yang pernah melaksanakan pekerjaan itu ataupun atasan langsungnya
3.        Melakukan pengamatan langsung pada pelaksanaan pekerjaan atau mempelajari buku catatan harian

Analisa jabatan dilakukan terutama untuk menyelidiki fungsi, peranan dan tanggung jawab sesuatu jabatan. Hasil Analisa Jabatan ini akan memberikan gambaran tentang tugas dan tanggung jawab setiap pekerja.
Pemakaian atau kegunaan Analisa Jabatan pada umumnya digunakan untuk :
1.        Kelembagaan (Organisasi Dan Perancang Jabatan )
a.     Penyusunan organisasi baru
b.    Penyempurnaan organisasi yang sekarang
c.     Peninjauan kembali alokasi tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap jabatan
2.        Kepegawaian
a.     Rekrutmen seleksi/penempatan
b.    Penilaian jabatan (Evaluasi jabatan)
c.     Penyusunan jenjang karir (Career Planning)
d.    Mutasi/promosi/rotasi (kaitannya erat dengan c)
e.     Program pelatihan
3.      Ketatalaksanaan
a.     Tata laksana
b.    Tata kerja/prosedur

Jadi sebenarnya yang dimanfaatkan dari suatu kegiatan analisis jabatan untuk hal atau kegiatan-kegiatan yang disebut dalam 1,2 dan 3 adalah hasil yang diperoleh dari proses analisis Jabatan. Hasil tersebut tiada lain dari data-data jabatan yang kemudian di susun secara sistematis dan terorganisir menjadi informasi jabatan. Uraian tentang informasi jabatan ini biasanya disebut uraian jabatan (Job Description).
Analisis jabatan terdapat 2 elemen, yaitu :
1.    Uraian Jabatan (Job Description).
2.    Spesifikasi Jabatan (Job Spesification) atau Persyaratan Jabatan (Job Requirement)

Uraian jabatan adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas dan tanggung jawab suatu jabatan tertentu, yang ditulis berdasarkan fakta-fakta yang ada. Penyusunan uraian jabatan ini adalah sangat penting, terutama untuk menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian, untuk menghindari terjadinya pekerjaan rangkap, serta untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan wewenang masing-masing jabatan.
Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam Uraian Jabatan pada umumnya meliputi :
1.    Identifikasi Jabatan, yang berisi informasi tentang nama jabatan, bagian dan nomor kode jabatan dalam suatu perusahaan.
2.    lkhtisar Jabatan, yang berisi penjelasan singkat tentang jabatan tersebut; yang juga memberikan suatu definisi singkat yang berguna sebagai tambahan atas informasi pada identifikasi jabatan, apabila nama jabatan tidak cukup jelas.
3.    Tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Bagian ini adalah merupakan inti dari Uraian Jahatan dan merupakan bagian yang paling sulit untuk dituliskan secara tepat. Untuk itu, bisa dimulai menyusunnya dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya.
4.    Pengawasan yang harus dilakukan dan yang diterima. Bagian ini menjelaskan nama-nama jabatan yang ada diatas dan di bawah jabatan ini, dan tingkat pengawasan yang terlibat.
5.    Hubungan dengan jabatan lain. Bagian ini menjelaskan hubungan vertikal dan horizontal jabatan ini dengan jabatan-jabatan lainnya dalam hubungannya dengan jalur promosi, aliran serta prosedur kerja.
6.    Mesin, peralatan dan bahan-bahan yang digunakan.
7.    Kondisi kerja, yang menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan kerja dari suatu jabatan. Misalnya panas, dingin, berdebu, ketal, bising dan lain-lain terutama kondisi kerja yang berbahaya.
8.    Komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas.

Spesifikasi jabatan adalah persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh orang yang menduduki suatu jabatan agar dia dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan padanya dengan baik. Spesifikasi jabatan ini dapat disusun secara bersama-sama dengan uraian jabatan, tetapi dapat juga disusun secara terpisah beberapa hal yang pada umumnya dimasukkan dalam spesifikasi jabatan, yaitu :
1.      Persyaratan pendidikan,latihan dan pengalaman kerja
2.      Persyaratan pengetahuan kerja dan ketrampilan
3.      Persyaratan fisik dan mental
4.      Persyaratan umur dan jenis kelamin
Spesifikasi untuk personil terlatih dan tidak terlatih sebagai contoh : andaikan anda ingin mengisi suatu posisi untuk pemegang buku dalam kasus ini spesisifikasi jabatan anda mungkin memfokuskan terutama pada ciri-ciri sepertinya lama pelayanan (jasa) sebelumnya, mutu atau pelatihan yang relevan dan kinerja jabatan sebelumnya dengan demikian tidak terlalu sulit menetapkan tuntunan manusiawi untuk menempatkan orang yang sudah terlatih pada suatu jabatan.
B.       Jenis Analisis Jabatan
Menurut Faustino Cardiso gomes,(1995) bahwa terdapat dua jenis analisis pekerjaan yakni analisis pekerjaan tradisonil dan analisis pekerjaan yang berorientasikan hasil , selanjutnya beliau menjelaskan bahwa analisis pekerjaan tradisional hanya mencari informasi sekitar tiga aspek yaitu tanggung jawab, kewajiban-kewajiban umum dari seorang yang sedang memegang suatu kedudukan dan kualifikasi-kualifikasi yang diterima sebagai suatu kelayakan.
Sedangkan analisis pekerjaan berorientasikan hasil berasumsi bahwa uraian pekerjaan akan menjadi lebih bermanfaat jika uraian pekerjaan tersebut menperjelas harapan – harapan organisasi kepada para pekerja dan keterkaitan antara tugas-tugas , standar-standar, kecakapan-kecakapan dan kualifikasi minmal , oleh karena itu analisis pekerjaan yang berorientasi hasil memuat keterangan-keterangan yang berkisar pertayaan-pertanyaan sebagai berikut :
  1. Tasks, yaitu perilaku-perilaku , kewajiban-kewajiban atau fungsi-fungsi apa yang penting bagi suatu pekerjaan.
  2. Conditions, yakni bagaimana sifat dasar yang diperlukan agar pekerjaan terlaksana, biasanya mudah atau sulit,? petunjuk-petunjuk apa atau instruksi-instruksi supervisor apa yang tersedia untuk membantu pekerja dalam melaksanakan suatu tugas tertentu.
  3. Standars yakni harapan-harapan performasi obyektif apa yang diberikan pada setiap tugas yang dituangkan menurut ketentuan standar kuantitas, kualitas atau ketepatan waktu yang benar-benar dikaitkan dengan tujuan organisasi.
  4. SKAS (skils, knowledges, and abilities), kecakapan-keccakapan apa, pengetahuan dan kemampuan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas pada standar minimal yang diterima?
  5. Qualifications, yakni pendidikan dan pengalaman bagaimana serta kualifikasi-kualifikasi lain yang bagaimana dibutuhkan untuk memastikan bahwa pekerja mempunyai SKAs yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas.
  6. Klasifikasi pekerjaan ( job classification)
Menurut Faustino Cadoso Gomes,(1995) bahwa klasifikasi pekerjaan merupakan proses pengkategorisasian kedudukan sesuai dengan jenis kerja yang dilakukan, jenis kecakapan yang dibutuhkan , atau factor lainnya yang berkaitan dengan kerja, selanjutnya Fautino mengatakan bahawa Klasifikasi memudahkan analisa pekerjaan karena klasifikasi berarti uraian pekerjaan, dan standar kualifikasi yang dibakukan dan dapat dirumuskan untuk sekumpulan kdedudukan yang sangat mirip sesuai dengan tugas-tugasnya dan kualifikasi-kualifikasi untuk pembenaran keadaanya seperti yang ditetapkan dalam uraian pekerjaan.
Sistem klasifikasi untuk semua pekerjaan , baik sector public maupun swasta,di dasarkan pada beberapa factor , yaitu :
1.      Masukan informasi , yaitu dimana dan bagaimana sipekerja memperoleh informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.
2.      Proses-proses mental yaitu pertimbangan apa yang ditekankan dalam pembuatan keputusan, perencanaan dan aktivitas-aktivitas proses informasi apa yang dilibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan
3.      Output pekerjaan, yaitu aktivitas-aktivitas fisik apa yang dilakukan oleh para pekerja dan alat-alat apa yang dipakai oleh para pekerja.
4.      Relasi dengan orang, yakni relasi dengan orang lain yang bagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan pekerjaan.
5.      Konteks pekerjaan yaitu dalam konteks fisik dan social apa pekerjaan dilaksanakan
6.      Metode-metode kerja yaitu metode-metode atau teknik-teknik apa yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan tersebut.
7.      Ciri-ciri pekerja yaitu cirri-ciri kepribadian atau kemampuan kemampuan apa yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan
Untuk organisasi public, umumnya pengelompokkan pekerjaan ke dalam berbagai kategori bergantung pada tingkat pemerintahannya.

C.      Tujuan Analisis Jabatan
Analisis jabatan dilakukan dengan berbagai tujuan, baik disektor public maupun sector swasta , menurut Faustino Cardoso Gome,(1995) bahwa ada 12 macam tujuan dari analisis jabatan, diantaranya adalah:
1.         Job description, yaitu berisi informasi pengidentifkasian pekerjaan , riwayat pekerjaan , kewajiban pekerjaan dan pertanggung jawaban, sepefisikasi pekerjaan atau informasi mengenai standar pekerjaan.
2.        Job classification, yaitu penyusunan pekerjaan-pekerjaan ke dalam kelas-kelas, kelompok- kelompok atau jenis-jenis berdasarkan rencana sistimatika tertentu,
3.         Job Evaluation suatu prosedur pengklasifikasin pekerjaan berdasarkan kegunaan maisng-masing di dalam organisasi dan pasar tenga kerja luar yang terkait.
4.        Job design restructuring, meliput usaha-usaha untuk merelokasi dan merestrukturilsasilkan kegiatan-kegiatan pekerjaan ke dalam berbagai kelompok.
5.        Personil requirement /specifications berupa penyusunan persyaratan –persyaratan atau sepesifikasi tertentu bagi suatu pekerjaan, seperti pengetahuan keterampilan, ketangkasan, sifat-sifat dan cirri-ciri yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan suatu pekerjaan .
6.         Performance appraisal, ini merupakan suatu penilaian sistimatis yang dilakukan oleh para supervisor terhadap performansi pekerjaan dari para pekerja. Tujuan penting dari pada penilaian perpormasi ini adalah dengan maksud mempengaruhi performansi para pekerja melalui keputusan-keputusan adimistrasi seperti promosi, pmberhentian sementara (lay off), pemindahan ( transfer), kenaikan gaji, memberi informasi kepada pekerja tentang kemanpuan-kemanpuan dan kekurangan-kekurangan yang berkaitan dengan pekerjaan masing-masing.
7.         Worker training, untuk tujuan-tujuan pelatihan . Pelatiahn adalah proses sistemati yang sengaja dirancang dan dilakukan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tertentu.
8.         Worker mobility, untuk tujuan mobilitas pekerja (karir) yaitu dinamika masuk keluarnya seorang dalam posisi-posisi pekerjaan –pekerjaan dan okupasi-okupasi tertentu.
9.   Efficinecy. Ini mencakup penggabungan proses kerja yang optimal dan rancangan keamanan dari peralatan dan fasilitas fisik lainnya dengan refrensi tertentu pada kegiatan-kegiatan kerja, termasuk prosedur-prosedur kerja, susunan kerja dan standar kerja.
10.     Safety. Sama dengan efisiensi, tapi perhatiannya lebih diarahkan pada identifikasi dan peniadaan perilaku-perilaku kerja yang tidak aman, kondisi-kondisi fisik dan kondisi lingkungan.
11.     Human resource planning. Ini meliputi kegiatan antisipatif dan reaktif melalui suatu organisasi untuk memastikan bahwa organisasi tersebut masih memiliki dan akan terus menerus memiliki jumlah dan macam orang yang tepat pada tempat yang tepat.
12.     Legal/quasi legal reqruitments , aturan-aturan dan ketentuanketentuan lainnya yang berkaitan dengan organisasi.
Sedangkan menurut Marihot Tua Efendi Hariandja, bahwa fungsi dari analisa pekerjaan adalah untuk menjadi landasan, untuk mencocokkan pekerjaan dengan petugas , untuk mengetahui beban kerja yang dilakukan, untuk mengetahui kemungkinan hambatan yang ditemui para pelaksana dan menjadi landasan dalam pelaksanaan keseluruhan kegiatan MSDM dalam upaya memenuhi fungsinya.
Menciptakan SDM yang handal dalam menghadapi tantangan teknologi modern, merasakan kenyamanan dalam bekerja, bermartabat dan berkeadilan didalam suatu perusahaan ada beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan.
Pertama, penggunaan teknologi canggih sekalipun seperti mesin yang serba otomatis dan komputerisasi analisis pekerjaan harus berpikir panjang untuk memenuhi suatu tuntutan pekerjaan. Kedua, kenyamanan dan suasana kerja akan menciptakan hasil kerja yang maksimal dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia.
Tindakan-tindakan yang diperlukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan berdasarkan pada informasi analisis jabatan adalah :
a.         evaluasi peran lingkungan terhadap pekerjaan individu
b.         kaji kembali kemungkinan persyaratan kerja yang usang
c.         ciptakan peraturan yang dapat menguntungkan semua pihak
d.        rancang kebutuhan SDM masa depan
e.         sesuaikan antara jumlah pelamar dan pekerjaan yang tersedia
Suatu pengetahuan yang eksplisit dan terperinci mengenai setiap jabatan sangatlah diperlukan, antara lain untuk keperluan :
1.        Rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja
2.        Menentukan besarnya upah
3.        Merancang jalur karir pekerja / pegawai
4.        Menetapkan beban kerja yang pantas dan adil
5.        Merancang program pendidikan dan pelatihan yang efektif
6.       Selain memberikan manfaat bagi organisasi, analisa jabatan juga bermanfaat bagi pegawai untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya. Dengan ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan  kualifikasi yang ia miliki, berarti para pegawai tersebut telah diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan merealisasikan potensinya seoptimal mungkin.


D.      Manfaat Analisis Jabatan
Dalam organisasi tentu saja analisis jabatan memiliki manfaat. Manfaat analisis jabatan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.         Menetapkan dasar-dasar rasional pengupahan dan penggajian yang objektif
2.         Menghapuskan persyaratan-persyaratan kerja yang dapat menyebabkan diskriminasi dalam pengadaan karyawan
3.         Merencanakan kebutuhan-kebutuhan SDM di waktu yang akan datang dan sebagai basis perencanaannya
4.         Menentukan lamaran-lamaran dengan lowongan pekerjaan yang tersedia
5.         Menentukan dasar-dasar dan kebutuhan penyelenggaraan latihan bagi karywan baru maupun karyawan lama
6.         Menentukan pola atau pokok-pokok sistem pengembangan karir karyawan yang tepat dan menyeluruh
7.         Menetapkan standar prestasi kerja yang realistik
8.         Menempatkan karyawan pada pekerjaan yang sesuai dengan ketrampilannya
9.         Penataan jabatan dan pengembangan organisasi
10.     Membantu kemudahan dalam memahami tugas terutama bagi karyawan baru
11.     Memperbaiki aliran atau alur kerja
12.     Memperlancar hubungan kerjasama dan saling pengertian antar karyawan dan antar satuan organisasi

E.       Pelaksanaan atau Tahap-tahap Analisis Jabatan
Agar dapat menentukan jabatan yang tepat maka harus melalui beberapa tahapan. Yang termasuk dalam pelaksaan atau tahap-tahap analisis jabatan meliputi :
1.         Persiapan analisis jabatan meliputi :
Ø  Merancang bentuk dan penyelenggaraan analisis jabatan
Ø  Koordinasi dengan semua pihak yang terlibat dalam analisis jabatan
Ø  Mendapatkan gambaran tentang fungsi, arus proses dan struktur organisasi yang akan di analisis berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
Ø  Mengadakan inventarisasi pekerjaan dan tenaga kerja yang ada sekarang
2.         Pengumpulan data meliputi :
Ø  Observasi, melakukan pengamatan langsung terhadap karyawan selama melaksanakan tugas baik pekerjaan yang sederhana
·           Kelemahan : Lambat, mahal, terkadang kurang akurat
·           Kelebihan : Memperoleh informasi dari tangan pertama, mengenal kondisi kerja, ketrampilan yang diperlukan dan peralatan yang digunakan secara real
Ø  Wawancara, bertatap muka langsung dengan karyawan dan atasannya
Ø  Kuisioner, Menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya
·           Kelemahan  : Jika terjadi salah paham maka data akan bias, terkadang tanggapan kurang lengkap
·           Kelebihan   : Biaya relatif murah, waktu efisien
Ø  Pelaporan, informasi diperoleh dari catatan yang disimpan karyawan (Log)
·           Kelemahan : tidak dapat menunjukkan data penting, seperti kondisi kerja, peralatan yang digunakan, dan terkadang karyawan enggan untuk mengisi buku tersebut akibat kesibukannya sehingga data tidak lengkap
·           Kelebihan : Datanya lebih real
Ø  Kombinasi, dengan menggabungkan metode yang ada, yang masih dianggap terbaik adalah observasi dan wawancara karena mampu menghasilkan data pekerjaan yang akurat. Namun demikian, penggunaan kombinasi tersebut tergantung pekerjaan yang akan dianalisis.
3.         Pengolahan data
4.         Penggunaan dan penyajian informasi jabatan

F.       Sasaran Analisis Jabatan
Ada beberapa sasaran analisis jabatan yaitu meliputi:
1.         Menentukan nilai pekerjaan yang memungkinkan untuk pemelihara hak pembayaran internal dan eksternal
2.         Memastikan perusahaan tidak melanggar ketetapan upah dan imbalan untuk pekerjaan yang sama
3.         Membantu supervisor dan pekerja dalam mendefinisikan tugas dan tanggug jawab untuk masing-masing pekerja
4.        Menyediakan justifikasi untuk eksistensi pekerjaan dan manakala organisasi dalam kondisi fit atau istirahat
5.        Menentukan kebutuhan rekruitmen dan informasi yang memungkinkan untuk membuat keputusan kerja
6.         Sebagai dasar untuk memantapkan program dan pola pengembangan karir bagi karyawan
7.        Sebagai cara untuk menyampaikan pada pekerja potensi apa yang diharapkan, kondisi kerja secara umum dan tipe individu yang bagaimana yang dapat memuaskan pekerjaan


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
        Pembahasan di atas dapat simpulkan sebagai berikut:
1.      Analisis pekerjaan/jabatan yaitu proses pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja secara sistematis. Hasil dari analisis pekerjaan adalah uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (Job specification)
2.      Job description atau uraian pekerjaan adalah Dokumen formal organisasi yang berisi ringkasan informasi penting mengenai suatu jabatan untuk memudahkan dalam membedakan jabatan yang satu dengan yang lain dalam suatu organisasi. Urian pekerjaan tersebut biasanya berisi:
a. Identifikasi pekerjaan atau jabatan,
b. Hubungan tugas dan tanggung jawab,
c. Standar wewenang dan pekerjaan,
d. Syarat kerja/Standar Kerja,
e. Ringkasan pekerjaan atau jabatan, dan
f. Spesifikasi Pekerjaan (Penjelasan tentang jabatan di bawah dan di atasnya)
3.     Spesifikasi Pekerjaan (Job spesification) adalah uraian persyaratan kualitas minimum orang yang  bisa diterima agar dapat menjalankan satu jabatan dengan baik dan kompeten. Job spesification berisi:
a.    Tingkat pendidikan pekerja,
b.    Jenis kelamin pekerja,
c.    Keadaan fisik pekerja,
d.   Pengetahuan dan kecakapan pekerja,
e.    Batas umur pekerja,
f.     Nikah atau belum.,
g.    Minat pekerja,
h.    Emosi dan temperamen pekerja, dan
i.      Pengalaman pekerja.
  
DAFTAR PUSTAKA

Sondang, P.Siagian. 1991, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara.
Faustino, Cardoso. 1995, Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andy Yogyakarta.
Ike Kusdaya, Rachmawati. 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia , Andy Yogyakarta.
Marihot, Tua, Efendi, Hariandja. 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo.
Moekijat. 2010, Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Mandar Maju