Friday, May 13, 2016

Manajemen Kinerja

I. Definisi
          Manajemen kinerja adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen kienrja bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemen, karyawan atau bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain.
          Baik di tingkatan organisasi ataupun individu, salah satu fungsi kunci dari manajemen adalah mengukur dan mengelola kinerja. Antara gagasan, tindakan dan hasil terdapat suatu perjalanan yang harus ditempuh. Dan barangkali istilah yang paling sering digunakan di keseharian yang menggambarkan perkembangan dari perjalanan tersebut dan juga hasilnya adalah "kinerja" (Brudan 2010).
          Kinerja sendiri adalah suatu hal yang berorientasi ke masa depan, disesuaikan spesifik berdasarkan kondisi khusus dari setiap organisasi/individu dan didasarkan atas suatu model kausal yang menghubungkan antara input dan output (Lebas 1995).

II. Tujuan Manajemen Kinerja
          Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.

Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
1. Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
2. Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
3. Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
4. Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
5. Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
6. Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
7. Mendorong pengembangan pribadi.

III. Unsur – unsur utama manajemen kinerja
Manajemen kinerja adalah proses terencana yang terdiri dari unsur-unsur utama :
1. Agreement / Kesepakatan
2. Measurement / Pengukuran
3. Feedback / Umpan balik
4. Positive reinforcement / Penguatan positif
5. Dialog

IV. Aspek Kinerja

          Blumenthal (2003) menyatakan bahwa peningkatan kinerja bisa merupakan hasil perbaikan dari salah satu atau lebih aspek berikut ini:
1. Stabilitas organisasi yang terkait apakah layanannya bisa secara konsisten dihantarkan dan organisasi bisa terus bertahan.
2. Stabilitas finansial yang terkait dengan kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, semisal, kemampuan untuk membayar tagihan-tagihan. Stabilitas finansial seringkali kurang dihiraukan sebagai perihal yang penting dalam pembangun kapasitas.
3. Kualitas program (produk dan layanan) yang didasarkan pada indikator dampak, termasuk riset memadai tentang bagaimana program yang efektif serta sistem pengelolaan hasil keluaran.
4. Pertumbuhan organisasi yang didasarkan pada kemampuan mendapatkan sumber daya dan menyediakan lebih banyak layanan. Secara sendiri, pertumbuhan bukanlan suatu indikator kerja.

IV. Tahapan Manajemen Kinerja

          Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1. Directing/planning.
 Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound. Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
2. Managing/supporting.
Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3. Review/appraising.
Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.
4. Developing/rewarding.
Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.


Daftar Pustaka :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_kinerja (Di akses tanggal : 13 Mei 2016, 23:04 WIB)
2. http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2011/12/manajemen-kinerja-definisi-manajemen.html (Di akses pada tanggal : 13 Mei 2016, 23:05 WIB)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.