Showing posts with label @A13-RANIE. Show all posts
Showing posts with label @A13-RANIE. Show all posts

Monday, January 9, 2017

KESEHATAN DAN KESELAMTAN KERJA

I.                   
              I.  PENDAHULUAN

Setiap perusahaan didirikan untuk mencapai tujuan tertentu yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan modal salah satunya adalah sumber daya manusia atau yang lebih dikenal dengan karyawan. Kemajuan perusahaan dapat dilihat dari prestasi yang diberikan oleh karyawan karena prestasi merupakan hasil dari apa yang dihasilkan karyawan apakah sesuai atau tidak dengan harapan perusahaan. Tetapi kemampuan berprestasi masing-masing karyawan berbeda-beda karena disebabkan oleh kemampuan individu, pekerjaan yang diberikan dan fasilitas yang diberikan perusahaan. Peran serta sumber daya manusia ini harus didukung dengan pengembangan peningkatan kualitas sumber daya dan pemberian motivasi.
Kebutuhan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya perlu mendapat perlindungan dengan adanya lingkungan kerja yang aman, nyaman dan tenteram karena akan menimbulkan keinginan untuk bekerja denganbaik. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Selain keselamatan kerja, kesehatan kerja juga merupakan faktor yang penting. Kesehatan kerja yang menunjuk pada bebas dari gangguan fisik maupun mental yang dapat berasal dari lingkungan kerja. Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja karena sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya dan merasa dihargai. Kondisi aman dan sehat memberikan umpan balik motivasi yang akan mendorong prestasi kerja.

II.                PEMBAHASAN

Kecelakaan kerja tidak hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja namun juga bagi perusahaan tempatnya bekerja karena akan mengganggu proses produksi. Pengertian keselamatan kerja yaitu suatu program yang dibuat bagi pekerja atau buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Langkah-langkah tindakan preventif untuk menciptakan keselamatan kerja di tempat kerja bagi para buruh/pekerja harus ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut :
1.         Adanya penyelenggaraan penyegaran udara yang cukup;
2.         Mengamankan dan memelihara bangunan serta gedung sebagai tempat kerja para buruh;
3.         Pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;
4.         Pemberian kesempatan atau jalan guna menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berhubungan dengan adanya bahaya;
5.         Pencegahan dan pengurangan kecelakaan;
6.         Pencegahan terhadap timbulnya penyakit akibat kerja, keracunan, infeksi, maupun penularan;
7.         Terciptanya keserasian antara buruh, alat kerja, lingkungan, cara, dan proses kerja;
8.         Terselenggaranya suhu dan lembab udara yang baik; dan
9.         Tersedianya penerangan yang cukup dan sesuai
Pelaksanaan kesehatan kerja oleh pengusaha juga memiliki tujuan dan sasaran. Menurut Suma’mur sasaran pelaksanaan kesehatan kerja yaitu:
1) Mencegah dan memberantas penyakit akibat kerja;
2) Memelihara dan meningkatkan kesehatan kerja dan gizi pekerja;
3) Memberantas kelelahan kerja; dan
4) Perlindungan bagi masyarakat sekitar terhadap bahaya yang ditimbulkan.

Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas. Upaya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja itu menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (1).
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80–85% (Suma’mur, 2009).
Seorang pekerja yang melakukan tindakan tidak aman (unsafe action), memiliki latar belakang mengapa mereka melakukan tindakan tidak aman. Perilaku manusia merupakan refl eksi dari berbagai kondisi kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, minat, emosi, kehendak, berpikir, motivasi, persepsi, sikap, reaksi, dan sebagainya (Zaenal, 2008).
Pengendalian dari segi faktor organisasi membutuhkan sebuah proses dengan bantuan empat fungsi manajerial utama, yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Metode POAC digunakan untuk membentuk sebuah sistem di dalam organisasi, di dalam kesehatan dan keselamatan kerja dikenal dengan istilah sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3). Dengan adanya SMK3 dapat digunakan sebagai cara pencegahan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perilaku pekerja melalui adanya budaya keselamatan yang dilaksanakan oleh seluruh pihak yang terkait.
Menurut ACSNI budaya keselamatan adalah bagian dari sikap (attitude), keyakinan (belief), dan tata nilai (norm) organisasi pada K3. Budaya keselamatan merupakan sikap dalam organisasi dan individu yang menekankan pentingnya keselamatan. Budaya keselamatan mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa tanggung jawab (Yusri, 2011).
Cooper (2001) menyatakan bahwa, budaya keselamatan merupakan interelasi dari tiga elemen, yaitu organisasi, pekerja, dan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya keselamatan harus dilaksanakan oleh seluruh sumber daya yang ada, pada seluruh tingkatan dan tidak hanya berlaku untuk pekerja saja. Indikator pelaksanaan budaya keselamatan tergantung dari visi dan misi organisasi. Indikator tersebut tidak dapat ditetapkan dengan paten karena budaya merupakan suatu hal yang abstrak, di mana di setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda. Budaya keselamatan dibentuk oleh komitmen manajemen, peraturan dan prosedur, komunikasi, keterlibatan pekerja, kompetensi, dan lingkungan sosial pekerja yang dapat dilihat dari persepsi pekerja (Cooper dalam Andi dkk., 2005).
Reason (1997) mengungkapkan bahwa budaya keselamatan kerja yang baik dapat membentuk perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja yang diwujudkan melalui perilaku aman dalam melakukan pekerjaan (2).
Maslow (Gibson, et. Al., 1994) yang mana apabila kebutuhan terpenuhi maka termotivasi untuk melakukan pekerjaan sesuai harapan perusahaan. esehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2001). Perusahaan mengenal dua kategori penyakit yang diderita tenaga kerja (Silalahi, 1995) yaitu: (a) Penyakit umum yang mungkin dapat diderita semua orang.
Penyakit umum merupakan tanggung jawab anggota masyarakat karena itu harus mengadakan pemeriksaan sebelum masuk kerja; dan (b) Penyakit akibat kerja, yang dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehatmemulai pekerjaannya. Pencegahan gangguan kesehatan akibat faktor dalam pekerjaan (Suma’mur, 1993) adalah dengan substitusi, ventilasi, isolasi, pelindung, pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, penerangan,dan pendidikan tentang kesehatan kepada pekerja secara kontinyu. Pemantauan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan (Rivai, 2003) mengurangi timbulnya penyakit, penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja, memantau kontak langsung, penyaringan genetik. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, kesehatan kerja bertujuan untuk memberi bantuan kepada tenaga kerja, melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan, memberi pengobatan dan perawatan serta rehabilitas (3).

III.             KESIMPULAN
Faktor pembentuk budaya keselamatan yang termasuk dalam kategori baik yaitu komitmen, peraturan dan prosedur, komunikasi, dan lingkungan sosial pekerja. Sedangkan yang termasuk dalam kategori cukup baik yaitu keterlibatan pekerja. Faktor pembentuk budaya keselamatan yang tidak berhubungan dengan perilaku K3 yaitu komitmen manajemen, peraturan dan prosedur, dan keterlibatan pekerja. Faktor yang berhubungan dengan perilaku dan memiliki kuat hubungan cukup kuat yaitu komunikasi dan lingkungan sosial pekerja, sehingga semakin tinggi intensitas komunikasi antara pekerja dengan pekerja maupun pekerja dengan manajer, maka semakin baik pula perilaku pekerja terhadap K3. Begitu pula dengan lingkungan sosial, semakin baik lingkungan sosial pekerja maka semakin baik pula perilaku pekerja terhadap K3.

IV.             DAFTAR PUSTAKA
1.      Rosa DelimaNovita A. JURNAL PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BAGI WARTAWAN KONTRIBUTOR TELEVISI (STUDI KASUS TERHADAP TV ONE YOGYAKARTA), 2015, http://e-journal.uajy.ac.id/7585/1/JURNAL.pdf diakses pada tanggal 22 Desember 2016.
2.      Karina Zain Suyono, Erwin Dyah Nawawinetu, HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PEMBENTUK BUDAYA KESELAMATAN KERJA DENGAN SAFETY BEHAVIOR DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA UNIT HULL CONSTRUCTION The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 1 Jan-Jun 2013: 67–74 http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/k3aaaf3d0761full.pdf diakses pada tanggal 22 Desember 2016.
3.      Catarina Cori Pradnya ParamitaPENGARUH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) APJ SEMARANG Jurnal Administrasi Bisnis Volume I Nomor 1 September 2012http://ejournal.undip.ac.id/index.php/janis/article/view/4313/3934 diakses pada tanggal 22 Desember 2016.


HUBUNGAN INDUSTRIAL





I.             PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai dampak hubungan industrial yang bersifat kapitalistik di Indonesia di era reformasi ini menjadi sangat penting, mengingat hubungan industrial di Indonesia tidak mampu menciptakan hubungan industrial yang harmonis. Beberapa indikator yang menunjukkan
tidak harmonisnya hubungan industrial tersebut antara lain ditandai dengan masih banyaknya peristiwa mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja sehingga berakibat pada turunnya produktifitas perusahaan, banyaknya perselisihan hubungan industrial, adanya perusahaan yang melakukan relokasi usahanya ke negara lain, bahkan tidak sedikit perusahaan yang menutup usahanya karena tidak baiknya hubungan industrial antara pengusaha dengan pekerjanya (1).

II.  PEMBAHASAN
Pada dasarnya prinsip - prinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempat - tempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha berkerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan perkerja/buruh berdasarkan perjajian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.
Fungsi pemerintahan adalah menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan dan melaksanakan pengawasan dan melakukan tindakan terhadap pelanggaran undang - undang ketenagakerjaan yang berlaku. Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya. Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan
kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk :
Syarat - syarat kerja :
1. Pengupahan 
2. Jam kerja
3. Jaminan sosial 
4. Kesehatan dan keselamtan kerja
5. Organisasi ketenagakerjaan
6. Iklim kerja
7. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan
8. Cara memecahkan persoalan yang timbul secara baik (2)


Ruang lingkup peraturan/per Undang -undangan ketenagakerjaan
1. Hukuman Material 
  •  Undang - undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003
  •  Peraturan pemerintah/peraturan pelaksanaan yang berlaku
  •  Perjanjian kerja bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja. 

2.  Hukum Formal
  •  Undang - undang penyelesaian perselisiah hubungan industrial.
  •  Perpu No. 1 Tahun 2005 dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan.
Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
a.       Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
b.      Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartit
c.   Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masing - masing karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik. 
Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh
dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah :
1.      Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
2.      Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan
pekerja secara terbuka
3.      Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
4.      Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.

Dengan kata lain, dalam rangka hubungan industrial, organisasi ketenagakerjaan mempunyai peran penting dengan kata lain, baik langsung maupun tidak langsung dan pemberi warna pada falsafah serta proses hubungan industrial itu endiri. pengusaha dan pemerintah dalam kehidupan ketenagakerjaan sehari -hari, kehadiran serikat pekerja dan organisasi sangat diperlukan.
Berdasarkan ciri - ciri umum organisasi ketenagakerjaan yang sesuai dengan tuntunan hubungan :
Indiustrial Pancasila (HIP), maka ciri khusus yang diharapkan baik dari organisasi pekerja, pengusaha
maupun profesi adalah :
1.         Organisasi didirikan untuk meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab anggota dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.         Organisasi didirikan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antara para pelaku proses
produksi barang dan jasa.
3.   Organisasi didirikan untuk lebih meyerasikan penghayatan hak dan kewajiban masing - masing anggotanya  dan mengefektikan pengalaman secara selaras, serasi dan seimbang.
4.    Organisasi didirikan untuk bersama - sama mengisi dan mengembangkan isi syarat - syarat kerja dan meningkatkan praktek - praktek hubungan industrial organisasi disirikan untuk lebih mengefektifkan pendidikan dibidang ketenagakerjaan.(3)

III.    KESIMPULAN
Membangun kepercayaan dalam hubungan industrial dilakukan dengan menciptakan komunikasi yang baik antara manajemen dengan pekerja. Komunikasi sebagai proses untuk mencapai saling pengertian (industrial understanding). Proses ini harus dimulai dari keinginan untuk memahami pihak lain. Komunikasi juga berusaha untuk membangun budaya keterlibatan (high involvement culture). Inilah yang sebenanya merupakan esensi dari demokrasi industri (industri democracy) yaitu bagaimana agar pekerja memiliki andil dalam pengambilan keputusan bukan hanya hal-hal yang bersifat pemenuhan kebutuhan fisik, tetapi hal-hal lain yang lebih strategis sifatnya.

IV.       DAFTAR PUSTAKA
1.         DRS. AGUS GUNTUR PM, MM. 2010 HUBUNGAN INDUSTRIAL (INDUSTRIAL RELATIONS)http://www.stekpi.ac.id/informasi/datas/users/1-hubungan%20industrial.pdf diakses Tanggal : 22 Desember 2016

2.         H. Gunarto, DAMPAK HUBUNGAN INDUSTRIAL YANG BERSIFAT KAPITALISTIK TERHADAP HARMONISASI HUBUNGAN INDUSTRIAL PENGUSAHA DENGAN PEKERJA (Studi Kasus di PT Fiscous South Pacifik Kabupaten Purwakarta) Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011 http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/download/257/249 diakses Tanggal : 22 Desember 2016
3.         Sudarmadi, Membangun Kepercayaan dalam hubungan industrial lhttp://journal.usm.ac.id/elibs/USM_39d83darmadi1.pdf diakses Tanggal : 22 Desember 2016

Friday, January 6, 2017

MANAJEMEN TALENTA


I.             PENDAHULUAN
Saat ini peran dan tanggungjawab manajer mengalami pergeseran, perhatian lebih besar pada peran mitra strategis (Ulrich, 1997), yang dapat memberikan nilai tambah bagi strategi organisasi dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis dan meningkatkan keunggulan bersaing. Peran mitra strategis membutuhkan pengetahuan, kemampuan dan partisipasi program manajemen sumber daya manusia strategis dalam mendukung strategi organisasi (McCracken and Wallace, 2000; Gill et al. 2004). Margaret (2001) menjelaskan bahwa peran mitra strategis manajer merupakan formulasi peran strategik manajer secara menyeluruh dari berbagai aspek mengacu pada strategi organisasi dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi (Mello, 2002; Dessler, 2006; Christensen, 2006; Armstrong, 2006; Ivancevich, 2006; Noe, 2006). Menurutnya peran mitra strategis manajer dipengaruhi oleh: (a) fokus pada pelanggan, (b) budaya dan kepemimpinan, (c) supervisi manajer, (d)lingkungan kerja, (e) keterlibatan manajer dan teamwork, (f) pelatihan dan pengembangan, (g)evaluasi dan perbaikan kinerja, (h) faktor
pemilihan pekerjaan, (i) iklim pelayanan.

II.          PEMBAHASAN
Berdasarkan Journal of Management Strategy oleh Preeti Khatri, ShikhaGupa, Kapol Gulati, Santosh Chauhan (2010) memaparkan bahwa manajemen Talenta sering disebut sebagai Human Capital Management, merupakan suatu proses penarikan, pengelolaan, pengembangan dan pemeliharaan terhadap sumber daya manusia yang berbasis pada bakat yang sangat penting bagi suatu organisasi.Manajemen berbasis talenta merupakan pengembangan sumber daya manusia berdasarkan bakat yang dimiliki seseorang. Konsep Manajemen Talenta diyakini lebih baik dari konsep sumber daya manusia yang lain. Orang yang memiliki bakat dapat bekerja lebih cepat lebih teliti, lebih memiliki nilai seni bila seseorang memiliki 71Seminar Nasional Educational Wellbeing bakat seni. Orang yang memiliki bakat dalam bekerja dan mampu mencapai prestasi yang lebih tinggi dan mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan.
Orang yang bekerja sesuai talentanya akan mampu memberikan kontribusi terhadap inovasi yang dikembangkan perusahaan Tenaga kerja yang memiliki kompetensi merupakan tenaga kerja yang mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan keterampilan dibidangnya dan memiliki sikap positif terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Di bawah ini dapat di diskripsikan terdapat beberapa peranan untuk mengelola talenta yang dimiliki oleh para tenaga kerja.
1.            Perusahaan perlu memotret bakat yang dimiliki oleh para tenaga kerja, kemudian investasikasikan dalam segmen-segmen bisnis sesuai dengan berbagai segmen bakat yang dimiliki para tenaga kerja tersebut.
2.            Membangun suatu organisasi bisnis berbasis talenta yang dimiliki oleh setiap tenaga kerja dalam berbagai level pekerjaan. Apabila perusahaan dapat menempatkan orang-orang diberbagai bidang pekerjaan sesuai dengan bakat masing-masing dan sesuai dengan kompetensi masing-masing, maka dapatdiharapkan akan berdampak pada kinerja bisnis yang optimal.
3.            Perusahaan itu membutuhkan adanya pengukuran terhadap hasil bisnisnya oleh sebab itu penerapan manajemen talenta memerlukan suatu pengukuran hasil, sehingga dapat dibuktikan bahwa perusahaan yang berbasis pada manajemen talenta benar-benar memberikan dampak yang feasible bagi perusahaan yang bersangkutan.
4.            Perusahaan yang dapat mengukur kinerja manajemen, perlu mengembangkan manajemen berbasis talenta agar dapat mengendalikan outcome perusahaan menjadi lebih baik.

Manajemen talenta saat ini dirasakan sangat penting. Survei dari berbagai lembaga dunia dan wacana dari beberapa penulis mengidentifikasikan bahwa karyawan bertalenta dan pemimpin semakin hari semakin sulit dicari. Kutipan-kutipan berikut akan memperlihatkan mengapa dan betapa manajemen talenta dan pengembangan kepemimpinana dilihat semakin penting. Riset yang dilakukan Boston Consulting Group (2008) di beberapa benua dengan judul “Creating People Advantage – How to address HR Challenges Worldwide through 2015” menyimpulkan beberapa hal :
1.      Karyawan bertalenta dan kepemimpinan akan menjadi sumber daya yang semakin langka
2.      Usia angkatan kerja secara rata-rata akan semakin tua, dan kini orang berkecenderungan untuk memiliki lebih sedikit anak
3.      Perusahaan-perusahaan akan bergerak menjadi organisasi global
4.      Kebutuhan emosional karyawan akan semakin penting dari sebelumnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan manajemen talenta (Cheese, Thomas, & Craig , 2007):
1.      Kembangkan mindset dari pimpinan puncak hingga ke bawah untuk melihat karyawan bertalenta sebagai suatu isu yang strategis dan human capital sebagai bagian intrinsik dari strategi pengembangan bisnis.
2.      Mengakui dan menumbuhkan perbedaan sebagai salah satu aset terbesar perusahaan. Kemampuan untuk menarik dan bekerja dengan karyawan bertalenta yang beragam sebagai suatu keunggulan kompetitif perusahaan
3.      Membangun pengembangan pembelajaran dan ketrampilan karyawan menjadi kapabilitas organisasi
4.      Meningkatkan keselarasan dan keterikatan karyawan terhadap organisasi dan misinya
5.      Memastikan bahwa seluruh karyawan dalam perusahaan , khususnya mereka yang ada di level senior, melihat manajemen talenta sebagai bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

Strategi manajemen talenta pada perusahaan seharusnya disesuaikan dengan visi, tujuan, dan strategi perusahaan, agar SDM perusahaan dapat secara dinamis pula menyesuaikan strategi bersaing menghadapi perubahan lingkungan bisnis. (Carol, 2004; Jyotsna, 2007). Saat ini perkembangan manajemen talenta sendiri meningkat pesat. Konsep Talent Based Human Resouce Management (TBHRM) perlahan tapi pasti dinilai banyak praktisi sebagai konsep yang
lebih lengkap dan menyeluruh. Manajemen talenta dapat meningkatkan produktivitas dan
kepuasan kerja karyawan dalam mecapai business performance yang diharapkan (Taleo,
2006; Michiel and Jan, 2005; Ian, 2007; Rakeshand Jyotsna, 2009) (3).

Strategi manajemen talenta yang fokus pada mempertahankan talenta/karyawan yang berbakat menggiring pada semakin tingginya kepuasan konsumen, yang juga mendukung penelitian sebelumnya (misalnya Kontoghiorghes and Frangou, 2009). Hal ini dapat dijelaskan dengan hubungan jangka panjang antara perusahaan dan konsumen. Jelas bahwa interaksi yang panjang dan konsisten sangat dihargai dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga mengamati adanya kualitas kerja dan kualifikasi karyawan yang meningkat tajam yang menunjukkan bahwa karyawan dapat diarahkan dengan baik dan bahwa perusahaan software dapat melakukan hal ini dengan sukses (4).

III.       KESIMPULAN
Dilihat dari perspektif non-finansial, penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen talenta di perusahaan software menjadikan keuntungan non-finansial menjadi meningkat, seperti daya tarik perusahaan dan motivasi kinerja karyawan yang meningkat pesat.
Di sisi lain, pelaksanaan manajemen talenta dengan fokus yang kuat pada strategi bisnis memiliki dampak yang secara statistik tinggi dan signifikan terhadap keuntungan perusahaan. Peneliti menemukan bahwa terdapat kecenderungan untuk perusahaan dapat memiliki strategi yang fokus pada menarik dan mempertahankan karyawan yang bertalenta, menekankan pada proses belajar dan memiliki nilai terhadap pengembangan kualitas kerja dan kualifikasi.

IV.       DAFTAR PUSTAKA
1.      Ag. Sunarno Handoyo, MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS TALENTAMEMBERIKAN KONTRIBUSI TERHADAP PENGEMBANGAN INOVASI UNTUK MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF MENUJU KINERJA BISNIS (Studi pada UMKM Industri Bordir Jawa Tengah) http://eprints.umk.ac.id/4904/8/Full_Prosiding_Semnas_Psi_UMK_2015.69-90.pdf diakses tanggal 22 Desember 2016
2.      Hyacintha Susanti Yahya, FE UI, 2009 (1). TINJAUAN PUSTAKA http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/130458-T%2027207-Tinjauan%20terhadap-Tinjauan%20literatur.pdf diakses tanggal 22 Desember 2016
3.      Ida Ketut Kusumawijaya, PERAN MITRA STRATEGIS DAN AGEN PERUBAHAN DALAM MANAJEMEN TALENTA DAN KINERJA MANAJER vol 1 no 15 2001http://download.portalgaruda.org/article.php?article=161128&val=584&title=Peran%20Mitra%20Strategis%20dan%20Agen%20Perubahan%20dalam%20Manajemen%20Talenta%20dan%20Kinerja%20Manajer diakses tanggal 22 Desember 2016

4.      Meida Rachmawati,  JOURNAL REVIEW : STRATEGI UNTUK MENERAPKAN TALENT MANAGEMENT (MANAJEMEN TALENTA) DALAM PERUSAHAAN,Among Makarti, Vol.7 No.14, Desember 2014 http://download.portalgaruda.org/article.php?article=297487&val=6549&title=JOURNAL%20REVIEW%20:%20STRATEGI%20UNTUK%20MENERAPKAN%20TALENT%20MANAGEMENT%20(MANAJEMEN%20TALENTA)%20DALAM%20PERUSAHAAN  diakses tanggal 22 Desember 2016

Friday, December 23, 2016

KEPUASAN KERJA

 I.         PENDAHULUAN
Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa agar dapat melayani permintaan konsumen akan kebutuhan mereka. Dalam melaksanakan proses produksinya, suatu perusahaan membutuhkan factor - faktor produksi
yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Faktor-faktor tersebut adalah bahan baku, modal, dan manusia.Terkhusus pada faktor manusia, faktor ini memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan proses produksi. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus selalu memperhatikan faktor manusia atau tenaga kerja yang dapat menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Secanggih apapun peralatan yang dimiliki perusahaan, tidak akan bisa mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan jika peralatan tersebut tidak dioperasikan secara efektif dan efisien oleh sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.

 II.      PEMBAHASAN
Menurut  Wexley  &  Yukl  (dalam  As’ad,  2002)  yang  disebut  kepuasan  kerja  ialah  perasaan  seseorang  terhadap  pekerjaanya.  Menurut  Hoppeck  (dalam Anoraga,  2001)  kepuasan  kerja  merupakan  penilaian  dari  karyawan  mengenai  seberapa   jauh   pekerjaannya   secara  keseluruhan   memuaskan   kebutuhannya.   Selanjutnya Tiffin (dalam Anoraga, 2001) menjelaskan tentang definisi kepuasan  kerja  sebagai  suatu  hal  yang  berhubungan  dengan  sikap  dari  karyawan  terhadap  pekerjaan  itu  sendiri.
Kepuasan kerja adalah faktor pendorong meningkatnya kinerja pegawai yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi kepada peningkatan kinerja organisasi (Gorda, 2004).Blum (As’a d, 1998) menya ta ka n bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari berbagai macam sikap yang terkait dengan pekerjaan dan faktor-faktor khusus seperti upah, supervisi,kesta bila  pekerjaan, ketentraman kerja ,kesempatan untuk maju, penilaian kerja yang adil, hubungan sosial di dalam pekerjaan, dan perlakuan atasan. Mathis dan Jackson (2001),mengemukakan kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Strauss dan Sayles

Menurut Robbins (2006:231) mengemukakan pandapatnya tentang factor – factor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1.      Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Mengenai betapa baik mereka bekerja, karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
2.      Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagia adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan.
3.      Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih menyukai keadaan fisik
sekitar yang tidak berbahaya dan merepotkan.
4.      Rekan sekerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang/prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kbanyakan karyawan kerja yang mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.


Hasibuan (206:134) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi factor - faktor sebagai berikut: a) Balas jasa yang adil dan layak, b) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, c) Berat ringannya pekerjaan, d) Suasana dan lingkungan pekerjaan, e) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, f) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, g) Sifat pekerjaan monoton/tidak (1).

Teori-teori kepuasan kerja. menurut Wexley & Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yaitu :
1.         Discrepancy theory
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.
2.         Equity theory
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi. Ada tiga elemen dari teori
a)            Equity yaitu : Input adalah segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan.
b)            Out comes adalah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan karyawan sebagai “hasil” dari Pekerjaannya.
c)            Comparison person adalah kepada orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input-out comesyang dimiliknya.
3.         Two factor theory
Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2001) teori kepuasan kerja yang ia namakan teori dua faktor terdiri dari faktor hygiene dan faktor motivator.
Selanjutnya Robbins (1996) menjelaskan lagi beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya :
a. Tantangan kerja
b. Sistem gaji yang adil
c. Kondisi kerja yang mendukung
d. Rekan kerja yang mendukung (2)

        (Handoko, 2001), mengemukakan bahwa kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri pegawai. Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu
terhadap pekerjaan dimana seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap
yang positif terhadap pekerjaan. Morse (Panggabean, 2004), menyebutkan bahwa pada
dasarnya kepuasan kerja tergantung kepada apa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya
dan apa yang diperoleh. Salah satu variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi karyawan yang ditunjukkan dengan dukungan aktivitas yang mengarah pada tujuan (Sulistiyani dan Rosidah,2003). Motivasi dari dalam diri pegawai dapat berasal dari kebutuhan akan uang, penghargaan, kekuasaan, dan pengakuan. Motivasi dari luar dapat berasal dari keluarga, teman kerja maupun atasan. Pada garis besarnya motivasi yang diberikan bisa dibagi menjadi dua (Heidjr achman dan Husnan, 2002), yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses mempengaruhi orang dengan memberikan kemungkinan mendapatkan hadiah sementara motivasi negatif adalah proses mempengaruhi seseorang melalui kekuatan ketakutan seperti kehilangan pengakuan, uang atau jabatan. Menurut Nawawi (2000), ada dua bentuk motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja berupa kesadaran tentang makna pekerjaan yang dilaksanakan. Motivasi ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja berupa suatu kondisi yang mengha ruskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal (3).

 III.            KESIMPULAN
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor : kerja yang menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins, 2006). Menurut Luthan (2006) beberpa faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja diantaranya pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, kondisi kerja yang kesemuanya itu ada di dalam pemberian motivasi.Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Bodur (2002). Matthews (2006), Borzaga (2006) bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
Pihak manajemen diharapkan perlu menyakinkan karyawan bahwa prosedur pendistribusian penghargaan yang diterima telah sesuai dengan kesulitan pekerjaan mereka dan seluruh keputusan dilakukan dengan konsisten kepada seluruh karyawan dan diharapkan memperhatikan setiap jenis pekerjaan yang dikerjakan para karyawan tersebut demi kemajuan perusahaan dan menjaga tingkat kepuasan kerja para karyawannya yang nantinya dapat meminimalisir keinginan keluar karyawan.


IV.               DAFTAR PUSTAKA
1.         Dian Mardiono, Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 3 (2014) PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN, https://ejournal.stiesia.ac.id/jirm/article/viewFile/471/448 diakses tgl 08 Nov’ 2016
2.         MOCHAMMAD SALANI, 2006,  KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DYSTAR COLOURS INDONESIA, http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2006/Artikel_10501191.pdf diakses tgl 08 Nov’ 2016
3.         Anak Agung Ngurah Bagus Dhermawan, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan Vol. 6, No. 2 Agustus 2012, PENGARUH MOTIVASI, LINGKUNGAN KERJA, KOMPETENSI,DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJAPEGAWAI DI LINGKUNGAN KANTOR DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI BALI, http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14240&val=954&title=PENGARUH%20MOTIVASI,%20LINGKUNGAN%20KERJA,%20KOMPETENSI,%20DAN%20KOMPENSASI%20TERHADAP%20KEPUASAN%20KERJA%20DAN%20KINERJA%20PEGAWAI%20DI%20LINGKUNGAN%20KANTOR%20DINAS%20PEKERJAAN%20UMUM%20PROVINSI%20BALI diakses tgl 08 Nov’ 2016