1.1. PENGERTIAN
MOTIVASI
Motivasi, berasal dari kata motif (motive), yang berarti dorongan, daya
pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau
suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.
Motivasi juga berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan / kegiatan, yang berlangsung secara sadar.
Beberapa
Pengertian dari Motivasi menurut para ahli :
a. Mathis & Jackson (2006)
Motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang menyebabkan orang tersebut
melakukan suatu tindakan. Seseorang melakukan tindakan untuk sesuatu hal dalam
mencapai tujuan. Oleh sebab itu, motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan
pada tujuan dan itu jarang muncul dengan sia-sia.
b. Robbins (2003)
Motivasi sebagai proses yang
menjelaskan intensitas individu, arah, dan ketekunan dalam upaya untuk mencapai
tujuan. (Motivation as the processes that
account for an individual’s intensity, direction, and persistence of effort
toward attaining a goal).
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, motivasi dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang menimbulkan dorongan semangat, keuatan, arahan kepada
seseorang dalam upaya untuk mencapai tujuan. Dari batasan pengertian motivasi
di atas terlihat bahwa ada tiga hal yang termasuk di dalamnya antara lain
upaya, tujuan, dan kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas, bila
seseorang termotivasi, ia akan mencoba mengulangi perbuatan sebelumnya. Akan
tetapi kemungkinan kecil tingkat upaya yang tinggi akan mengantarkan pada
kinerja dan memberikan keuntungan. Bila upaya itu disalurkan dalam suatu arah
yang bermanfaat bagi organisasi akan dapat mencapai tujuan organisasi tersebut.
Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitas dari upaya itu maupun
intensitasnya.
Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang (pekerja) yang berupa
kesadaran mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Motivasi
seperti ini disebut sebagai motivasi intrinsik (intrinsic motivation). Mereka
merasa bertanggungjawab atas suatu pekerjaan, jadi tanpa ada faktor luar yang
memengaruhi mereka terdorong untuk melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi ada
juga motivasi yang bersumber dari luar diri orang bersangkutan yang disebut
sebagai motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation). Motivasi ekstrinsik adalah
dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang berupa suatu kondisi
yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan secara maksimal.
1.2. KONSEP
MOTIVASI
Perkara yang menggerakan dan menentukan tingkah laku seseorang selalu dikaitkan
dengan konsep motivasi yaitu keinginan (drives),
keperluan (needs), rasa takut (fears), tujuan (goals), tekanan sosial (social
pressure), kepercayan diri (self-confidence),
minat (interests), rasa ingin tahu (curiousity), kepercayaan (beliefs), nilai (values), dan pengharapan (expectations).
Motivasi juga dirangsang oleh dua aspek yaitu motif dan insentif.
Insentif ialah galakan yang mendesak seorang individu supaya bertindak untuk
mendapat hasil / imbalan. Sedangkan motif ialah unsur yang lebih penting
daripada insentif untuk merangsang seseorang dalam pembelajaran.
Konsep motivasi juga dapat dijelaskan berdasarkan ciri-ciri individu.
Sebagai contoh, ada pekerja yang melakukan suatu karena keinginan yang tinggi
untuk sukses, tetapi ada juga yang melakukan tindakan karena rasa takut gagal,
mungkin juga mereka bertindak kerana minat yang sangat mendalam, dan mungkin juga
disebabkan oleh rasa bertanggung jawab kepada orang lain yang menaruh harapan
tinggi terhadap mereka.
1.3. PENDEKATAN
– PENDEKATAN MOTIVASI
Dalam perkembangannya, motivasi dapat dipandang menjadi 4 pendekatan,
antara lain :
1.3.1. Pendekatan
Tradisional (traditional approach)
Pendekatan tradisional pertama sekali dikemukakan oleh Frederick W.
Taylor dari manajemen ilmiah (scientific management school). Dalam model ini
yang menjadi titik beratnya adalah pengawasan (controlling) dan pengarahan
(directing). Pada pendekatan ini, manajer menentukan cara yang paling efisien
untuk pekerjaan berulang dan memotivasi karyawan dengan sistem insentif upah,
semakin banyak yang dihasilkan maka semakin besar upah yang diterima. Dengan
menggunakan insentif, manajer dapat memotivasi bawahannya. Makin banyak yang
diproduksi, maka makin besar pula penghasilan yang mereka peroleh. Dalam banyak
situasi pendekatan ini sangat efektif.
Berdasarkan pandangan ini, umumnya pekerja dianggap malas bekerja, dan
hanya dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan yang berwujud uang. Pada
umumnya para pekerja kurang bertanggungjawab atas pekerjaannya, sehingga untuk
meningkatkan produktivitas kerja mereka harus dimotivasi dengan penghargaan
dalam bentuk uang. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu akan dapat dikurangi.
1.3.2. Pendekatan
Hubungan Manusia (human relation model)
Pendekatan hubungan manusia selalu dikaitkan dengan pendapat Elton Mayo.
Mayo menemukan bahwa kebosanan dan pengulangan berbagai tugas merupakan faktor
yang dapat menurunkan motivasi, sedangkan kontrak sosial membantu dalam
menciptakan dan mempertahankan motivasi. Sebagai kesimpulan dari pendekatan
ini, manajer dapat memotivasi karyawan dengan memberikan kebutuhan sosial serta
dengan membuat mereka merasa berguna dan lebih penting.
1.3.3. Pendekatan
Sumber Daya Manusia
Para pencetus teori lainnya seperti McGregor dan ahli-ahli lain,
melontarkan kritik kepada model hubungan manusia dengan mengatakan konsep
tersebut hanya merupakan pendekatan yang lebih canggih untuk memanipulasi
karyawan. Kelompok mereka juga mengatakan bahwa, pendekatan tradisional dan
hubungan manusia terlalu menyederhanakan motivasi hanya dengan memusatkan pada
satu faktor saja seperti uang dan hubungan sosial. Berbeda dengan pendekatan
sumber daya manusia yang menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak
faktor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga
kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Sebagai
contoh, pada teori X dan Y mengasumsikan terdapat dua sifat manusia dalam
menghadapi pekerjaan, satu sisi melaksanakannya secara aktif, sedangkan
pandangan lain menanggapinya secara pasif.
1.3.4. Pendekatan
Kontemporer (contemporary approach)
Pendekatan kontemporer didominasi oleh tiga tipe motivasi : teori isi,
teori proses, dan teori penguatan. Teori isi (content theory) menekankan pada
teori kebutuhan-kebutuhan manusia, menjelaskan berbagai kebutuhan manusia
memengaruhi kegiatannya dalam organisasi. Manajer harus dapat memahami
kebutuhan para anggotanya untuk meningkatkan tanggung jawab dan kesetiaannya
atas pekerjaan dan organisasi. Dalam teori isi terdapat tiga teori motivasi
yang menekankan pada analisa yang mendasari kebutuhan-kebutuhan manusia, antara
lain : Teori Hirarki Kebutuhan, Teori ERG, dan Teori Dua Faktor. Pada Teori
proses, terdapat dua teori motivasi yang terpusat pada bagaimana para anggota
organisasi mencari penghargaan dalam keadaan bekerja, termasuk dalam kelompok
ini : Teori Keadilan dan Teori Harapan. Satu teori lagi, berpusat pada
bagaimana karyawan mempelajari perilaku kerja yang diinginkan, terdapat pada
Teori Penguatan.
Tabel Pembagian Pendekatan Kontemporer dalam Teori-teori Motivasi
No.
|
Teori
Isi
|
Teori
Proses
|
Teori
Penguatan
|
1
2
3
|
Teori Hierarki Kebutuhan
Teori ERG
Teori Dua Faktor
|
Teori Keadilan
Teori Harapan
|
Alat – alat Penguatan
|
1.4. TEORI-TEORI
MOTIVASI
Teori
motivasi mulai dikenal pada tahun 1950-an. Secara khusus, pada awalnya ada tiga
teori motivasi antara lain, teori hierarki kebutuhan (the hierarchy of needs theory), teori dua faktor (two factor theory), dan teori X dan Y
(theories X and Y).
1.4.1.
Teori Hierarki Kebutuhan
Teori
motivasi terbaik yang diketahui adalah teori hierarki kebutuhan dari Abraham
Maslow. Maslow membuat hipotesis bahwa di dalam setiap manusia terdapat
hierarki lima kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological
need)
Kebutuhan fisiologis adalah
kebutuhan paling dasar dalam kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya lebih
mengutamakan kebutuhan fisiologis, karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan
yang paling mendasar bagi hidup manusia. Setelah kebutuhan ini terpenuhi,
manusia baru dapat memikirkan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan fisiologis
ini sering juga disebut sebagai kebutuhan tingkat pertama (the first need),
antara lain kebutuhan makan, minum, tempat tinggal dan istirahat.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Setelah kebutuhan tingkat pertama
terpenuhi maka muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai penggantinya, yaitu
kebutuhan rasa aman. Ini merupakan kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan
atas kerugian fisik. Manusia mendirikan rumah yang bebas dari bahaya, bukan di
tepi pantai atau bebas dari ancaman binatang buas, dan bebas dari banjir. Dalam sebuah perusahaan, dimisalkan adanya
rasa aman tenaga kerja untuk mengerjakan pekerjaannya, misalnya adanya
asuransi, tunjangan kesehatan, dan tunjangan pensiun.
3. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan berikutnya adalah
kebutuhan sosial, setiap manusia ingin hidup untuk berkelompok. Kebutuhan
sosial mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik dalam
kelompok tertentu, dan persahabatan. Umumnya manusia setelah dapat memenuhi
kebutuhan fisiologis dan rasa aman ingin untuk memenuhi kebutuhan sosial. Pada
tingkat ini manusia sudah ingin bergabung dengan kelompok-kelompok lain di
tengah-tengah masyarakat.
4. Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Penghargaan menyangkut
faktor penghormatan diri seperti, harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor
penghormatan dari luar misalnya, status, pengakuan, dan perhatian. Pada tingkat
ini, manusia sudah menjaga image, karena merasa harga dirinya sudah meningkat
dari sebelumnya. Perilakunya sudah berbeda dari sebelumnya baik cara bicara,
tidak sembarang tempat untuk berbelanja, dan lain sebagainya.
5. Kebutuhan Aktualisasi diri
Kebutuhan yang tertinggi yaitu
kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini muncul setelah keempat kebutuhan
sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan ini merupakan dorongan agar menjadi seseorang
yang sesuai dengan ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan
pemenuhan kebutuhan diri.
Demikian bahwa setiap kebutuhan yang
telah dapat memberikan kepuasan, maka kebutuhan yang berikutnya menjadi
dominan. Dari titik pandang motivasi, teori ini mengatakan bahwa meskipun tidak
ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dapat
memberikan kepuasan yang cukup banyak tidak akan termotivasi lagi.
Moslow
membagi kelima kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan order tinggi (high order need) dan order rendah (low order need). Kebutuhan order rendah
termasuk, kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman, sedangkan kebutuhan
order tinggi termasuk, kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
Perbedaan antar kedua order itu adalah, pada kebutuhan order tinggi dipenuhi
secara internal yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut, sedangkan
kebutuhan order rendah dipenuhi secara eksternal atau berasal dari luar diri
orang tersebut seperti upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja.
1.4.2.
Teori Dua Faktor
Teori dua
faktor pertama sekali dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Dalam teori ini
dikemukakan bahwa, pada umumnya para karyawan baru cenderung untuk memusatkan
perhatiannya pada pemuasan kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama
mereka, terutama keamanan. Kemudian setelah hal itu dapat terpuaskan, mereka
akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi,
seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas, dan tanggung jawab. Berdasarkan hasil
penelitiannya, Herzberg membagi dua faktor yang mempengaruhi kerja seseorang
dalam organisasi, antara lain faktor kepuasan dan ketidakpuasan.
Faktor
kepuasan (satisfaction), biasa juga disebut sebagai motivator factor atau
pemuas (satisfiers). Termasuk pada faktor ini ialah faktor-faktor pendorong
bagi prestasi dan semangat kerja, antara lain, prestasi (achievement),
pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (work it self), tanggung jawab
(responsibility), dan kemajuan (advancement).
Faktor
kepuasan atau motivator factor dikatakan sebagai faktor pemuas karena dapat
memeberikan kepuasan kerja seseorang dan juga dapat meningkatkan prestasi para
pekerja, tetapi faktor ini tidak dapat menimbulkan ketidakpuasan bila hal itu
tidak terpenuhi. Jadi faktor kepuasan bukanlah merupakan lawan dari faktor
ketidakpuasan. Faktor kepuasan disebut juga sebagai motivasi intrinsik
(intrinsic motivation).
Faktor
ketidakpuasan (dissatisfaction), biasa juga disebut sebagai hygience factor
atau faktor pemeliharaan merupakan faktor yang bersumber dari ketidakpuasan
kerja. Faktor-faktor tersebut, antara lain, kebijakan dan administrasi
perusahaan (company policy and administration), pengawasan (supervision),
penggajian (salary), hubungan kerja (interpersonal relation), kondisi kerja
(working condition), keamanan kerja (job security), dan status pekerjaan (job
status). Faktor ketidakpuasan bukanlah merupakan kebalikan dari faktor
kepuasan. Hal ini berarti bahwa dengan tidak terpenuhinya faktor-faktor
ketidakpuasan bukanlah penyebab kepuasan kerja melainkan hanya mengurangi
ketidakpuasan kerja saja. Faktor ketidakpuasan ini biasa juga disebut sebagai
motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation), karena faktor-faktor yang
menimbulkannya bukan dari diri seseorang melainkan dari luar dirinya.
Tabel Perbandingan antara Hierarchy Need Theory dengan Two
Factor Theory
Hierarchy Need Theory
|
Two Factor Theory
|
|
Motivational Factor
|
Self for Actualization Need
|
- Work itself
- Achievement
- Recognition
- Responsibility
- Advancement
|
Hygiene Factor
|
- Esteem Need
- Social Need
- Safety Need
- Physiological Need
|
- Job status
- Interpersonal relation
- Company policy administration
- Supervisor
- Job security
- Working condition
- Salary
|
1.4.3.
Teori X dan Y
Teori X
dan Y pertama sekali dikemukakan oleh Douglas McGregor. Dalam teori ini akan
dikemukakan dua pandangan berbeda mengenai manusia, pada dasarnya yang satu
adalah negatif yang ditandai dengan teori X, dan yang lainnya adalah bersifat
positif yang ditandai dengan teori Y. McGregor menyimpulkan bahwa pandangan
seorang manajer mengenai sifat manusia didasarkan pada suatu pengelompokan
dengan asumsi-asumsi tertentu. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, manajer
menetapkan perilakunya terhadap bawahannya.
Menurut teori X, ada empat asumsi yang dipegang manajer adalah
sebagai berikut :
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan
bilamana dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus
dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari
pengarahan formal bilamana dimungkinkan.
4. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua
faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja
ambisi.
Empat pandangan positif yang disebut Teori Y :
1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami
yang sama dengan istirahat atau bermain.
2. Orang-orang akan melakukan pengarahan dn pengawasan
diri jika mereka komit pada sasaran.
3. Kebanyakan orang dapat belajar untuk menerima, bahkan
mengusahakan tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar
luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi
manajemen.
Dari
uraian diatas dapat dijelaskan bahwa, Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan
order rendah mendominasi individu. Teori Y mengandaikan bahwa kebutuhan order
tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa
pengasumsian teori Y lenih sahih daripada teori X. Oleh karena itu ia
mengusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang
bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai
pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi pekerjaan seorang
karyawan. Dihubungkan dengan teori dua faktor merupakan kelompok yang dapat
memuaskan seseorang dalam bekerja di suatu organisasi, atau tergolong pada
kelompok satisfaction.
Implikasi manajerial dari teori X dan Y dapat
diuraikan secara sederhana dalam proses manajemen adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan tujuan dan susun rencana untuk mencapainya
2. Laksanakan rencana melalui kepemimpinan
3. Kendalikan dan buatlah penilaian atas hasil yang
dicapai dengan membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
1.4.4.
Teori ERG
Teori ini
pertama sekali dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang melanjutkan teori
hierarki kebutuhan yang dihubungkan secara lebih dekat dengan hasil penelitian
empiris, sehingga hasilnya mendekati pada kenyataan (real condition). Alderfer
membagi 3 kelompok kebutuhan manusia antara lain :
1.Eksistensi (existence/E)
2. Hubungan (relatedness/R)
3. Pertumbuhan (growth/G)
Dari
singkatan ketiga jenis kebutuhan tersebut maka teori ini disebut sebagai teori
ERG.
Kelompok eksistensi memerhatikan pada pemberian
persyaratan keberadaan material dasar individu, komponen ini bila dihubungkan
dengan teori hierarki kebutuhan sama dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman.
Kelompok hubungan yaitu hasrat yang dimiliki untuk
memelihara hubungan antar individu yang penting. Hasrat social dan status
menuntut interaksi dengan individu lain yang dipuaskan, dan hasrat ini bila
dihubungkan dengan teori hierarki kebutuhan adalah kebutuhan sosial dan harga
diri.
Kebutuhan pertumbuhan adalah suatu hasrat intrinsik
untuk perkembangan individu, ini mencakup pada komponen intrinsik dari teori
hierarki kebutuhan adalah sama dengan aktualisasi diri.
Disamping
mempunyai kesamaan, teori ERG mempunyai beberapa perbedaan dengan teori
hierarki kebutuhan, antara lain :Dapat terjadi sekaligus lebih dari satu
kebutuhan secara simultan, Jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih
tinggi tertahan, hasrat untuk memenuhi kebutuhan dapat diperoleh
sekaligus.Dapat dijelaskan bahwa teori hierarki kebutuhan adalah
bertingkat-tingkat, kebutuhan tingkat pertama terpenuhi maka muncul kebutuhan tingkat
kedua dan seterusnya.Teori ERG tidak demikian bahwa kebutuhan itu tidak
bertingkat-tingkat malah dapat sekaligus diperoleh secara bersama-sama.Teori
ERG lebih sesuai dengan pengetahuan yang kita rasakan mengenai perbedaan
individual diantara orang-orang, seperti pendidikan, latar belakang keluarga,
dan lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan dorongan yang
dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu tertentu.
1.4.5.
Teori Keadilan
Teori ini
mengemukakan bahwa orang selalu membandingkan antara masukan-masukan yang
mereka berikan pada pekerjaannya dengan hasil yang diperoleh dari pekerjaannya
tersebut. Masukan-masukan atau sumbangan tersebut baik dalam bentuk pendidikan,
pengalaman, latihan dan usaha, sedangkan hasil-hasil yang diterima dalam bentuk
penghargaan. Perbandingan dapat dilakukan dengan orang yang setingkat pada
pekerjaan yang sama dalam suatu organisasi.
Berdasar
pada perbandingan tersebut, sebagai konsekuensinya akan diperoleh dua
kemungkinan antara lain keadilan (equity) dan ketidakadilan (inequity). Sesuatu
yang dikatakan adil apabila masukan-masukan sebagai sumbangan mereka kepada
perusahaan sama dengan apa yang dirasakan mereka terima dari perusahaan.
Sebaliknya, ketidakadilan terjadi bila masukan-masukan tidak sama dengan apa
yang mereka terima dari perusahaan.
Pernyataan tersebut dapat ditulis dalam bentuk berikut
:
Keadilan tercapai apabila :
Hasil
Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- =
----------------------------
Keluaran
Seseorang Keluaran Orang Lain
Tidak adil apabila :
Hasil
Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- >
----------------------------
Keluaran
Seseorang Keluaran Orang Lain
Atau,
Hasil
Seseorang Hasil Orang Lain
------------------------- <
----------------------------
Keluaran
Seseorang Keluaran Orang Lain
Teori
pengharapan (expectancy theory) pertama sekali dikemukakan oleh Victor Vroom
yang mengatakan bahwa motivasi seseorang mengarah pada suatu tindakan yang
bergantung pada kekuatan pengharapan. Tindakan tersebut akan diikuti oleh hasil
tertentu dan bergantung pada hasil bagi seseorang tersebut. Teori Pengharapan
berargumen bahwa para karyawan menentukan terlebih dahulu tingkah laku apa yang
dilaksanakan dan nilai yang diperoleh atas perilaku tersebut. Teori ini
berpendapat bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu hal dalam
mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tingkah laku mereka mengarah pada
pencapaian tujuan tersebut.
Nadler
dan Lawler menguraikan empat macam asumsi mengenai tingkah laku dalam
organisasi yang menjadi dasar pendekatan harapan sebagi berikut :
a. Tingkah laku ditentukan oleh kombinasi dari
faktor-faktor individu dan lingkungan
b. Individu secara sadar dalam membuat keputusan mengenai
tingkah laku mereka dalam suatu organisasi.
c. Individu mempunyai perbedaan dalam kebutuhan,
keinginan, dan sasaran yang ingin dicapai.
d. Individu memilih berbagai alternatif dari tingkah laku
mereka atas dasar harapan bahwa suatu tingkah laku akan dapat membawa hasil
yang diinginkan.
Berbagai asumsi tersebut akan menjadi dasar dalam
teori pengharapan yang mempunyai tiga komponen utama antara lain :
1. Harapan hasil prestasi, yaitu suatu kesempatan yang
diperkirakan terjadi atas perilaku. Harapan ini akan berpengaruh pada keputusan
mereka tentang cara bertingkah laku.
2. Valensi, merupakan nilai positif atau negative dari
hasil perilaku tertentu, valensi merupakan preferensi pribadi individu.
3. Harapan prestasi usaha, yaitu harapan seseorang
mengenai seberapa sulit melaksanakan tugas dan berhasil dalam memengaruhi
keputusan tentang tingkah laku.
Berdasarkan pengertian diatas, maka teori Vroom dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Kekuatan
Motivasi = Valensi
x Ekspektansi
Demikian, kekuatan motivasi ditentukan oleh valensi
dan pengharapan. Menurut teori pengharapan, individu akan termotivasi jika
mereka melihat adanya kombinasi yang menguntungkan tentang apa yang penting
bagi mereka dan diharapkan sebagai suatu imbalan atas pengorbanan mereka, dan
mereka mengambil tingkah laku yang sesuai.
1.4.7.
Teori Penguatan
Teori
penguatan (reinforcement theory) pertama sekali dikemukakan oleh seorang ahli
psikolog B.F. Skinner, yang mengatakan bahwa bagaimana tingkah laku di masa
lampau memengaruhi tindakan di masa yang akan dating dalam proses belajar siklis.
Teori
penguatan berargumen pada tingkah laku individu (respon) terhadap situasi
tertentu (rangsangan) merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Jika
konsekuensi tersebut positif maka pada masa depan akan terjadi pengulangan yang
serupa dalam situasi yang serupa pula. Tetapi bila konsekuensi tersebut tidak
menyenangkan, maka orang akan mengubah tingkah lakunya dalam menghindar dari
konsekuensi tadi. Teori penguatan ini berkaitan dengan pemberian hadiah
(reward).Berarti bahwa penguatan (reinforcement) adalah pengulangan kegiatan
karena mendapat hadiah.Hadiah bisa dalam bentuk material dan juga dalam bentuk
non material. Sebagai contoh, orang akan mematuhi peraturan, karena kalau taat
pada peraturan makin meningkatkan prestasi kerjanya karena tindakan atas itu
adalah pemberian hadiah.
Gambar Proses
Penguatan
1.4.8.
Teori Motivasi McClelland
Davis
McClelland telah memberikan kontribusi bagi pemahaman motivasi dengan
mengidentifikasi tiga macam kebutuhan. Menurut McClelland mengklasifikasi
kebutuhan akan prestasi, berkuasa dan berafiliasi. Oleh sebab itu motivasi juga
dibagi menjadi tiga, yaitu motivasi berprestasi, motivasi berkuasa, dan
motivasi afiliasi.
a.
Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi tercermin pada orientasinya dalam
mencapai tujuan organisasi. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi, akan
menyukaipekerjaan yang menantang. Mereka tidak percaya kepada nasib baik dalam
mencapai sesuatu, karena segala sesuatu dapat dicapai melalui kerja
keras.Mereka menyukai pekerjaan yang cukup sulit, menantang dan
realistis.Mereka percaya kepada kemampuannya sendiri dalam mengerjakan
pekerjaannya untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Mereka tidak terlalu
mengharapkan bantuan orang lain dalam mengerjakan pekerjaannya.
b.
Motivasi Berkuasa
Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk
berkuasa akan menaruh perhatian besar untuk dapat memengaruhi dan mengendalikan
orang lain dalam organisasi. Orang-orang seperti ini mempunyai hasrat untuk
memengaruhi dan mengendalikan orang lain dalam organisasi dalam mencapai
tujuannya. Pada umumnya, orang-orang yang memiliki tingkat kebutuhan yang
tinggi terhadap kekuasaan lebih menyukai situasi dimana mereka dapat memperoleh
dan mempertahankan pengendalian sarana untuk memengaruhi orang lain dalam
organisasi. Mereka suka berada dalam posisi ke dalam memberikan saran dan
pendapat, serta menjadikan orang lain sebagai alat dalam mencapai tujuan
organisasi.
c.
Motivasi Berafiliasi
Motivasi berafiliasi tercermin pada keinginan
seseorang untuk menciptakan, memelihara, dan menghubungkan suasana kebatinan
dan perasaan yang saling menyenangkan antar sesame manusia dalam
organisasi.Orang yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berafiliasi biasanya
senang kasih saying dan cenderung menghindari kekecewaan karena ditolak oleh
suatu kelompok social.Tujuan utama dari orang dengan motivasi berafiliasi
adalah memperoleh persahabatan dengan rekannya dalam organisasi, lebih menyukai
situasi kooperatif daripada persaingan, dan sangat menyukai hubungan yang
melibatkan derajat pemahaman timbal balik yang tinggi.Bagi orang yang
didominasi oleh motif ini disenangi oleh pimpinan dan rekan sekerja, dan
umumnya orang yang demikian tidak terlalu mementingkan prestasi dalam
organisasi melainkan lebih mementingkan persahabatan.
1.4.9.
Teori Porter-Lawler
Porter-Lawler
melengkapi teori pengharapan yang ditujukan pada para manajer.Teori ini
memperlihatkan bahwa upaya (effort) bergantung pada nilai penghargaan yang
diperoleh ditambah dengan penghargaan yang mereka rasakan.Prestasi yang dicapai
ditentukan oleh upaya yang mereka lakukan, tetapi hal itu sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan karakter individu tentang pekerjaan yang mereka lakukan.
Prestasi kerja akan memengaruhi penghargaan yang layak mereka terima.
1.4.10. Teori Evaluasi
Kognitif
Dalam
akhir dasawarsa 1960-an seorang peneliti mengemukakan bahwa diperkenalkannya
penghargaan-penghargaan ekstrinsik, seperti upah, untuk upaya kerja yang
sebelumnya secara intrinsik telah memberi penghargaan karena adanya kesenangan
yang dikaitkan dengan isi kerja itu sendiri, akan cenderung mengurangi tingkat
motivasi keseluruhan. Pendapat ini disebut teori evaluasi kognitif, yang telah
diteliti secara ekstensif.
Banyak para ahli teori motivasi yang umumnya mengasumsikan bahwa
motivasi intrinsik seperti prestasi, tanggung jawab dan kompetensi tidak
bergantung pada motivasi ekstrinsik seperti upah tinggi, promosi, hubungn kerja
dan kondisi kerja yang baik. Hal ini berarti rangsangan satu tidak memengaruhi
yang lain. Tetapi teori evaluasi kognitif menyarankan sebaliknya. Teori ini berargumen
bahwa bila penghargaan-penghargaan ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai
hadiah untuk kinerja yang unggul, penghargaan intrinsik, yang diturunkan dari
individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai akan dikurangi. Dengan
kata lain bila penghargaan intrinsik diberikan kepada seseorang untuk
menjalankan suatu tugas yang menarik, penghargaan itu menyebabkan minat
intrinsik terhadap tugas sendiri merosot.
Mengintegrasikan
Teori-Teori Motivasi Kontemporer
Dimulai dengan peluang, yang bisa membantu atau menghalangi usaha-usaha
individual. Peluang berhubungan dengan tujuan seorang individu, yang
mengarahkan pada suatu perilaku. Teori harapan memprediksi bahwa
karyawan-karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka
merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan
penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan-tujuan pribadi. Setiap
hubungan ini, nantinya, dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Supaya usaha
menghasilkan kinerja yang baik, individu harus mempunyai kemampuan yang
dibutuhkan untuk bekerja, dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja
individu tersebut harus dianggap adil dan obyektif.
Hubungan kinerja-penghargaan akan mejadi kuat bila individu merasa bahwa
yang diberi penghargaan adalah kinerja. Apabila teori evaluasi kognitif
benar-benar valid di tempat kerja yang aktual, kita bisa memprediksi di sini
bahwa mendasarkan penghargaan-penghargaan pada kinerja seharusnya mengurangi
motivasi intrinsik individu. Hubungan terakhir dalam teori harapan adalah
hubungan penghargaan-tujuan. Motivasi akan tinggi sampai tingkat di mana
penghargaan yang diterima oleh seorang individu atas kinerja yang tinggi
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan
individual.
Pengintegrasian teori-teori kontemporer mempertimbangkan motivasi
pencapaian, rancangan pekerjaan, penguatan, dan teori keadilan organisasional.
Individu yang berprestasi tinggi tidak termotivasi oleh penilaian organisasi
tentang kinerja atau penghargaan-penghargaan organisasional, karena itu
kenaikan dari usaha menuju tujuan-tujuan pribadi mereka yang mempunyao nAch
tinggi. Teori penguatan mengakui bahwa penghargaan-penghargaan organisasi
menguatakan kinerja individu. Penghargaan juga memainkan peran penting dalam
penelitian keadilan organisasional. Individu akan menilai keuntungan dari
hasil-hasil mereka bila dibandingkan dengan apa yang diterima individu lain,
tetapi juga berkaitan dengan bagaimana mereka diperlakukan-ketika individu
merasa kecewa dengan penghargaan-penghargaan mereka, mereka cenderung sensitif
dengan keadilan prosedur yang digunakan dan penghargaan yang diberikan kepada
mereka oleh pengawas mereka.
1.5. PRINSIP
MOTIVASI
Beberapa
prinsip dasar atau pedoman untuk analisis masalah motivasi
1.
Perilaku
berganjaran akan cenderung akan diulangi.
2.
Faktor
motivasi yangdipergunakan harus diyakini yang bersangkutan, dan
a.
Standar
unjuk kerjanya dapat dicapai
b.
Ganjaran
yang diharapkan memang ada
c.
Ganjaran
tersebut akan memuaskan kebutuhannya
3.
Memberi
ganjaran atas perilaku yang diinginkan adalah motivasi yang lebih efektif
daripada menghukum perilaku yang tidak dikehendaki.
4.
Perilaku
tertentu lebih diperkuat apabila ganjaran atau hukuman bersifat segera
dibandingkan dengan yang ditunda.
5.
Nilai
motivasional dari ganjaran atau hukuman yang diantisipasi akan lebih tinggi
bila sudah pasti akan terjadi dibandingkan dengan yang masih bersifat
kemungkinan.
6.
Nilai
motivasional dari ganjaran atau hukuman akan lebih tinggi bagi yang berakibat
pribadi dibandingkan dengan yang organisasional.
Langkah konkrit untuk memotivasi
1.
Tetapkan
sasaran yang harus dicapai berdasarkan prinsip-prinsip penetapan sasaran yang
tepat.
2.
Kembangkan
system pengukuran “performance” yang terpercaya dan berikan umpan balik kepada
mereka secara periodic.
3.
Tempatkan
anggota organisasi pada pekerjaan berdasakan kemampuan dan bakat yang
dimilikinya.
4.
Beri
dukungan dalam penyelesaian tugas, misalnya lewat pelatihan dan menumbuhkan
“sense of competence”
5.
Kembangkan
system reward yang adil
6.
Berlakukan
adil, objektif, dan jadilah teladan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu
tindakan atau tidak pada hakekatnya secara internal dan eksternal yang dapat positif
atau negatif untuk mengarahkannya sangat bergantung kepada motivator. Sedangkan
motif adalah dorongan / daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Dari
banyaknya pandangan yang berbeda dan berbagai teori yang ada. Ada macam-macam
motivasi dalam satu perilaku. Suatu perbuatan atau keinginan yang disadari dan
hanya mempunyai satu motivasi bukanlah hal yang biasa, tetapi tidak biasa. Karena
suatu keinginan yang disadari atau perilaku yang bermotivasi dapat berfungsi sebagai
penyalur untuk tujuan-tujuan. Apabila dapat terjadi keseimbangan, hal tersebut
mencerminkan ”hasil pekerjaan” seseorang yang berhadapan dengan potensinya
untuk perilaku, yang dapat diidentifikasi sebagai ”kemampuannya”. Jadi,
motivasi memegang peranan sebagai perantara untuk mentransformasikan kemampuan
menjadi hasil pekerjaan.
Manusia
sebagai unsur inti dari organisasi, ternyata merupakan faktor yang paling
penting sekaligus paling sulit pengelolaannya. Dalam rangka memotivasi
seseorang, pemimpin organisasi dapat / bahkan perlu melakukan tindakan konkret
sehingga memungkinkan termanfaatkannya potensi yang dimiliki anggota organisasi
demi tercapainya tujuan organisasi. Keterampilan dalam memilih dan
mengembangkan teknik motivasi mutlak untuk dimiliki oleh seorang pemimpin
organisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardana, I Komang., Mujiati, Ni Wayan.,
Utama, I Wayan Mudiartha., Manajemen sumber Daya Manusia, Graha Ilmu
Bangun, Prof. Dr. Wilson S.E M.Si., 2012.
Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga, Jakarta
Stephen P, robbins, perilaku organisasi
edisi 12; salemba empat; 2009, Jakarta
@A18-Novena Karina Putri
ReplyDeletePoint=2
Isi materinya sudah bagus , tetapi kurang ditambahkan mindmapnya , dan untuk daftar pustaka lebih baik ditambahkan .
Thanks
@A11-Ari
ReplyDeletePoint:2
Akan lebih bagus jika ditampilkan mindmap
@A04-MAULANA
ReplyDeletePoin 2
Sebenarnya artikel yang disajikan sudah cukup lengkap dan bagus, namun karena tidak adanya mind map jadi pembaca harus membaca utuh untuk mengetahui apa yang akan Anda sampaikan pada artikel ini.
Cukup lengkap wawasan yang didapat dari artikel ini. Tetap semangat dalam mengembangkan artikelnya.
Terima Kasih.