Hubungan
Industrial (Industrial Relation)
Seperti kita ketahui bersama bahwa
seringnya terjadi perselisihan di dalam perusahaan merupakan sesuatu yang amat
mengganggu kegiatan operasional perusahaan, banyak hal yang selalu menjadi
pemicu permasalahan antara karyawan dan perusahaan, untuk itu perlunya suatu
proses mediasi yang dilakukan agar dapat meredam terjadinya perselisihan
tersebut. Proses mediasi inilah yang kemudian disebut sebagai Hubungan
Industrial. Kegiatan yang berkaitan dengan Hubungan Industrial di dalam sebuah
Perusahaan bisa dikatakan lebih dari sekedar dari hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan organisasi perusahaan itu sendiri. Perkembangan yang berkaitan
dengan Hubungan Industrial merupakan cerminan adanya perubahan-perubahan dalam
sifat dasar kerja di dalam suatu masyarakat (baik dalam arti ekonomi maupun
sosial) dan adanya perbedaan pandangan mengenai peraturan perundangan undangan
tentang ketenagakerjaan. Kegiatan Hubungan Industrial dapat dijelaskan, yaitu
“meliputi sekumpulan fenomena, baik di luar maupun di dalam tempat kerja yang
berkaitan dengan penetapan dan pengaturan hubungan ketenagakerjaan”. Namun,
sulit untuk mendefinisikan istilah “Hubungan Industrial” secara tepat yang
dapat diterima secara universal. Memang muncul pernyataan yang mendefinisikan
“Hubungan Industrial” dikaitkan dengan laki-laki, bekerja penuh waktu,
mempunyai serikat buruh, pekerja kasar di unit pabrik besar yang menetapkan
tindakan-tindakan pengendalian, pemogokan, dan perundingan bersama.
Namun, di Indonesia Hubungan
Industrial ternyata berkaitan dengan semua pihak yang terlibat dalam hubungan
kerja di suatu perusahaan tanpa mempertimbangkan gender, keanggotaan dalam
serikat pekerja/serikat buruh, dan jenis pekerjaan. Hubungan Industrial juga
seharusnya tidak dilihat hanya dari persyaratan peraturan kerja organisasi yang
sederhana, tetapi juga harus ditinjau dari hubungan sosial, politik dan ekonomi
yang lebih luas ( dipandang secara komprehensif). Dengan kata lain Hubungan
Industrial harus dipadukan dengan bidang sosial, politik dan ekonomi, ketiganya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain atau masing-masing tidak dapat berdiri
sendiri. Di dalam Undang-undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 pasal 16
disebutkan bahwa pengertian dari Hubungan Industrial adalah sistem Hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa
yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang 1945.
Secara sederhana, pengertian
mengenai Hubungan Industrial adalah sebuah sistem hubungan yang terbangun atau
terbentuk antara para pelaku proses produksi barang dan/atau jasa, baik
internal maupun eksternal perusahaan.
Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan ini terutama
adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang kemudian diistilahkan sebagai
tripartit. Dalam proses produksi pihak-pihak yang secara fisik sehari-hari
terlibat langsung adalah pekerja/buruh dan pengusaha (operator), sedangkan
pemerintah terlibat di dalam hal-hal tertentu saja terutama yang berkaitan
dengan atau sesuai kewenangannya (regulator).
Hubungan Industrial berawal dari
adanya hubungan kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan
pengusaha. Pengaturan hak dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja
yang bersifat perorangan. Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan
pekerja, antara lain memuat ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan
masa percobaaan, jabatan yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang
tersedia, tanggungjawab, uraian tugas, dan penempatan kerja. Di tingkat
perusahaan pekerja dan pengusaha adalah dua pelaku utama dalam kegiatan
Hubungan Industrial. Dalam Hubungan Industrial baik pihak perusahaan maupun
pekerja/buruh mempunyai hak yang sama dan sah untuk melindungi hal-hal yang
dianggap sebagai kepentingannya masing-masing juga untuk mengamankan
tujuan-tujuan mereka, termasuk hak untuk melakukan tekanan melalui kekuatan
bersama bila dipandang perlu. Di
satu sisi, pekerja dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama, yaitu
kelangsungan hidup dan kemajuan perusahan, tetapi di sisi lain hubungan antar
keduanya juga mempunyai potensi konf1ik, terutama apabila berkaitan dengan
persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing
pihak. Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, misalnya konsep keadilan
dan kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan
kewajiban, serta integritas dan kepercayaan.
Sementara itu, fungsi utama pemerintah dalam Hubungan
Industrial adalah mengadakan atau menyusun peraturan dan perundangan
ketenagakerjaan agar hubungan antara pekerja dan pengusaha berja1an serasi dan
seimbang, dilandasi oleh pengaturan hak dan kewajiban yang adil. Di samping itu
pemerintah juga berkewajiban untuk menyelesaikan secara adil perselisihan atau
konflik yang terjadi. Pada dasarnya, kepentingan pemerintah juga untuk menjaga
kelangsungan proses produksi demi kepentingan yang lebih luas.
Tujuan akhir pengaturan Hubungan
Industrial adalah untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja
maupun pengusaha. Kedua tujuan ini saling berkaitan, tidak terpisah, bahkan
saling mempengaruhi. Produktivitas perusahaan yang diawali dengan produktivitas
kerja pekerjanya hanya mungkin terjadi jika perusahaan didukung oleh pekerja
yang sejahtera atau mempunyai harapan bahwa di waktu yang akan datang
kesejahteraan mereka akan lebih membaik.
Sementara itu kesejahteraan semua
pihak, khususnya para pekerja, hanya mungkin dapat dipenuhi apabila didukung
oleh produktivitas perusahaan pada tingkat tertentu, atau jika ada peningkatan
produktivitas yang memadai, yang mengarah ke tingkat produktivitas sesuai
dengan harapan pengusaha. Sebelum mampu mencapai tingkat produktivitas yang
diharapkan, semua pihak yang terkait dalam proses produksi, khususnya pimpinan
perusahaan, perlu secara sungguh-sungguh menciptakan kondisi kerja yang
mendukung. Kunci utama keberhasilan menciptakan Hubungan Industrial yang aman
dan dinamis adalah komunikasi. Untuk memelihara komunikasi yang baik memang
tidak mudah, dan diperlukan perhatian secara khusus. Dengan terpeliharanya
komunikasi yang teratur sebenarnya kedua belah pihak, pekerja dan pengusaha,
akan dapat menarik manfaat besar.
Faktor penunjang utama dalam
komunikasi ini adalah adanya interaksi positif antara pekerja
dan pengusaha. Interaksi semacam ini
apabila dipelihara secara teratur dan berkesinambungan
akan menciptakan sa1ing pengertian
dan kepercayaan. Kedua hal tersebut pada gilirannya akan merupakan faktor
dominan dalam menciptakan ketenangan kerja dan berusaha atau industrial
peace.
Bagi pekerja, komunikasi dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui secara dini dan mendalam
tentang kondisi perusahaan serta
prospek perusahaan di masa yang akan datang. Disamping
itu, pekerja juga dapat menyampaikan
berbagai pandangan mereka untuk membantu meningkatkan kinerja perusahaan. Hal
semacam ini perlu ditanggapi secara positif oleh manajemen, agar sekaligus
merupakan pengakuan dan penghargaan bagi para pekerja yang peduli terhadap
nasib perusahaan. Sementara itu bagi manajemen atau pengusaha komunikasi pasti
memiliki nilai positif. Disamping adanya keterlibatan atau partisipasi dari
pekerja terhadap nasib perusahaan, manajemen juga dapat mengetahui sejak dini
"denyut nadi" para pekerjanya, hingga pekerja di tingkat paling
bawah. Dengan demikian manajemen dapat mengambil langkah penyelesaian masalah
secara dini dan dapat mencegah agar masalahnya tidak menjadi lebih besar.
Prasyarat untuk dapat membina
komunikasi adalah bahwa pimpinan unit kerja atau satuan kerja,
apapun fungsinya, pada dasarnya juga
adalah pimpinan sumber daya manusia di unit atau satuan
kerja yang bersangkutan. Komunikasi
tidak mungkin hanya dilakukan oleh satuan kerja/pimpinan
SDM (direktur eksekutf, para
manajer, atau manajer divisi, dsb) tanpa adanya kepedulian dari
semua lini yang ada di perusahaan.
Oleh karena itu pembinaan SDM pada umumnya, dan khususnya Hubungan Industrial,
harus menjadi kepedulian semua pimpinan di setiap tingkat.
Untuk itu, Hubungan Industrial perlu
dipahami oleh semua tingkat pimpinan, bukan hanya pimpinan SDM atau personalia
semata-mata agar ketenangan kerja dan ketenangan berusaha yang menjadi tujuan
antara dalam menciptakan Hubungan Industrial yang aman dan dinamis dapat
terwujud. Ketenangan kerja dan berusaha dapat dilihat dari adanya indikator
bahwa terjadi
hubungan kerja yang dinamis antara
manajemen dan pekerja atau serikat pekerja.
Hubungan Industrial selalu bersifat
kolektif dan meliputi kepentingan luas. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuannya sarana Hubungan
Industrial juga bersifat kolektif. Sarana utama hubungan
industrial dapat dibedakan menjadi
dua kelompok. Pertama, pada tingkat perusahaan ialah serikat
pekerja/serikat buruh, Kesepakatan
Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga kerjasama
bipartit, pendidikan, dan mekanisme penyelesaian perselisihan
industrial. Kedua, sarana yang
bersifat makro, yaitu serikat pekerja/serikat buruh, organisasi
pengusaha, lembaga kerjasama
tripartit, peraturan perundang-undangan, penyelesaian perselisihan industrial,
dan pengenalan Hubungan Industrial bagi masyarakat luas.
Ada 9 (sembilan) permasalahan yang
sering timbul dan memicu konflik didalam perusahaan antara pekerja dan
pengusaha, kesembilan itu adalah :
1.
Solidaritas terhadap sesama pekerja yang dinilai telah diperlakukan secara kurang
adil oleh perusahaan;
2. Perbedaan persepsi tentang
perundangan dan peraturan pemerintah;
3. Menuntut kepala personalia yang
dinilai bersikap keras terhadap pekerja/buruh dan berpihak pada perusahaan dan
diminta agar mundur;
4.
Perubahan manajemen perusahaan yang dinilai tidak memperhatikan kepentingan dan
kesejahteraan pekerja;
5. Menuntut adanya transparansi
perusahaan (terutama berkaitan dengan keuntungan perusahaan yang mungkin dapat
menjadi bagian pekerja/buruh dalam bentuk upah yang lebih tinggi atau
peningkatan kesejahteraan);
6. Pelaksanaan peraturan uang pesangon;
perusahaan dianggap tidak terbuka tentang keuntungan perusahaan;
7.
Kecurigaan mengenai adanya penyalahgunaan dana Jamsostek;
8.
Ketidaksabaran pekerja dalam menunggu hasil perundingan; atau
9. Tuntutan-tuntutan baru lainnya yang
muncul seiring dengan meningkatnya pengetahuan pekerja tentang hak-hak mereka
setelah SP-TP terbentuk di tempat kerja mereka.
Dengan demikian jika kita telah
mengetahui secara jelas mengenai permasalahan-permasalahan itu, maka sudah
sewajarnya kita selaku pengelola SDM Perusahaan sudah dapat mengantisipasi agar
masalah itu tidak timbul dan kita bisa bekerja dengan tenang, untuk itu
sebaiknya kita harus mengetahui bahwa ada beberapa Kepmen dan Undang-undang
yang dapat mendukung proses permasalahan dalam Hubungan Industrial, yaitu :
1. Undang- Undang No. 21 Tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2. Kepmenakertrans No.16/Men/2001,
tentang tatacara pencatatan SP/SB
3.
Kepmenakertrans No.201/Men/2001, tentang keterwakilan dalam kelembagaan
Hubungan Industrial
4.
Kepmenakertrans RI No.Kep-255/Men/2003, tanggal 9 Desember 2003 tentang
tatacara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama Bipartit
5.
Kepmenakertrans RI No.Kep-255/Men/2003, tanggal 8 April 2004 tentang tatacara
pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran
perjanjian kerja bersama.
Selain
itu ada norma-norma dalam Hubungan Industrial, yaitu :
1.
Makro minimal, adalah ketentuan normatif yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban pekerja dan pengusaha, makro minimal ini adalah undang-undang
ketenagakerjaan dan peraturan pemerintah dan turunannya.
2.
Makro kondisional, adalah perjanjian/peraturan antara organisasi dan
karyawan yang mengatur hubungan kerja.
Dengan kedua jenis makro diatas,
jelaslah bahwa norma ini diberlakukan dalam kaitan Hubungan Industrial dengan
melihat tempat dan waktu serta mekanisme atau sistem yang ada dan terjadinya
proses dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi didalam perusahaan.
http://epsmanajemensdm.blogspot.co.id/2011/07/hubungan-industrial-industrial-relation.html?m=1
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.