Manajemen
Kinerja
Oleh:
Renward Panyel Siahaan
41615120093
Kinerja
perusahaan berkaitan erat dengan manajemen strategi terutama dalam proses
evaluasi strategi. Hal ini mencakup evaluasi terhadap kinerja dan mengukur kinerja.
Dalam proses evaluasi strategi dipandang sebagai kegiatan empat unsur yang saling
berkaitan, yakni: Menggariskan sasaran prestasi kerja, standar dan batas toleransi
untuk tujuan, strategi dan rencana pelaksanaan, Mengukur posisi yang sesungguhnya
sehubungan dengan sasaran pada suatu waktu tertentu. Jika hasilnya terletak di
luar batas tersebut maka manajer perlu segera mengambil tindakan, Menganalisa
penyimpangan Bari batas toleransi yang dapat diterima serta melaksanakan
modifikasi jika dirasa perlu dan atau layak.
Manajemen kinerja merupakan suatu
proses kegiata yang diawali dari perencanaan kinerja, peninjauan kinerja, evaluasi/penilaian
kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan atau dapat berupa suatu
hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan. Menurut
Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan
orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja
ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus. Menurut Direktorat
Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strategis
dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan
performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada
implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu
aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu
organisasi.
Menurut
Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan
penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem
tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan
strategis perusahaan. Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu
proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan
tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan
perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan
individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan
organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih
besar.
Pandangan
Dasar Sistem Manajemen Kinerja:
Bacal
(1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
1.
Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen
kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan
antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh
keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per
bagian.
2.
Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak
hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah
satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
3.
Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai
subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari
itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam
pencapaian tujuan organisasi.
4.
Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup
penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi
yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian
kinerja yang sukses dan terstruktur.
5.
Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang
baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi
dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan).
Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu
tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan
Manajemen Kinerja:
Tahapan
Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam
pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen
kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
1.
Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi
perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan
pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang
akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan.
Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera
(1998), penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART
merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan
Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan
dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya
(measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target
harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan
(achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas
sasaran waktunya (timebound).
2.
Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring
pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan
pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur
yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja
yang
sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
3.
Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.
Evaluasi
dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu,
kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record
data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat
obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang
Valid.
4.
Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan
dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap
action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan,
pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada,
dan penetapan anggaran.
Tujuan
Manajemen Kinerja:
Adapun
tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron,
2005; Wibisono, 2006):
1.
Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
2.
Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
3.
Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja
organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
4.
Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan
berkesinambungan.
5.
Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif
sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen
kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
-
Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
-
Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan
tujuan masing-masing pekerja.
-
Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
-
Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
-
Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
-
Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
-
Mendorong pengembangan pribadi (Sungkono 2013)
Daftar
Pustaka
Dessler, Gary. 2004. Human Resource Management. 2003. New
Jersey: Pretince Hall
Upper Saddle
River.
Fathoni, Abdurrahmat.
2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sungkono, Puji. 2013.
Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada
PT.Excel Utama Indonesia Karawang. Jurnal
Manajemen Vol.10 No.3
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.