Werther
dan Davis (1986) dalam Prabowo (2003) dan Munandar, Sjabadhyni, Wutun (2004:73)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah
kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan karyawan terhadap
pekerjaannya.
Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Testa (1999) dan Locke (1983) dalam Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Lebih lanjut Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi. Robbins (2001:148) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan
Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Testa (1999) dan Locke (1983) dalam Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Lebih lanjut Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi. Robbins (2001:148) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian (assesment) seorang karyawan terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan
Menurut
Baron & Byrne (1994) ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan
perusahaan dan iklim kerja. Faktor kedua yaitu faktor individual atau
karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua predictor penting
terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah
dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk
mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan
ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja
akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan
dengan maksimal. (p.45). Pendekatan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa
pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah
dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu
pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk
maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang
dimilikinya, nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian. (p.35).
Pendapat yang lain dikemukan oleh Ghiselli dan Brown, mengemukakan adanya lima
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a.
Kedudukan (posisi)
Umumnya
manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih
tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan
yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut
tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
b.
Pangkat (golongan)
Pada
pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan
tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila
ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan
pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku
dan perasaannya.
c.
Umur
Dinyatakan
bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara
25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d.
Jaminan finansial dan jaminan sosial
Masalah
finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
e.
Mutu pengawasan
Hubungan
antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan
produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of
belonging). As’ad (2004, p. 112).
Sedangkan
Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai
berikut :
a.
Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan.
b.
Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan
kemasyarakatan.
c.
Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi
kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap
kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan
konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi
maupun tugas. As’ad (2004, p.114).
Berbeda
dengan pendapat Blum ada pendapat lain dari Gilmer (1966) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:
a.
Kesempatan untuk maju
Dalam
hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan
kemampuan selama kerja.
b.
Keamanan kerja
Faktor
ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria
maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama
kerja.
c.
Gaji
Gaji
lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d.
Perusahaan dan manajemen
Perusahaan
dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja
yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e.
Pengawasan (Supervise)
Bagi
karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya.
Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
f.
Faktor intrinsik dari pekerjaan
Atribut
yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya
serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
g.
Kondisi kerja
Termasuk
di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h.
Aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan
salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang
menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
i.
Komunikasi
Komunikasi
yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk
menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat
berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
j.
Fasilitas
Fasilitas
rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan
dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. As’ad (2004,p. 115)
Penelitian
yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) menemukan bahwa hal-hal yang
menyebabkan rasa puas adalah:
1.
Prestasi
2.
Penghargaan
3.
Kenaikan jabatan
4.
Pujian.
Sedangkan
faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah:
1.
Kebijaksanaan perusahaan
2.
Supervisor
3.
Kondisi kerja
4.
Gaji
Burt
mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:
a.
Hubungan antara manajer dengan karyawan
b.
Faktor fisik dan kondisi kerja
c.
Hubungan sosial di antara teman sekerja
d.
Emosi dan situasi kerja
2.
Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan:
a.
Sikap orang terhadap pekerjaannya
b.
Umur orang sewaktu bekerja
c.
Jenis kelamin
3.
Faktor-faktor luar (extern), yaitu berhubungan dengan faktor-faktor yang
mendorong
karyawan yang berasal dari luar selain dirinya sendiri, yaitu:
a.
Keadaan keluarga karyawan
b.
Rekreasi
c.
Pendidikan (training, up grading dan sebagainya). As’ad (2004,p.112).
Berdasarkan
indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat dipahami
sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing
individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh
karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif menentukan
bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan
kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan bahwa tidak
ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari padanya.
References
Bagus, D. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepuasan Kerja. Diambil kembali dari Jurnal Manajemen, Bahan Kuliah
Manajemen:
http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2008,
September). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan
(Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, 10.
Riadi, M. (t.thn.). Pengertian dan Faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja. Diambil kembali dari Kajian Pustaka:
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-faktor-yang-mempengaruhi-kepuasan-kerja.html
Sulianti, D. (2009). Pengaruh Komitmen Organisasi
dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di
Sumatera Utara. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 31-37.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.