ABSTRAK
Desain pekerjaan secara sederhana adalah penentu dari segala pekerjaan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Menurut Handoko (2001:31) desain pekerjaan adalah fungsi penerapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara organisasiaonal.
Desain pekerjaan yang baik harus mampu mencerminkan uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang disesuaikan dengan persyaratanpersyaratan yang dituntut dari pegawai yang akan menduduki jabatan tersebut. Bila penempatan pegawai sesuai dengan tuntutan persyaratan pekerjaan, maka pegawai cenderung merasa puas terhadap pekerjaan mereka, karena mereka mampu melaksanakan sesuai dengan kemampuan, keterampilan serta persyaratan yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Desain pekerjaan yang baik harus mampu mencerminkan uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang disesuaikan dengan persyaratanpersyaratan yang dituntut dari pegawai yang akan menduduki jabatan tersebut. Bila penempatan pegawai sesuai dengan tuntutan persyaratan pekerjaan, maka pegawai cenderung merasa puas terhadap pekerjaan mereka, karena mereka mampu melaksanakan sesuai dengan kemampuan, keterampilan serta persyaratan yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Pekerjaan harus didesain dengan sebaik mungkin, agar dapat memberikan suatu manfaat baik kepada organisasi maupun kepada karyawan. Manfaat terhadap organisasi berupa tercapainya tujuan dengan efektif dan efisien. Sedangkan manfaat kepada pegawai adalah pengembangan karier dan perlakuan adil sehingga menimbulkan kepuasan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
KATA KUNCI
: desain pekerjaan, organisasi,dan pekerjaan.
ABSTRACT
Design work is simply the determinant of all the work that will be done by
the company. According to Handoko (2001: 31) of job design is functional
applicability work activities an individual or group of employees
organisasiaonal. Design a good job to be able to reflect the job description
and job specifications that are tailored to persyaratanpersyaratan demanded of
employees who will occupy the post. When staffing in accordance with the
demands of the job requirements, then employees tend to feel satisfied with
their jobs, because they are able to perform in accordance with the abilities,
skills and requirements demanded by the job.Jobs must be designed with the best possible, in order to provide a benefit to both the organization and the employee. Benefits to organizations such as the achievement of objectives effectively and efficiently. While the benefits to employees are career development and equitable treatment resulting in employee satisfaction in performing his job.
KEYWORDS: job design, organizational, and work.
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara yang sangat kaya akan
budaya, baik budaya didalam hal kesenian, kerajinan, dan sejarah, tetapi yang
tidak pernah terlihat oleh bangsa Indonesia sendiri adalah bahwa masyarakat
Indonesia ternyata memiliki budaya kerja yang berbeda setiap individu, hal ini
terbukti ketika ada sebuah perusahaan swasta yang lebih memilih membayar tenaga
ahli dari luar negeri ( misalkan jepang), padahal untuk segi kapabilitas
kemampuan antara tenaga ahli dari Indonesia dan luar negeri sebenarnya tidak
jauh beda tetapi kenapa perusahaan swasta ini lebih memilih tenaga kerja asing
untuk menempati beberapa posisi tertentu didalam perusahaannya?, ternyata
ketika salah satu CEO dari perusahaan swasta ini ditanya pertanyaan seperti
diatas, beliau menjawab bahwa untuk setiap posisi tertentu kami lebih memilih
pekerja asing dikarenakan budaya kerja dari Negara ini ataupun individu lebih
baik dan bertanggung jawab daripada beberapa tenaga kerja di Indonesia walaupun
tidak semua.
Deskripsi diatas menunjukan pengaruh dari budaya kerja suatu
individu dari Negara tertentu ternyata memiliki pengaruh dalam desain
pekerjaan. Individu membentuk cara didalam melakukan pekerjaan mereka untuk
membuat pekerjaan mereka lebih berharga (Wrzesniewski & Dutton, 2001).
Adanya suatu lintas budaya (Cross Culture) tampaknya memiliki dampak dan
pengaruh tertentu pada bagaimana cara orang megkreasikan pekerjaan mereka.
Secara umum didalam suatu perusahaan atau organisasi ada sebuah persyaratan
dimana kira-kira individu dapat melakukan pekerjaan mereka, hal ini pada
gilirannya menentukan apakah desain pekerjaan merupakan hal yang menguntungkan
dan atau bermakna. Masyarakat dan budaya yang berbeda memiliki perspektif waktu
yang berbeda, atau orientasi, sehubungan dengan penekanan mereka pada masa
lalu, sekarang, dan masa depan (Hall & Hall, 1987; Schein, 1992).
Desain pekerjaan telah muncul didalam berbagai perusahaan,
organisasi dan Negara. Nilai tingkat budaya nasional yang telah di
internalisasi melalui proses sosialisasi dapat berfungsi sebagai suatu criteria
apakah suatu desain pekerjaan tertentu memberikan sebuah kesempatan individu
untuk mendapatkan harga diri dan kesejahteraan (Erez & Dini, 1993). Menurut
Erez (2008), untuk diri sendiri, pekerjaan memiliki pengaruh langsung
pada persepsi individu apakah pekerjaan atau desain pekerjaan dapat
memfasilitasi atau bahkan menghambat individu didalam mendapatkan sebuah harga
diri dan kesejahteraan.
II.PEMBAHASAN
Robbins (1996) menyatakan bahwa “organisasi adalah kesatuan
(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang
relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar relatif, terus menerus
untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan”
Untuk mencapai tujuan itu, Handoko (1992) menyatakan
perlunya proses pengorganisasian, dan proses ini tercermin dalam struktur
organisasi. Handoko (1992) juga menyatakan, struktur organisasi, mencakup aspek
– aspek penting, antara lain: (1) pembagian kerja; (2), departementalisasi;
(3), bagan organisasi formal; (4) rantai perintah dan kesatuan perintah; (5)
tingkat - tingkat hierarki manajemen; (6) saluran komunikasi; (7) penggunaan
komite; dan (8) rentang manajemen dan kelompok - kelompok informal yang tidak
dapat dihindarkan.
2.1.
Budaya dan Perilaku
Globalisasi pasar dan kompetisi internasional memaksa
perusahaan-perusahaan beroperasi di dalam suatu lingkungan multibudaya (multicultural
environment). Demikian juga dengan adanya pola-pola migrasi dan media
komunikasi transnasional seperti televisi satelit dan internet yang menciptakan
populasi multibudaya (multicultural populations) di dalam pasar-pasar
domestik dan membuka konsumen-konsumen menuju kebutuhan-kebutuhan dan
perilaku-perilaku alternatif.
Perilaku seorang individu merupakan hasil dari sistem nilai
(values) yang dimiliki individu tersebut untuk keadaan tertentu.
Sistem-sistem nilai budaya individu dikembangkan sepanjang waktu sejalan mereka
bersosialisasi dengan grup/kelompok tertentu. Budaya masyarakat/lembaga juga regional
subculture dan nilai-nilai keluarga semuanya mempengaruhi pembentukan
sistem nilai individu. Karenanya, sistem nilai budaya (cultural value
system) memasukkan elemen-elemen budaya yang dimiliki individu individu
pada umumnya dengan grup-grup di mana mereka berada, hal ini bisa dipandang
sebagai keunikan nilai-nilai idiosyncratic terhadap individu.
Budaya mempengaruhi perilaku melalui
manifestasi-manifestasinya, seperti yang diungkapkan oleh Hofstede,
yaitu: values, heroes, rituals, dan symbols. Ini semua merupakan
bentuk-bentuk di mana secara cultural penetapan knowledge disimpan dan
diungkapkan. Karena itu, setiap budaya grup menghadapi manifestasi-manifestasi
budaya yang berbeda pula.
2.2.Budaya dan Dimensi Budaya Nasional
Budaya (culture) merupakan keseluruhan pola
pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan
dengan kelompok sosial yang lain. Istilah the collective mental programming atau
software of mind digunakan untuk menyebutkan keseluruhan pola dalam
kajian budaya. Mental prorams atau budaya suatu kelompok terbentuk oleh
lingkungan sosial, (seperti negara, daerah, tempat kerja, sekolah dan rumah
tangga) dan kejadian-kejadian yang dialami dalam kehidupan para anggota
kelompok yang bersangkutan. Kemudian proses terbentuknya pola fikir, perasaan
dan perbuatan tersebut dianalogikan dengan proses penyusunan program dalam
komputer.
Budaya dapat dikelompokkan ke dalam berbagai tingkatan
antara lain: nasional, daerah, gender, generasi, kelas sosial, organisasional
atau perusahaan.
a.
Budaya
Nasional (National Culture)
Dimensi-dimensi perbedaan budaya dalam penelitian budaya nasional
meliputi:
·
Power
Distance, satu dari ‘dimensi’ budaya nasional yang merefleksikan jarak jawaban yang
ditemukan dalam beragam negara ke dalam pertanyaan mendasar tentang bagaimana
meng elola fakta bahwa orang-orang dalam keadaan tidak seimbang.
·
Collectivism
Vs Individualism, Mayoritas orang di dunia yang tinggal dalam suatu
komunitas yang memiliki minat pada kelompok melebihi secara individu disebut
sebagai kelompok masyarakat collectivist. Sedangkan Minoritas orang di
dunia hidup dalam masyarakat di mana minat-minat individu di atas minat
kelompok, masyarakat itu disebut sebagai individualist.
·
Masculinity/
Feminity, Dalam suatu masyarakat terdiri atas laki-laki dan perempuan. Secara
biologis mereka berbeda. Perbedaan biologis menggunakan terminologi male
dan female, sedangkan perbedaan sosial dan secara budaya ditentukan oleh
peran masculine dan feminine.
·
Uncertainty
Avoidance, Sebagai manusia kita harus berhadapan dengan fakta bahwa kita tidak
tahu apa yang akan terjadi esok; masa yang akan datang tidak pasti tetapi kita
harus menghadapinya. Ketidakpastian yang ekstrim menciptakan kegelisahan yang
tidak dapat ditolelir.
Didalam teori Hofstede ciri budaya atas dasar dimensi nilai budaya.
Keuntungan dari Hofstede adalah bahwa secara khusus ditujukan kerja dari
nilai-nilai yang terkait, membuat dimensi nya secara intuitif dipahami dan
lebih spesifik. Pada dasarnya pentingnya dimensi Hofstade adalah bahwa
dimensi nilai budaya ternyata banyak terbukti memiliki korelasi dengan
banyak fenomena social dan bisnis.
2.3. Desain Pekerjaan (Job Design)
Desain pekerjaan (Job Design) adalah struktur, isi,
dan konfigurasi tugas pekerjaan dan peran seseorang (Parker & Ohly, 2008).
Untuk dapat memiliki pemahaman yang lebih baik mengapa desain pekerjaan selalu
memainkan peran sentral dalam sistem kerja, yang terbaik adalah melihat
sejarah desain pekerjaan (Grant,A.M. dan Juillerat, 2010).
Pendekatan desain pekerjaan sebenarnya telah diatur
sedemikian rupa sehingga secara tidak langsung mempengaruhi karyawan dalam
kepuasan dan motivasi kerja. Sekarang, desain pekerjaan telah mengambil
perspektif yang lebih luas, dengan berbagai dimensi seperti:
a. Job Enrichment (JE),
b. Job Engginering (JENG),
c.
Quality of Worklife (QWL),
d.
Socio Technical Design
e.
Social Information Processing
Approaches
Ada
banyak upaya diarahkan untuk konsep dan mengukur struktur desain pekerjaan. Hal
tersebut diketahui jika pekerjaan dirancang dengan baik, kepuasan kerja
dan kualitas kinerja akan meningkat. Desain pekerjaan dapat dibawa ke
perspektif yang lebih luas. Ada berbagai pendekatan yang memungkinkan
organisasi untuk merancang pekerjaan bagi para karyawannya.
Pendekatan
motivasi untuk desain pekerjaan, berbagai tugas, identitas tugas, signifikansi
tugas, otonomi dan umpan balik semua memiliki efek positif terhadap proses
desain pekerjaan dalam menciptakan efisiensi dan efektifitas didalam kerja.
2.4.Pendekatan Budaya (Culture) dalam Desain Pekerjaan (Job
Desaign)
Pada dasarnya dengan melihat teori Natioanl Culture
yang diungkapkan oleh Hofstade dapat diketahui tentang pendekatan dan hubungan
antara desain pekerjaan (Job Design) dengan budaya (Culture).
Didalam penulisan artikel ini sebenarnya adalah untuk
mencari sebuah gagasan dari suatu model karakteristik pekerjaan yang diikuti
dengan pendekatan dari desain pekerjaan yang dipengaruhi oleh budaya nasional (National
Culture) dimana hal tersebut sudah tertanam pada perusahaan atau
organisasi. Pada dasarnya dan dari beberapa contoh nyata yang ada di Negara
Indonesia sebenarnya dapat dilihat bahwa ada pengaruh terhadap
karakteristik pekerjaan yang disebabkan oleh adanya factor budaya.
Dari pengamatan dan hasil dari eksplorasi literatur, dapat
ditarik sebuah benang merah bahwa desain pekerjaan sebenarnya berhubungan dan
dipengaruhi oleh budaya, tetapi didalam konteks Negara Indonesia penulis
melihat bahwa factor budaya berpengaruh sebagai moderator atau penengah didalam
melakukan desain pekerjaan. Power Distance, Individualisme, kolektivisme
dan Uncetainty Avoidance merupakan dimensi yang memiliki efek yang kuat
terhadap penerapan pendekatan desain pekerjaan. Power Distance
sebenarnya berkaitan dengan otonomi pekerjaan dalam suatu perusahaan atau
organisasi. di sisi lain, otonomi dan pemberdayaan juga kongruen dengan
nilai-nilai individualistis, menekankan kebebasan memilih dan memberikan
kesempatan untuk mempengaruhi dan merupakan atribut dari hasil perilaku untuk
individu.
Banyak pendapat dari beberapa ahli dan beberapa penelitian
yang mengungkapkan bahwa otonomi kerja dapat mengakibatkan efek yang berbeda
pada kepuasan dan kinerja di setiap kebudayaan. Tingkat individualisme dan
kolektivisme juga memiliki korelasi yang kuat dalam otonomi dan umpan balik.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa otonomi adalah kebutuhan
psikologis yang universal dan lintas budaya yang dapat dibedakan dari
individualisme dan collectivism. Otonomi melibatkan pilihan, sedangkan
individualisme dan collectivism melibatkan suatu pemisahan dari orang lain
(Chirkov, Ryan, Kim, & 2003). Peneliti lain juga berpendapat bahwa, otonomi
masih lebih penting dalam individualistis daripada budaya kolektif (Chua &
Iyengar, 2006). Budaya dengan tingkat kolektivisme tinggi cenderung lebih
terbuka terhadap umpan balik dan menerima budaya dari tingkat individualisme
yang tinggi.
Uncertainty Avoidance merupakan dimensi lain dari budaya
yang berkorelasi dengan umpan balik. Di Asia, seperti Indonesia dan Jepang,
mendapatkan feedback dari manager dikatakan sangat langka, sedangkan
dinegara barat feedback sering dianggap sebagai sesuatu yang sangat
penting dan berharga untuk meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan dari
penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa budaya itu sendiri menciptakan suatu
pendekatan desain pekerjaan (Job Desaign )yang sesuai dengan nilai-nilai
mereka sebagai contoh Amerika menciptakan Job Enrichment, di Eropa
dikenal dengan Job Desaign Socio Technological Design, dan Asia terutama
Indonesia lebih dengan Quality Circle.
III.Kesimpulan
Desain pekerjaan (Job Design) merupakan sebuah topic
yang hangat ketika hal tersebut dibahas di Negara Indonesia dimana jika
dikaitkan dengan National Culture. Perusahaan ataupun organisasi
telah menggunakan pendekatan yang berbeda didalam desain pekerjaan (Job
Design), tergantung pada bagaimana pekerja menyelesaikan pekerjaan mereka,
pentingnya tugas mereka, bagaimana ini mempengaruhi kemampuan untuk melakukan
pekerjaan mereka, bagaimana menginformasikan mereka tentang kemajuan dan berapa
banyak kebebasan dan kontrol yang diberikan terhadap mereka untuk melakukan
pekerjaan mereka (otonomi), hal itu semua sebenarnya sudah terangku didalam
budaya disetiap perusahaan atau organisasi di suatu Negara tertentu baik Asia,
Eropa, Amerika ataupun Afrika.
Budaya memiliki pengaruh didalam menentukan pendekatan
terhadap desain pekerjaan (Job Desaign) dalam hal nilai-nilai umum dan
keyakinan. Dan dengan dukungan dari Hofstede, hal tersebut dapat
menghasilkan karakteristik suatu pekerjaan untuk budaya tertentu. Bila
pendekatan dan karakteristik yang ditentukan jelas, maka akan menghasilkan
semacam cetak biru dari sebuah pekerjaan tertentu didalam budaya tertentu.
desain pekerjaan memang ditentukan oleh budaya. Itu tidak hanya memberikan
pemahaman yang lebih baik dari apa yang disukai dalam budaya tertentu, tetapi
dengan dukungan dari Hofstede, hal tersebut bisa membuat garis besar yang dapat
digunakan sebagai landasan atau kerangka dasar untuk menciptakan pekerjaan
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.