Pengertian kepuasan kerja
menurut para ahli :
1.
Lock
(1995)
Kepuasan
kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau
pengalaman kerja.
2.
Robbins
(1996)
Kepuasan
kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya.
3.
Porter
(1995)
Kepuasan
kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima
dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia terima.
4.
Mathis
dan Jackson (2000)
Kepuasan
kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi
dari pengalaman kerja.
5.
T.M.
Fasher (1992)
Kepuasan
kerja, atau dalam arti yang lebih khusus kepuasan karyawan dalam bekerja, yang
muncul bila keuntungan yang dirasakan dari pekerjaannya melampaui biaya
marjinal yang dikeluarkan oleh karyawan tersebut dianggap cukup memadai.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Kepuasan
kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan
kondisi kerja.
2.
Tanggapan
emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila
secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak
aka berarti karyawan tidak puas.
3.
Kepuasan
kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara apa
yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang
sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
4.
Kepuasan
kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
Kepusaan kerja merupakan
sesuatu yang sangat sulit diukur yang bersifat subjektif karena setiap orang
selalu mempunyai keinginan-keinginan yang ingin dipenuhi namun setelah
terpenuhi muncul lagi keinginan-keinginan lainnya, seakan-akan manusia itu
tidak mempunyai rasa puas dan setiap pegawai mempunyai kriteria sendiri yang
menyatakan bahwa dirinya telah puas.
Kepuasan kerja bisa
dilihat atau dikatakan puas dalam bekerja jika pendapatan yang diperoleh telah
dapat mencukupi kebutuhan pekerja tersebut, dan dalam perusahaan tersebut
pegawai merasakan nyaman dalam bekerja dan tidk mempunyai kekhawatiran lain
seperti kurang cukup gaji yang diterima, tidak adanya jaminan
kesehatan/keselamatan kerja dan jaminan masa tua atau pension.
Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu pada sikap
individu secara umum terhadap pekerjaannya dapat juga dikatakan sebagai
persepsi awal terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Kepuasan dalam Islam
dilandasi dengan rasa ikhlas. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Hajj : 31.
1. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1.
Kondisi
kerja, artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik
itu dari bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka
kepuasan kerja akan terjadi.
2.
Peraturan,
budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika
peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap pekerjaannya
maka karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan kerja.
3.
Kompensasi
dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia lakukan.
4.
Efisiensi
kerja, dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam pekerjaannya,
sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah dengan bekerja
sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5.
Peluang
promosi, yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan atas
prestasi kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas yang lebih tinggi
dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan
kerja dapat dihargai dengan dinaikan posisinya disertai gaji yang akan
diterimanya.
6.
Rekan
kerja atau partner kerja, kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu
organisasi terdapat hubungan yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai cara
atau sudut pandang atau kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan
sehingga dalam bekerja juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang
baik.
Sedangkan dalam pandangan
Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu pekerjaan yang dilakukan dapat
membantu orang lain dalam meringankan pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya
manusia adalah yang berguna bagi orang lain”.
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja.
1. Kerja yang Secara
Mental Menantang.
Kebanyakan karyawan menyukai
pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan
balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja
secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan
kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai
kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang Pantas.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, dan segaris dengan
pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan
pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan
jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah
jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu
individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara
yang adil (fair and just) kemungkinan
besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi Kerja yang
Mendukung.
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak
berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan Kerja yang
Mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada
sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan
kerja yang meningkat. Tetapi perilaku atasan juga merupakan determinan utama
dari kepuasan.
5. Kesesuaian Kepribadian
dengan Pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe
kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat
untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi
dari dalam kerja mereka.
3.
Teori
Motivasi dan Kepuasan Kerja.
Ada beberapa teori
tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.
Discrepancy
Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja
merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan.
2.
Equity
Theory
Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau
individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka.
Misalnya gaji/upah, rekan kerja, dan supervisi.
3.
Opponent
Theory – Process Theory
Teori ini menekankan pada upaya seseorang
dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya.
4.
Teori
Maslow
Menurut Maslow, kebutuhan manusia
berjenjang atau bertingkat, mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai yang
paling tinggi. Tingakatan-tingakatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.
Kebutuhan fisiologis
b.
Kebutuhan keamanan dan keselamatan
c.
Kebutuhan akan rasa memiliki
d.
Kebutuhan untuk dihargai
e.
Kebutuhan akan aktualisasi diri
5.
Teori
ERG Alderfer
Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia
menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a.
Eksistensi
b.
Keterkaitan
kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan interpersonal yang baik
c.
Pertumbuhan
6.
Teori
Dua Faktor dari Herzberg
Teori ini memandang kepuasan kerja berasal
dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa kepuasan kerja berasal dari
ketidak-adaan faktor-faktor ekstrinsik.
7.
Teori
McClelland
McClelland mengajukan teori kebutuhan
motivasi yang dipelajari, yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan
suatu kebutuhan yang kuat akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang
sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah :
a.
Kebutuhan berprestasi
b.
Kebutuhan berafiliasi
c.
Kebutuhan akan kekuasaan
4.
Profil Kepuasan Kerja Individu dalam
Organisasi.
Profil
atau kriteria kepuasan kerja dalam organisasi sangat banyak pengaruhnya, hal
ini dapat dibuktikan dengan banyaknya ragam orang dalam bekerja dan bagaimana
cara mereka mengatasi pekerjaan yang ia miliki serta keinginan atau
kemampuannya untuk bertahan dalam organisasi tersebut.
Pegawai
yang merasa puas dalam bekerja, yaitu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Selalu datang tepat waktu, artinya pegawai
tersebut menghargai pekerjaannya dan bertanggung jawab atas tugas yang harus
dikerjakannya.
2. Senang dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu
pekerja dalam bekerja berusaha menyukai pekerjaan yang dikerjakannya.
3. Tidak mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan
yaitu selalu dapat menerima pekerjaan yang baru dan sulit dengan lapang dada.
4. Selalu semangat dalam bekerja yaitu pegawai
dalam bekerja mempunyai suatu energi yang penuh dalam bekerja.
5. Betah berada di tempat kerja yaitu karyawan
merasa nyaman berada di tempat kerja.
6. Mempunyai hubungan harmonis dengan pegawai
lain dan atasannya.
7. Selalu belajar untuk lebih baik sehubungan
dengan pekerjaan yang dikerjakannya misalnya seorang guru sejarah yang selalu
belajar dan mengikuti perkembangan sejarah yang terjadi.
5.
Pengukuran
Kepuasan Kerja.
Ada beberapa cara untuk
mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pengukuran
kepuasan kerja dengan skala job
description index.
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang
diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ‘Ya’, ‘Tidak’, atau ‘Ragu
ragu’. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2.
Pengukuran
kepuasan kerja dengan Minnesota
Satisfaction Questionare.
Skala ini berisi tanggapan yang
mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban :
‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan ‘Sangat puas’ terhadap
pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui
tingkat kepuasan kerja karyawan.
3.
Pengukuran
kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.
Pada pengukuran metode ini responden
diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang, mulai dari wajah yang sangat
gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut. Kepuasan kerja
karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil
responden.
6. Bagaimana Karyawan
Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan.
Ketidakpuasan
karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah cara. Misalnya daripada
Berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak
patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab
kepada mereka. Berikut ini adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan
jika mereka merasa tidak puas menurut Stephen Robbins (2003:105):
1.
Exit,
perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup pencarian suatu
posisi baru maupun meminta berhenti.
2.
Suara
(Voice), dengan aktif dan konstruktif
mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran, perbaikan, membahas
problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3.
Kesetiaan
(Loyality), pasif tetapi optimistis
menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi
kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal
yang tepat”.
4.
Pengabaian
(Neglect), secara pasif membiarkan
kondisi memburuk, temasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis,
upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.
7.
Korelasi
Kepuasan Kerja.
Hubungan antara kepuasan kerja dengan
variabel lain dapat bersifat positif atau negatif.
Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari
lemah sampai kuat. Menurut Kreiter dan Knicki (2001;226), hubungan yang kuat menunjukkan
bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan
meningkatnya kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai berikut:
1.
Motivasi.
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat
hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan
pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi,
atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan
kepuasan kerja.
2.
Pelibatan
Kerja.
Hal
ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan
peran
kerjanya.
Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran
atasan/manajer
perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk
meningkatkan
keterlibatan kerja pekerja.
3.
Organizational
Citizenship Behavior.
Merupakan
perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.
4.
Organizational Commitment.
Mencerminkan
tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai
komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan
terdapat hubungan yang siknifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja
akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang
lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.
5.
Ketidakhadiran
(Absenteisme).
Antara
ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata
lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
6.
Perputaran
(Turnover).
Hubungan
antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat
mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer
dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran.
7.
Perasaan
stres.
Antara
perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan
meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.
8.
Prestasi
Kerja/Kinerja.
Terdapat
hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Dikatakan kepuasan
kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih
produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja
atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan
kepuasan.
8. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan.
Organisasi
pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan mengharapkan suatu
outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara lain :
1.
Pemerataan
Pendidikan
2.
Kualitas
Pendidikan
3.
Relevansi
Pendidikan
4.
Efisiensi
Pendidikan
5.
Efektivitas
Pendidikan
Organisasi penyelenggara
pendidikan sudah barang tentu melibatkan masyarakat, pemerintah dan orang tua
di dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan sbagaimana tersebut
diatas. Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan maka
yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus
bagi ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi
pendidikan) merupakan suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome
tersebut diperoleh kurang memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan.
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan dalam penyelenggaraan
pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Yang
merupakan interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik organisasi
pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi tujuan utama
organisasi setelahnya produktivitas atau outcome pendidikan.
Selaras
dengan era Otonomi Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka bergulir
pula era Otonomi Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah
paradigma pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai
aspek sebagai berikut (Jalal dan Supriadi.2001) :
Paradigma Lama
|
Paradigma Baru
|
·
Sentralistik
·
Kebijakan
yang top down
·
Orientasi pengembangan parsial pendidikan untuk
pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan teknologi perakitan
·
Peran
serta pemerintah sangat dominan
·
Lemahnya peran instusi non sekolah
|
·
Desentralistik
·
Kebijakan
yang bottom up
·
Orientasi
pengembangan holistik pendidikan untuk mengembangkan kesadaran untuk bersatu
dalam kemajemukan budaya menjunjung tinggi moral, kemanusiaan dan agama,
kesadaran kreatif, produktif, kesadaran hukum.
·
Meningkatkan
peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif.
·
Pemberdayaan
institusi masyarakat, keluarga, LSM, pesantren dan dunia usaha
|
Demikian pula
peneraan konsep manajeen berbasis sekolah (school based management) yang
selaras dengan otonomi pendidikan merupakan kegiatan (action) dalam rangka
memperoleh outcome seperti halnya kualitas pendidikan. Dengan
diperolehnya kualitas pendidikan maka kepuasan yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan persekolahan akan merasakan pula. Apabila dengan
penerapan program life skill dengan pendekatan Brood Based education
(BBE). Selain masih menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun
Annisa,sasha. 2015.”Makalah Kepuasan Kerja. http://sashaannisa18.blogspot.sg/2015/03/makalah-kepuasan-kerja.html diakses tanggal 03 June 2016 7:00 PM
Junita,audia. 2012.”Faktor-faktor kepuasan kerja dan Pengaruhnya
Terhadap Displin Kerja Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan kota Medan”.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=63247&val=4585
diakses tanggal 03 June 2016 7:19 PM
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.