Sunday, June 19, 2016

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

By : Ilham Noer Satria Aji


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata “Health” yang saat ini tidak hanya berarti terbebasnya seorang dari penyakit namun memiliki makna sehat secara fisik, mental maupun sosial.
Sedangkan keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu “Safety” dan pada umumnya dihubungkan dengan keadaan terbebasnya  seseorang dari peristiwa kecelakan (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Terkait dalam komitmen negara pada UUD 1945 yang mengacu pada pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan, maka dibentuklah Undang-Udang Keselamatan Kerja yang bertujuan untuk pembentukan UUKK, yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah program yang dibuat oleh perusahaan maupun pekerja sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi penyakit dan kecelakaan akibat kerja, dengan tujuan untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Trisyulianti, 2007, hal. 1). 
Definisi K3 menurut OHSAS 18001:2007 dalam terms and definitions yaitu “kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak dan personel kontraktor, atau orang lain di tempat kerja)” (Miftah, 2012, hal. 5). Dimana definisi K3 yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint Safety and Health Comittee, yaitu: “Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the prevention among workers of departures from health caused by their
working conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job.”
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. 
Tujuan pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada pasal 3 ayat 1 UU NO 1970 tentang keselamatan kerja yaitu : 
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran .
7. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis peracunan, infeksi dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban 
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang maupun tumbuhan 
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dn penyimpangan barang 
17. Mencegah terkena aliran listrikyang berbahaya 
Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir. International labour organization (ILO) dan world health organitation (WHO) Committee on occupational health pada tahun 1990 telah menetapkan secara garis besar batasan dan tujuan kesehatan kerja, antara lain : 
1. Memberikan pemeliharaan peningkatan derajat kesehatan pada tingkat yang setinggi-tinggi nya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan social masyarakat pekerja di semua kalangan. 
2. Mencegah timbulnya ganguan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh kondisi atau keadaan lingkungan kerjanya. 
3. Memberikaan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaan dan factor yang membahayakan kesehatannya. 
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis. Berdasarkan Undang-Undang No 1 tahu 1970, bertujuan agar masyarakat dan lingkungan kerja menjadi aman, sehat dan sejahtera yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas serba efisien hal yang paling utama dalam Undang-Undang tersebut adalah suatu system pencegahan, serta perangkat K3 dalam suatu unit usaha, syarat-syarat K3 di tempat kerja, hak kewajiban, tanggung jawab dan sanksi serta pembinaan kerja. 

Peranan K3 dalam Industry
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhisosial,mental dan phisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas.Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yangsudah maju.Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhipembangunan ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan, seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya. Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan factor kimia. Masalah gizi pekerja juga merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya.Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan tempat kerja.
Berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1970, pasal 3 (Simanjuntak, 2010, hal. 2) “pihak manajemen berkewajiban menerapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang beberapa diantaranya adalah mencegah dan mengurangi kecelakaan, memberi pertolongan pada kecelakaan, dan syarat lain yang fungsinya adalah untuk melindungi tenaga kerja atau karyawan, serta orang lain yang ada di tempat kerja.” Ditambahkan pula dari Permenaker 04/MEN/1987, pasal 2 (Simanjuntak, 2010, hal. 2) bahwa “kebijakan dan komitmen ini akan dilaksanakan oleh seluruh elemen dalam sistem manajemen tersebut, termasuk diantaranya adalah P2K3 yang dibentuk oleh perusahaan itu sendiri.” Selain daripada itu pada tahun 1999 BSI dengan badan-badan sertifikasi dunia telah meluncurkan pula sebuah standar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diberi nama Occupational Health and Safety Management System (OHSAS 18001), sehingga struktur  yang dimiliki THE ILO/OSH 2001 pun memiliki kesamaan dengan OHSAS 18001 (Simanjuntak, 2010, hal. 6-7).
Sekiranya perlu pula memberikan edukasi dan pelatihan kepada pekerja mengenai keselamatan dan kesehatan kerja untuk memiliki behavioral safety. Behavioral safety lebih menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja, walaupun sulit untuk di kontrol secara tepat karena 80-90% dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh unsafe behavior (Luckyta & Partiwi, 2012, hal. 1).
Menurut Luckyta & Pratiwi (2012, hal. 1) unsafe behavior adalah tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu. Dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja maka manfaat yang didapatkan oleh perusahaan maupun pekerja ialah sebagai berikut (Simanjuntak, 2010, hal. 9-12) :
1. Perlindungan karyawan
Tujuan penerapan SMK3 adalah memberi perlindungan kepada pekerja, yaitu asset perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga keselamatannya. Dengan adanya jaminan K3 maka pekerja akan lebih optimal dalam bekerja, memberikan kepuasan, dan loyal pada perusahaan dibandingkan dengan pekerja yang terancam keselamatan dan kesehatan kerjanya.
2. Memperlihatkan kepatuhan pada peraturan dan undang-undang
Perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan dan undang-undang seperti citra yang buruk, tuntutan hukum dari badan pemerintah, seringnya menghadapi permasalahan dengan tenaga kerjanya tentunya akan mengakibatkan kebangkrutan. Perusahaan yang telah menunjukkan itikad baiknya dalam mematuhi peraturan perundangan, membuat mereka dapat beroperasi secara normal dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Mengurangi biaya
Penerapkan SMK3 dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian tesebut. Memang diperlukan biaya cukup besar dalam jangka untuk menerapkan SMK3, seperti sertifikasi setiap enam bulan yang memerlukan audit, tetapi penerapan SMK3 yang dilaksanakan secara efektif dan penuh komitmen membuat nilai uang yang dikeluarkan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja.
4. Membuat sistem manajemen yang efektif
Keuntungan perusahaan yang sebesar-besarnya akan dicapai dengan adanya sistem manajemen perusahaan yang efektif. Banyak variabel yang ikut membantu pencapaian sebuah sistem manajemen yang efektif, yaitu mutu, lingkungan, keuangan, teknologi informasi dan K3. 
5. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan
Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya akan bekerja lebih optimal dan tentu akan meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dibandingkan sebelum dilakukan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerta. Citra organisasi terhadap kinerjanya akan semakin meningkat yang akan meningkatkan kepercayaan pelanggan.

Identifikasi Bahaya
A. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
HAZOPS merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan bahaya pada lingkungan (Ferdiansyah, 2011, hal. 46).
B. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
FMEA adalah metode analisis yang mendalam akibat kegagalan peralatan dan pengaruhnya pada sistem (Ferdiansyah, 2011, hal. 46).
C. Fault Tree Analysis (FTA)
FTA adalah metode analisa desain, prosedur dan kesalahan pada faktor manusia (Ferdiansyah, 2011, hal. 46).
D. Job Safety Analysis (JSA)
Job Safety Analysis adalah cara untuk memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya yang sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan di dalam rancangan bangunan, masin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja, dan proses kerja yang langkah pembuatanya adalah sebagai berikut (Ferdiandsyah, 2011, hal. 47-48):
1. Memilih pekerjaan yang akan dianalisa karena tidak dapat dipilih secara acak, dimana pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan terburuk seharusnya dianalisis terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaan untuk dianalisis dan dalam menyusun tata cara analisis, pengawasan utama yang harus diikuti adalah:
a. Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan.
b. Kecelakaan yang menghasilkan luka berat.
c. Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat. 
d. Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau proses.
2. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan. Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus di bagi ke dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah selesai dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu:
a. Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak perlu menghasilkan sejumlah banyak langkah.
b. Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar tidak tertulis.
3. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang potensial.
4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan bahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman untuk :
a. Mencegah timbulnya kecelakaan.
b. Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu.
c. Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko.
d. Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur.
e. Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas.
JSA berisikan beberapa informasi yang berkaitan dengan suatu proses pekerjaan, yaitu (Ferdiandsyah, 2011, hal. 49):
1. Job (Pekerjaan) Jenis pekerjaan yang dilakukan dalam unit produksi untuk diidentifikasi risikonya.
2. Task (Rincian Kegiatan) Menjelaskan rincian kegiatan yang dilakukan untuk masing-masing tahapan kegiatan yang dapat menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
3. Hazard (Bahaya) Cara untuk mengetahui jenis bahaya apa yang ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.
4. Probability (Kemungkinan) Kemungkinan pekerja untuk terkena cedera dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pekerjaan.
5. Consequency (Konsekuensi) Dampak yang ditimbulkan dari setiap kegiatan kerja.

Fishbone Diagram
Fishbone diagram dapat disebut juga dengan cause and effect diagram merupakan alat untuk mengetahui akar permasalahan dengan menunjukkan variasi penyebab (Ibrahim, 2000, hal.83). Cara penyusunan fishbone menurut Ibrahim (2000, 83) ialah dengan menggambarkan efek dan penyebab terbesar pada ujung kanan dan efek digambarkan pada sisi kiri, pada sisi atas dan bawah garis horizontal, dimana efek tersebut masih memiliki sub-efek dan seterusnya sampai yang terkecil.

Daftar Pustaka

Setyawati, L. M. 2007.  Promosi Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pelatihan Para Medis Seluruh Jawa Tengah. RSU Soeradji Klaten

Markkanen, Pia K. 2004.  Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Philippines : International Labour Organization (ILO)


Suma’mur P. K. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Haji Masagung. Jakarta.

Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI. 2003.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.